Jangan mengharap cinta dari kisah ini, sebab luka lebih banyak menemani sang pemilik kisah.
Jangan ajarkan cinta pada sang pencinta, sebab cinta yang ia rasa hanya sakit yang tersisa.
Jangan ajarkan menangis padanya, sebab telah kering air matanya m...
Mari melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.
Jadilah pembaca yang bijak yang tahu cara menghargai karya orang lain setelah menikmatinya.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Niat Ayasya membeli perlengkapan untuk persiapan KKN sudah terpenuhi. Hanya saja sekarang ia harus berhenti di tengah jalan raya karena ban motornya bocor.
"Ummi tadi Aya udah telepon Mas Alif, tapi Mas Alif lagi di kantor. Bengkel motor juga masih jauh dari sini Ummi. Barang belanjaan Aya banyak. Aya kasihan sama Mbak Zulfa karena nemenin Aya," adu Ayasya menelepon Ummi Intan.
Ayasya tidak sendiri melainkan ditemani oleh abdi ndalem atas permintaan Ummi Intan. Ummi tidak pernah tega membiarkan Ayasya keluar rumah sendriian tanpa ditemani. Padahal jika Ayasya kuliah di Jogja, ia lebih senang kemana-mana sendirian.
"Tunggu disana sebentar ya, Ummi suruh abdi ndalem buat jemput kamu. Kamu cari tempat neduh dulu Nak," perintah Ummi Intan diujung telepon sana.
"Iya Ummi. Nanti Aya telepon lagi Ummi, ini Mas Alif telepon lagi, siapa tau Mas Alif bisa."
"Kabari Ummi segera ya Nak?"
"Iya Ummi. Assalamu'alaikum."
Ayasya menutup telepon. "Mbak Zulfa maaf ya gara-gara diminta Ummi buat nemenin aku jadinya ikut kepanasan," sesal Ayasya.
"Nggak apa-apa. Aku malah mikir kasihan kamu Ning kalau sekarang sendirian di sini, " ujar Zulfa tersenyum memperbaiki jilbabnya yang tertiup angin.
Ayasya ikut mengangguk, lalu beralih mengangkat panggilan kakaknya.
"Ay masih di sana atau udah ada yang jemput?" tanya Alif terdengar mengkhawatirkan adiknya yang tengah kesusahan.
"Belum ada Mas," jawab Ayasya.
"Fathur sudah Mas hubungi untuk jemput kalian."
"Masa Mas Fathur, sih?" protes Ayasya dibawah teriknya sinar matahari siang. Ia menutup telinganya sebelah karena kebisingan suara kendaraan lain. Tidak ada ruko yang bisa ia singgahi untuk berteduh.
"Kamu sama Zulfa, kan? Jadi nggak berdua. Fathur juga tadi Mas minta untuk hubungin orang bengkel. Tunggu sekitar lima menitan, pasti Fathur sampai di sana. Sudah ya Mas ada panggilan untuk olah TKP," jelas Alif.
"Iya, makasih ya Mas."
Tepat saat Ayasya mematikan telepon kakaknya saat itu sebuah mobil berhenti di seberang jalan. Laki-laki berusia 24 tahun turun dari mobil mengenakan hoodie hitam. Nampak dari wajahnya seperti baru bangun tidur. Kedua sudut bibir Ayasya naik menahan senyumnya. Kenapa wajah bantal teman kakaknya sangat lucu, hingga menggelitik membuatnya ingin tertawa.
"Assalamu'alaikum!" salam Zulfa setelah Fathur menyebrang untuk menghampiri mereka.
"Wa'alaikumussalam. Bocor depan, apa belakang?" tanya Fathur tanpa basa-basi.