05. Malapetaka (1)

1.1K 104 8
                                    

Keyran mengerjabkan mata kala ia merasakan pergerakan di samping tubuhnya. Posisi mereka kini adalah tidur di ruang depan, beralaskan tikar anyaman. Si remaja bersurai hitam, mengucek matanya berkali-kali lalu menyadari jika ada salah seorang yang tak berada di sekitarnya.

"Juan?"

Kek Rajad pasti sedang tidur di dalam kamar. Namun, Juan?

Remaja sebayanya itu sedang berjalan menuju pintu dengan langkah lurus, wajahnya tampak pucat seakan tak terdapat aliran darah yang mengalir ditubuhnya. Lantas saja, Keyran menegakkan badan saat Juan membuka pintu dan berjalan keluar.

"Juan, kebelet kah?"

Tapi kenapa gak ke belakang aja?

Keyran membatin. Merasa tak mendapat jawaban, Keyran turut beranjak. Mereka orang baru di tempat ini, tak seharusnya Juan berkeliaran seorang diri-- terlebih saat malam hari.

Saat mencapai pintu, gejolak jantung Keyran seakan berpacu dua kali lebih cepat. Kiri dan kanan, berkali-kali ia menelisik sekeliling, hanya terdapat kabut yang diterangi sedikit cahaya bulan-- itupun sinarnya tertutupi awan.

"Di mana Juan?"

Mengabaikan kejanggalan, tanpa pikir panjang, Keyran segera membangunkan kedua temannya yang lain. Menggoncang dan memukuli tubuh mereka berkali-kali. Juan menghilang secara tiba-tiba dan hal itu sungguh tak wajar.

"Zer! Naz! Bangun dulu, astaga! Juan hilang!"

Seakan tak terusik, kedua remaja itu tak kunjung membuka mata. Keyran dibuat frustasi sendiri menghadapi kedua temannya yang begitu susah untuk dibangunkan.

Sebab perasaan kesal mendominasi, Keyran nekat keluar seorang diri dari rumah kayu Rajad demi mencari keberadaan Juan.

Langkahnya dialasi sendal tipis, menginjak rumput yang basah karena embun. Entah pukul berapa saat ini, Keyran tak yakin, namun, kabut tebal yang menutupi pandangan membuat Keyran berpikir mungkin waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Satu dua rumah warga terlewati. Hal yang tak remaja itu sadari adalah kegelapan dari rumah-rumah yang baru saja ia lewati itu, tak ada sinar lampu minyak yang terlihat dari sela kayunya yang renggang.

Hewan malam berlomba-lomba berteriak. Embus angin menyapu pepohonan hingga suara gemerisiknya membuat perasaan tak tenang. Dedaunan kering terbang terbawa angin di bawah sinar cahaya bulan. Suasana terang sejenak sebelum kemudian kembali redup saat awan hitam bergerak dan menutupi rembulan.

Kabut semakin tebal, mulai menutupi pandangan. Sesekali Keyran akan memutar tubuh demi menatap sekeliling. Terus melangkah seorang diri membuat Keyran tak sadar kemana langkah kaki membawanya kini.

Jejak langkah menginjak rerumputan secara asal. Terus berjalan tanpa tujuan pasti, membawa Keyran ke tempat yang tampak familiar.

Aliran air sungai-- tenang arusnya. Langkahnya yang semula tergesa semakin memelan kala ia menyadari tempat apa ini.

Remaja berusia 16 tahun-- pemilik senyum manis-- terpaku di tempat, bulu kuduknya sempurna berdiri. Di seberang sungai, pohon-pohon menjulang tinggi. Pohon-pohon itu dipeluk erat oleh kabut bagai ular yang melingkar menggerayapi pohon, seolah meangakui jika pohon itu adalah milik mereka.

Batu-batu berlumut seakan berbisik memanggilnya untuk mendekat. Binar di mata Keyran seketika redup, pandangannya kosong saat ia melangkah perlahan mendekati sungai. Kedua belah tangan terkulai lemas di samping badan. Langkahnya tampak lunglai, melaju ke depan-- mendekati sungai.

Tapi, belum sempat kakinya menyentuh air-- tepukan keras di bahu seakan membawanya segera ke kesadaran.

"APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!"

Malapetaka 1980Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang