22

2.7K 247 20
                                    


   Naufal hanya terdiam, dia terus kepikiran perkataan adiknya dan juga saran yang pernah Ezra dan Febrian berikan.

  Apakah mereka benar-benar egois selama ini, hanya mementingkan ego masing-masing dan hanya ingin Aidan bergantung pada mereka membuat mereka melakukan semua hal.

   Bahkan belum tentu Aidan bahagia atau justru akan semakin membenci mereka, apakah cara mereka sudah benar.

   Tapi kalau kedua preman itu masih ada bukan tidak mungkin Aidan akan tetap memilih mereka.

"Belum siap siap?" Aldy menatap saudaranya yang hanya termenung bahkan sedikit terkejut ketika dirinya memasuki kamarnya.

"Kemana?" Naufal sedikit melirik jam dinding di mana menunjukkan angka 11 malam.

"Lu gak lupa kan kalau Febrian turun balapan malam ini" selidiknya membuat Naufal sedikit mengernyit.

"Gue gak ikut" jawabnya pelan.

"Tumben, lu gak lagi nyembunyiin sesuatu kan?" Aldy semakin menatap Naufal curiga.

"Gak ada lagi males aja gue" Naufal tidak ingin menanggapi saudara kembarnya membuat dia langsung mendorong tubuh Aldy agar keluar dari kamarnya.

 

    Naufal benar benar tidak bisa tidur bahkan sekarang sudah hampir pukul 2 malam namun sepertinya matanya enggan tertutup.

"Gue kenapa sih" kesalnya.

   Entah kenapa tiba-tiba dia terus teringat dengan adiknya.

  Di kamar Aidan sendiri, remaja itu tidur dengan gelisah bahkan keringat sudah mebasahi wajahnya.

"Bang, Aidan ikut bang" lirihnya.

  Naufal mendekati adiknya dengan pelan.

"Aidan, Aidan kamu kenapa?" ujarnya melihat Aidan yang tampak gelisah dalam tidurnya bahkan posisi anak itu tidak berubah tetap duduk di atas lantai sambi kepalanya bersandar ke tepi kasur.  

   Dengan pelan dirinya memindahkan sang adik dan sempat merasakan tubuh adiknya sedikit hangat.

"Panas lagi" buru buru Naufal mencari sesuatu di laci meja, namun dia tidak menemukan apa yang dia cari sehingga membuatnya langsung berlari keluar.

  Tak lama Naufal sudah kembali dengan membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengompres adiknya.

"Bang jangan pergi hiks Aidan ikut" Aidan terus mengigau dan memanggil manggil kedua abangnya membuat Naufal yang sedang mengompres nya langsung terhenti.

"Sekangen itu kah kamu sama mereka Aidan, padahal kita yang keluarga kamu, maaf abang juga gak tau kemana mereka pergi atau bahkan kemana ayah menyembunyikan mereka" setelah merasa tugasnya sudah selesai Naufal langsung pergi dia tidak bisa lama lama dengan Aidan yang terus memanggil nama kedua preman itu.

  Pagi harinya Aidan sedikit mengerjab pelan kala mendengar suara burung yang berkicau di pagi hari hingga dia merasakan sesuatu yang basah di keningnya.

  Tubuhnya masih sedikit lemas bahkan wajahnya sangat terlihat pucat namun Aidan bukan anak lemah, dirinya tau dia mempunyai asma bahkan sepertinya sekarang dia sedang sakit kembali tapi Aidan sendiri pernah mengalami hal seperti waktu masih tinggal bersama kedua abangnya.

  Dirinya menyingkirkan handuk kecil itu dan merasa bingung siapa yang melakukan semuanya padahal dia ingat, dia tertidur di bawah di lantai.

  Aidan memijat pelan keningnya saat tiba-tiba dia merasakan pusing melirik jam kecil di meja samping tempat tidurnya.

  Masih pulul 7 pagi dan semua orang pasti sedang sarapan sekarang.

  Dengan pelan dia tetap berjalan menuju kamar mandi dengan berpegangan pada tembok, dia harus pergi ke rumah lamanya bersama bang Anton dan bang Tian, siapa tau dia bisa menemukan petunjuk sesuatu yang bisa dia gunakan untuk mengetahui di mana mereka sekarang.

 
   Beberapa saat setelah mandi tubuhnya terasa sedikit segar walaupun tidak menutupi wajah pucat nya.

  Aidan beralih menuju ke sebuah lemari pakaian yang cukup besar, dia yakin mereka sudah menyiapkan semuanya, Aidan sendiri memilih memakai celana panjang hitam dan Hoodie hitam untuk kali ini, biarkan saja toh mereka beli buat dirinya.

"Bang, Aidan akan berusaha mencari tau di mana keberadaan kalian, Aidan harap kalian masih baik baik saja" gumamnya menatap wajahnya yang pucat dari kaca.

  Setelah merasa siap Aidan memilih turun dan benar saja meja makan sudah sepi sepertinya mereka sudah berangkat memulai kegiatan masing-masing kecuali nyonya bella yang kini sedang asik duduk menikmati teh dan melihat lihat sosial media.

  Bella sendiri menoleh ke arah tangga saat mendengar suara langkah kaki.

"Sayang, sudah bangun, padahal mama mau membangunkan Aidan setengah jam lagi agar tidurnya sedikit lebih lama" ujarnya sembari menghampiri putranya yang kini terdiam di bawah anak tangga.

"Mau sarapan hm, ayo mommy siapkan" namun langkah Bella terhenti saat merasakan tangan anaknya yang sedikit hangat.

   Buru buru dirinya membuka tudung hoodie yang menutupi wajah putranya.

"Kamu sakit lagi, istirahat ya, mommy panggilkan dokter" ujarnya namun Aidan hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak perlu nyonya, saya baik baik saja" Aidan langsung berlalu begitu saja menuju meja makan.

  Bella sendiri tidak bisa memaksa putranya, kalau dia terus memaksa anaknya yang ada Aidan akan semakin jauh darinya, melihat Aidan yang sudah tidak menolaknya seperti ini saja sudah membuatnya senang.

"Saya akan pergi dan pulang nanti malam, jangan ada siapapun yang mengikuti saya satu orang pun" ujarnya membuat Bella langsung terdiam.

"Kamu lagi sakit" ujarnya membuat Aidan langsung menggantikan makannya.

"Saya yang sakit, saya yang merasakan bagaimana tubuh saya jadi anda tidak perlu sekhawatir itu nyonya Bella" setelah mengatakan itu Aidan langsung terdiam dia meletakkan sendoknya dan langsung beranjak begitu saja bahkan sebelum mommy nya mengatakan sesuatu.




"Sial banget hidup gue, mana satu keluarga isinya setan semua lagi, untung lu cerdas Aidan" dirinya menatap jam tangan yang sempat dia ambil saat melihat kamar Aldy sedikit terbuka.

  Ingatlah Aidan tumbuh dan besar di tempat yang keras, hal seperti ini sudah menjadi makanannya sehari hari.

"Gue jual dulu baru cari makan lagi" gumam nya melihat toko jam tangan di pinggir jalan.

   Setelah mendapatkan uang nya Aidan langsung mencari angkot untuk pergi ke pasar tempat biasanya dia dan bang tama nongkrong ataupun jaga parkir.

"Bu nasi uduk sama teh anget satu" pesannya.

"Loh idan kemana aja, baru keliatan yang lain kemana juga?" Ujarnya pasalnya biasanya Aidan dan dua abangnya selalu membeli makan di warungnya.

"Panjang ceritanya bu, Aidan udah laper nih" gumamnya membuat ibu itu langsung menyerahkan pesanan remaja itu.

   Setelah sarapan Aidan juga membeli satu lagi untuk di bungkus dan dia makan di rumah nanti.

  Dengan pelan dirinya membuka pintu rumah lamanya bahkan beberapa barang yang rusak akibat perkelahian pagi itu masih berserakan.

  Aidan meletakkan bungkusan nasi itu di atas kursi dan mulai membersihkan rumah itu walau dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

   Dia mengumpulkan barang barang yang masih bisa di perbaiki, dia akan coba perbaiki nanti, kalau begini dia lagi lagi ingat dulu bagaimana perjuangan bang Anton dan bang Tama membuatnya meja kecil.


  Ayo jangan lupa vote sama komen oke

EgoisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang