10 | Fracture

11.8K 1.1K 45
                                    


"Sudahlah," Elle berucap memecah hening saat pria yang ada disisinya terus saja berjalan seperti orang yang kehilangan jiwanya. "Kau hanya ditinggal menikah."

Sepehr berhenti melangkah dan menatap Elle tajam. "Hanya?" ulangnya.

"Lebih sedih lagi saat kehilangan orang tua."

"Orang tuaku sudah meninggal sejak aku kecil."

"Oh..." Elle menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, sedikit tidak enak hati namun gengsi untuk minta maaf. "Kalau begitu lebih sedih yang punya orang tua namun tidak dapat peran mereka dalam hidup."

"Itu kau?" Tebak Sepehr.

"Bukan. Ya, bisa jadi kehidupan siapa saja kan?"

"Tapi masalahnya bukan itu." Sepehr mencoba membawa Elle kembali pada topik awal yang membuatnya sangat sedih malam ini. "Gadis yang kucintai menikah dengan orang lain."

"Itu artinya dia tidak mencintaimu sebesar kau mencintainya." Sahut Elle ketus.

"Dia mencintaiku!"

"Dan menikah dengan pria lain hanya karena butuh kepastian? Maksudku, dia seharusnya tahu kau sedang berusaha untuk mendanai pernikahan dan kau bahkan beli cincin mahal untuknya. Dia bisa menunggu sedikit lebih sabar, tapi dia tidak lakukan maka ya sudah! Lupakan dia." Seloroh Elle menasehati sekaligus geram dengan orang yang sulit sekali menerima kenyataan bahwa mereka telah ditinggalkan.

"Aku tidak bisa." Sepehr menggelengkan kepalanya.

"Kau tampan, kuat, dan... jika aku teriak kau sedang cari istri para gadis akan langsung berkumpul membentuk antrian!"

"Lagipula..." Elle menjeda sebentar dengan hela nafas. "Semakin umurmu bertambah semakin kau sadar bahwa cinta dari lawan jenis bukanlah satu-satunya hal yang wajib kau miliki."

"Apakah bocah yang umurnya belum sampai 20 tahun berhak menasehati pria dewasa yang lebih tua?" Sepehr mencibir dengan wajah datar, di matanya Elle yang pendek dan kecil seperti bocah lima belas tahun malah.

"Terserah. Awas saja kalau kau gantung diri, ya! Jangan sebut namaku di surat terakhirmu!"

Sepehr menghela nafas kasar dan mengacak rambutnya sebelum menyugarnya cepat ke arah belakang sampai kembali rapih, menunjukkan betapa frustasinya ia saat ini mengenai fakta yang harus ia hadapi.

"Aku sangat mencintainya."

Dan Elle memasang ekspresi ingin muntah mendengar kalimat itu, ia terlalu muak.

"Mengapa kau terus mengejekku seperti itu?" Protes Sepehr.

Seraya mengendikkan bahu, Elle menjawab. "Aneh saja saat melihat ada pria yang benar-benar mencintai pasangannya."

"Aneh?"

"Begini," wajah Elle seketika berubah jadi serius ketika menceritakan kriteria pria yang ada di daerahnya. "Di tempatku para pria haus di kejar-kejar oleh wanita. Jika pria jatuh hati mereka tidak membelikan wanita bunga, memainkan alat musik dan bernyanyi, atau mengajak mereka pergi makan malam. Mereka... menunggu wanita yang disukai menyukai balik dan melakukan segala hal yang kusebutkan pada para pria."

Kening Sepehr berkerut, baru pertama kali ia mendengar kriteria 'pria' yang tidak umum. Aneh.

"Pria semacam itu sungguh ada?"

"Ada! Disini mungkin ada juga, tapi tidak terlalu banyak. Jadi, aneh bagiku jika melihat ada pria yang rela melakukan segalanya demi... ya, kau tahukan?"

Sepehr mengangguk. "Jika kriteria pria yang kau sebut ada disini, akan kutampar wajah mereka satu-satu."

"Ada juga yang menyukai sesama pria, kau mau yang itu?"

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang