3 | Poor girl

15.3K 1.1K 100
                                    

Elle masih meringkuk beberapa saat setelah Zale memukulinya habis-habisan persis seperti permintaannya. Bagi Zale, dia hanya mengabulkan keinginan Elle dengan senang hati. Gadis itu yang memintanya bahkan cenderung memaksa.

Pria berambut seputih salju itu duduk di sofa bulu kesukaannya sambil menatap Elle yang masih belum beranjak dari posisinya.

Zale merasa bersalah? Tidak. Puas? Belum.

"Hanya segitu ketahananmu?" Zale melempar pertanyaan mencibir.

"Kupukir kau sangat kuat dan tahan puluhan kali dipukul, tapi aku bahkan belum sampai lima kali menghantammu." Zale masih menatap Elle tajam, pria itu memiliki kekesalan yang belum sepenuhnya terlampiaskan.

Elias sudah pergi, Elle merasa sedikit lebih tenang sekarang. Setidaknya pria itu tidak menerima pukulan. Bayangkan saja kalau Elias yang menerimanya, bukankah akan sangat kasihan?

"Kau mendengarku?" Zale memerintah paksa. "Bangun!"

Decakkan bibir Elle nyaris tak terdengar, seluruh tubuhnya sakit juga ada memar di bagian pipi kanan dan goresan luka di tengah dahi karena terkena bagian kursi yang patah begitu menghantam tubuhnya dari arah depan.

"Cepat bangun!"

Sembari memeluk tubuhnya sendiri Elle bangkit berdiri dengan kepala menunduk. Antara takut dan tak ingin menyebabkan masalah seperti sebelumnya. Elle mencoba untuk menghindar dan patuh, itu saja.

"Beritahu namamu."

"Elle."

Zale mengernyit. "Elle?"

"Iya, Yang Mulia."

"Tidak ada nama yang lebih jelek lagi?"

Elle tertohok. "Tadi tanya nama sekarang dihina pula." Batinnya tak terima, ingin protes tapi masih ingat bagaimana sakitnya lemparan kursi serta tendangan Zale di perutnya.

Sehingga yang keluar dari bibir Elle secara terpaksa adalah kalimat. "Maafkan saya, Yang Mulia." Namun lagi-lagi batinnya tidak bisa menerima hal tersebut sampai tak sadar mulutnya menyerocos sendiri. "Tapi, nama anda memiliki penyebutan yang hampir mirip dengan nama saya dan anda yang lahir lebih dulu dari saya. Itu artinya nama anda jauh lebih jelek daripada nama saya."

"Lebih jelek, ya?" bibir tipis Zale mengulum senyum, pertama kali baginya dibalas sarkas oleh bocah ingusan.

"Tidak Yang Mulia." Bantah Elle menggeleng, baru sadar kalau nyawanya berada di ujung tanduk.

"Y-yang tadi itu bukan saya." Imbuhnya. "Bukan saya, Yang Mulia."

"Lalu nenekmu?"

"Ya."

Jawaban Elle membuat Zale tambah kesal. Untuk dimaklumi sebagai pelayan kamar baru, Elle terlalu kurang ajar. Meski begitu Zale bisa membaca ketakutan dari suara gemetar Elle.

"Boleh saya bertanya, Yang Mulia?"

"Apa?"

"Berapa gaji saya?"

Jujur saja Zale agak terkejut, alih-alih kabur ketakutan seperti pelayan kamar sebelumnya saat berhadapan dengan Elias yang mengacau di kamar Zale saat Zale tidak ada.

"Dua ribu lunar."

"Ha?" beo Elle terkejut.

Lunar adalah mata uang Kerajaan Minar. Seratus lunar setara dengan satu juta di kehidupan Elle sebelumnya. Pernah ia baca dalam salah satu narasi yang menjelaskan tentang Minar, kerajaan yang dipimpin oleh Zale. Dan di kehidupan ini seratus lunar mampu dipakai bertahan hidup selama tiga bulan.

"Ma-maaf Yang Mulia," segera Elle menundukkan kepala dan meminta maaf sebab takut menyinggung Zale mengingat gajinya senilai dua ribu lunar. "S-saya tadi terkejut, saya tidak bermaksud bertingkah tak sopan."

"Ouh... ada tamu?" Seorang gadis bergaun mewah berwarna biru tua memasuki ruangan dan menatap bingung ke Elle sebelum memusatkan pandangannya ke arah Zale.

"Kau tidak memberitahuku, kenapa?" Gadis itu merengut. "Siapa dia? Pelayan baru?"

"Dia yang akan membersihkan kamar ini." Zale menjawab lalu menepuk paha kanannya, meminta gadis itu datang mendekat dan duduk diatas pangkuannya.

"Aku suka gaunnya." Ucap gadis itu tersenyum dan bergegas menjinjing sisi-sisi gaun lalu berlari kecil menuju pangkuan Zale. "Bagaimana kau tahu aku suka warna biru?"

"Aku tahu segalanya tentangmu." Zale menjawab seraya meletakkan tangannya melingkar pinggang gadis itu.

Carmen Nuove, gadis Zale yang ke-37, dari provinsi ke-37 juga di Minar. Usianya sekitar 20 tahun apabila dilihat dari perawakan wajah cantik mulusnya.

Elle tidak tahu detail wanita itu selain tanggal kematiannya yang jatuh pada malam ini.

"Aku menunggumu dibawah." Bibir Carmen mengerucut, ia sangat menikmati waktu sebulan menjadi gadisnya Zale. "Kau tidak kunjung turun, kenapa?"

"Aku merindukanmu." Ungkap Carmen bermanja dengan membelai dan bergelayut di lengan Zale sebelum menggantungkan lengannya pada tengkuk pria itu lalu mencoba mencuri kecupan yang langsung dibalas cumbuan oleh Zale.

Bukan pertama kali Elle melihat pemandangan orang dewasa bercumbu, memadu kasih bahkan lebih dari sekedar itu. Elle juga termasuk perempuan dewasa di kehidupan sebelumnya, hanya saja ia menjadi sedikit lebih muda di tempat ini dan wajah yang didapatnya juga sangat biasa.

Elle sedikit memalingkan wajah saat ciuman Zale dan Carmen semakin intens. Elle tahu Zale sudah mandi di suatu tempat setelah tadi ia muntahi, tapi tetap saja muntahannya pernah berada di dalam mulut pria itu dan kini pria itu sedang mencium gadis lain yang tak tahu apa-apa soal muntah.

"Hei, apa yang kau lihat?" Carmen menegur Elle.

Gadis itu lantas menatap ke arahnya dengan bingung. "Maaf?" sahutnya.

"Kemarilah," ajak Carmen sembari melambaikan tangan pada Elle. "Ayo main bertiga."

Seketika sepasang bola mata Elle membulat, gadis itu melotot dalam keterkejutan karena ternyata Carmen sama gilanya dengan Zale bahkan mengajak Elle untuk main bertiga. Gila!

Segera Elle menggeleng. "Tidak, tidak. Saya sedang muntaber!"

"Apa itu?" Dahi Carmen berkerut bingung, baru pertama kali mendengar kata 'muntaber' dan tak mengerti maksudnya.

"Saya punya kelainan muntah dan buang air besar  dalam jumlah banyak jika berada di dekat manusia." Celetuk Elle asal.

"Biarkan dia." Zale mengambil alih perhatian Carmen dengan membelai rambut panjang gadis itu lalu mencengkram bagian belakang kepalanya guna ditekan mendekat supaya semakin dalam lumatannya terhadap bibir gadis itu.

"Aku tak ingin dia merusak pagiku untuk yang kedua kali." Timpal pria itu.

"Pagi--mmh..."

Carmen sedikit penasaran, ia mau bertanya tapi ciuman memabukkan Zale berhasil mengalihkan perhatiannya sampai-sampai tak dapat memikirkan hal lain selain kenikmatan bersama pria itu yang akan dilanjut setelah sama-sama basah dibawah.

"H-haruskah saya pergi?" Tanya Elle terbata, takut keberadaannya di kamar ini mengganggu kegiatan erotis pasangan itu.

"Kau bisa--" Carmen akan menjawab namun Zale memotong ucapannya.

"Kau tetap disana." Kata pria itu menitah.

Oh sial, Elle yang malang... sekarang dia harus melihat adegan panas yang biasa disaksikannya melalui situs ilegal secara langsung dan jujur Elle belum siap. Meski Zale dan Carmen secara, sama-sama tampan dan cantik. Tetap saja, Elle merasa dia seperti bocah lugu berusia lima tahun yang terbangun di tengah malam dan tak sengaja menyaksikan kedua orang tuanya tengah melakukan gajah dalam ular.

***



Mommy update setiap hari yaa, awas ada yg minta tiap jam😡 (pengen sih😋)

Biar kalian makin semangat ngumpat Yang Mulia Zale~

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang