| chapter 29 - selesai - end

72 12 0
                                    

DUKE of Astello menghentikan langkah, membuat Brielle yang berpegangan tangan dengan beliau juga ikut berhenti. Hal itu membuat Brielle bertanya-tanya. Hal apa yang membuat Ayahnya menjadi ragu? Namun, di detik berikutnya dia merasa bahwa ini mungkin berkaitan dengan permintaan Brielle beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, saat insiden Brielle hidup kembali, dia sempat tak sadarkan diri selama tiga hari. Di saat dia terbangun, yang pertama kali dia tanyakan adalah nasib Pendeta Agung dan juga teman-temannya yang selama ini menjadi kelinci percobaan.

Saat itu, Duke of Astello mengatakan bahwa Pendeta Agung telah mati dan mayatnya meleleh tanpa bersisa apapun. Kemungkinan karena kekuatan kegelapan yang dia gunakan selama ini membuatnya menjadi seperti demikian. Mendengar hal tersebut, Brielle mengucap syukur pada saat itu.

Ketika dia menanyakan bagaimana nasib teman-teman yang mengalami percobaan seperti dirinya, pada saat itu Duke of Astello tidak dapat menjawab. Namun, dia berjanji akan mengusahakan yang terbaik untuk mencari kabar teman-teman Brielle yang dijadikan objek percobaan.

Brielle pikir akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari tempat di mana teman-temannya dikurung karena sebelumnya juga pernah dilakukan penyelidikan serupa namun tidak membuahkan hasil. Persembunyian teman-teman Brielle juga tidak ditemukan hingga sekarang. Namun, ada secercah harapan ketika secara mendadak Duke of Astello mengajak Brielle ke taman.

Timbul harapan bahwa alasan dibalik Duke of Astello mengajaknya menghabiskan waktu bersama adalah untuk membicarakan nasib teman-temannya yang telah berhasil ditemukan. Awalnya Brielle memang yakin. Akan tetapi ketika dia merasa bahwa semakin ke sini Duke of Astello penuh dengan keraguan, tingkat keyakinan Brielle menurun drastis.

"Mungkin ini akan menjadi laporan yang sedikit kaku. Jadi, bisakah kita membicarakannya dengan santai di rumah kaca?"

Brielle, yang sejak tadi menunggu Ayahnya berbicara langsung menyetujui ide Duke of Astello. Dia dengan cepat mengangguk tepat setelah Duke of Astello menyelesaikan kalimat.

Hingga tibalah mereka di rumah kaca kediaman Astello yang tidak pernah Brielle kunjungi. Entah apa alasan Ayahnya membawa Brielle ke sini tetapi yang pasti dia menyukai suasana yang nyaman dan damai meski Brielle tidak dapat melihatnya secara langsung.

"Penyelidikan telah dilakukan dan tempat Pendeta Agung menyembunyikan teman dan anak sepantaranmu terungkap begitu bajingan sialan itu mati." Duke of Astello memberi jeda sebelum melanjutkan. "Sayangnya, mereka semua tewas dan tidak dapat diselamatkan karena pengaruh percobaan ilegal yang bajingan itu lakukan."

Brielle, yang mendengar penuturan Ayahnya tertunduk lemas. Padahal, dia berharap bahwa dengan statusnya sebagai Saintess, anak-anak yang menjadi korban percobaan ilegal dapat disembuhkan seperti semula. Tetapi, rasanya sia-sia saja Brielle mendapatkan gelar Saintess pada saat ini karena dia gagal menyelamatkan nyawa temannya.

"Tidak semua penyakit dapat disembuhkan oleh Saintess. Jadi, kau tidak usah merasa bersalah. Lagipula, yang bersalah di sini adalah Pendeta Agung."

Duke of Astello, yang menyadari rasa bersalah putrinya akhirnya menghibur Brielle dengan mengatakan kalimat tersebut. Lagipula, adalah sebuah kebenaran apa yang Duke of Astello katakan sebelumnya. Bahwa yang bersalah di sini adalah Pendeta Agung di mana dia menggunakan agama sebagai tameng untuk melakukan kejahatan. Bahkan mempelajari kegelapan demi ambisinya hidup abadi dan menguasai kekaisaran.

"Tapi, Elle nda dapat menyelamatkan meleka ...."

Duke of Astello lantas bangun, berdiri dari kursi dan mendekati Brielle. Dia kemudian mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Brielle sebelum berkata,

"Menjadi Saintess bukan berarti harus mengobati sesuatu yang tidak bisa disembuhkan. Sejak awal, teman-temanmu sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Sehingga, apa yang terjadi kepada mereka bukanlah salahmu, Brielle."

"Tapi, Ayah—"

"Kau tidak salah. Sama sekali tidak." Dia memberi jeda sebelum melanjutkan. "Akulah yang salah karena telah mengecewakanmu berkali-kali. Mulai dari tidak bisa melindungimu hingga tidak bisa menyelamatkan permintaanmu yang tulus."

"Ayah sama sekali nda salah."

"Brielle, dengar. Di sini akulah yang—"

"Ayah nda salah!"

Duke of Astello, yang mendengar penuturan Brielle akhirnya mengalah. Dia kemudian berdiri dan menggendong Brielle seraya mengelus punggung anak itu.

"Baiklah, kita berdua tidak ada yang salah. Aku maupun Brielle tidak melakukan kesalahan apapun. Maka dari itu, Brielle juga tidak usah menyalahkan diri sendiri."

Brielle, yang mendengar pembelaan dan dukungan penuh dari Duke of Astello semakin larut dalam tangisan. Bukan tanpa alasan dia menjadi seperti ini sebab ini adalah pertama kali seseorang membela Brielle sampai seperti itu. Selama dia hidup, yang Brielle temui hanyalah orang-orang dewasa yang menyiksanya sehingga tak heran jika anak itu bersemu merah tiap kali dipuji atau dibela. Seperti saat ini. Maka dari itu, Duke of Astello sangat menyayangi Brielle.

"Sekarang, kita kembali?"

"Ya."

Selagi Duke of Astello berjalan keluar dari rumah kaca, Brielle masih membersihkan bekas air matanya menggunakan saputangan Ayahnya. Sedang dengan pipi yang kemerahan, dadanya berdetak cepat. Dia jujur masih merasa malu. Namun, sayang, Brielle tidak dapat menyembunyikan perasaan senangnya hari ini. Sementara itu, Duke of Astello, yang menyadari semuanya diam-diam tersenyum simpul.

"Elle bisa jalan sendili."

Brielle, yang telah selesai dengan air matanya meminta untuk diturunkan. Tentu saja Duke of Astello menolak dan malah mengeratkan gendongannya. Melihat reaksi yang diberikan oleh Duke of Astello, Brielle merasa malu dan buru-buru mengisyaratkan untuk segera diturunkan. Tetapi, Duke of Astello tetap pada keputusannya.

"Elle kan sudah besal."

"Tapi, di mataku kau tetaplah seorang putri kecil."

"Papa!"

Duke of Astello, untuk pertama kali tertawa lepas. Benang kusut yang beberapa menit lalu menggulung tidak karuan akhirnya mengurai sedikit demi sedikit. Perasaan rumit yang dia rasakan sebelumnya, ketika harus mengecewakan Brielle karena tidak dapat menyelamatkan temannya, seketika sirna dan digantikan dengan perasaan tentram dan nyaman.

Perasaan ini sudah sangat lama tidak dirasakan oleh Duke of Astello. Maka dari itu, dia sangat ingin mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada Brielle karena telah datang ke dalam kehidupannya dan membawa warna baru yang cerah di dalam suramnya kehidupan Duke of Astello.

Sekarang, jika dia disuruh untuk mati pun, Duke of Astello tidak akan menyesal. Kehidupannya saat ini telah sangat bahagia karena kehadiran Brielle. Akan tetapi, tentu saja dia tetap ingin mempertahankan hidupnya demi menemani Brielle di sepanjang perjalanan hidupnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja kepada kematian kecuali jika kematian itu sendiri yang merenggut Brielle dan pada akhirnya memisahkan mereka.

"Terima kasih."

Tanpa sadar, Duke of Astello, berkata dengan lumayan keras hingga tertangkap oleh pendengaran Brielle. Gadis itu kemudian menoleh ke arah Ayahnya dan bertanya,

"Telima kasih untuk apa?"

"Terima kasih karena telah berani menemuiku. Terima kasih karena telah memilihku menjadi walimu. Terima kasih karena telah hadir di dalam kehidupanku, Brielle Aprhodite fin Astello. Namamu sangat panjang."

"Elle!"

Duke of Astello lantas tertawa. "Baiklah, Elle, putriku yang cantik dan manis."[]

-end-

Adopted Daughter of The Duke of AstelloWhere stories live. Discover now