Arah Mata Angin yang Hilang

215 15 0
                                    

Bandung, Juni 1994

"Jalur utara sudah selesai diperkuat bantalannya, Pak!" kata seorang pegawai PERUMKA di Kantor PERUMKA, Bandung. Soemino, direktur utama PERUMKA saat itu gembira mendengar kabar tersebut. "Kalau begitu, cepat hubungi INKA, katakan segera percepat pembuatan kereta baru tersebut!" perintahnya. Pegawai tersebut mengangguk, kemudian keluar dari ruangan tersebut. Soemino memandangi jendela kantornya. 'Akhirnya, semoga tidak terjadi apa-apa,' batinnya.

*********

Jakarta, 29 Juli 1995

"Fyuh, perjalanan kali ini tidak terlalu mengejutkan," kata Lilo keluar dari kabin lokomotif, "Ngomong-ngomong, kita di mana, nih?" tanyanya. Robbie dan Koko tertawa kecil. 'Sepertinya ada yang lupa dengan tujuannya," kata Koko tertawa. "Serius? Kau hanya tertawa?" kata Lilo cemberut. "Sudah, sudah. Kita sekarang berada di Stasiun Jatinegara, Jakarta," terang Robbie dengan tawa, "Dan pada akhir bulan ini, Argo Bromo dan Argo Gede akan dioperasikan. Sepertinya ARS mengincar momen itu," lanjutnya.

'Masinis lokomotif di Jalur 2, Jalur 2, mohon segera ke Ruang PPKA segera'

"Waduh, bagaimana ini?" kata Lilo panik. "Lebih baik sekarang kita berganti pakaian segera, atau tidak hal yang buruk akan terjadi," kata Koko seraya mengeluarkan Kamera Pengganti Baju. Setelah berganti pakaian, mereka langsung menuju ruangan PPKA.

"Jadi, kalian bukan dari Dipo Cirebon?" tanya seorang yang memakai seragam putih hitam dengan logo oranye berbentuk Z dengan tulisan KERETAPI. "Bukan, kami dari tempat yang sangat jauh," jawab Koko santai, "Kami datang, untuk menghentikan sekelompok orang berbaju biru, apa Anda melihat mereka?" tanya Koko. Orang tersebut terkejut mendengar jawaban Koko. "Kalian kenal dengan mereka?" tanyanya. "Yah, secara literal, kami mengenal sebagian orang tersebut," jawab Lilo. "Kalau begitu, saya akan mengantar kalian ke orang yang mengaku datang dari jauh juga, atau masa depan?" katanya. Koko dan Lilo tertegun. 'Mungkinkah?' batin Koko.

********

"Permisi, Anda kedatangan tamu, Pak." Turangga yang sedang duduk minum kopi langsung menaruh kopinya. Ia melihat ke arah pintu. Di sana berdiri dua orang berpakaian sama dengan pegawai yang mengantarkannya, namun salah satu orang tersebut terlihat familiar. "Kakek, ini aku, Koko," kata Koko. Kakek yang telah lama hilang, kini berdiri di depannya. "Kau sudah besar, sepertinya dari masaku kau masih berumur 5 tahun," katanya tersenyum. Koko ikut tersenyum.

"Jadi, kenapa kakek ada di sini?" tanya Koko. Turangga tertawa, "Kau tau, uji coba mesin waktu, dan kakek berhasil," katanya bangga, "Lalu, apa yang membuatmu ke sini?" tanyanya. "Kek, akan ada pembelotan dari dalam ISR, orang-orang yang mungkin kakek dan aku kenal," cerita Koko, "Mungkin nanti kakek akan melihat mereka, karena mereka juga berada di masa yang sama dengan kita," lanjutnya. "Hm, kakek sudah duga," kata Turangga melanjutkan minum kopinya, "Karena jujur saja, sudah ada, kalau tidak salah, tiga orang dari ISR yang meminta prototype dari alat ciptaan kakek," lanjut Turangga. Koko dan Lilo mendengarkan dengan serius, sampai ada suara teriakan meminta tolong dari area stasiun. "T-t-tolong! Ada orang aneh berbaju biru itu lagi!" Koko langsung memberikan kode ke Lilo dan Turangga untuk segera meninggalkan ruangan menuju area stasiun, namun Turangga tampaknya menolak. "Ko, jika kakek bertemu dengan orang itu, mungkin realitas dan waktu akan terganggu. Lebih baik kakek langsung kembali saja ke masa kakek," katanya, "Aku akan menyampaikan semua yang kau bilang sekarang, kepada Koko yang ada di masa kakek dan pegawai ISR yang juga ada di masa kakek," lanjutnya. Koko mengangguk, dan langsung meninggalkan ruangan bersama Lilo. "Semoga berhasil, Koko," kata Turangga.

*********

Koko dan Lilo sampai di emplasemen stasiun, mendapati waktu terhenti. "Koko, Lilo, hati-hati! Aku mendeteksi ada dua orang dari ARS, tepat dibelakang kalian." Koko dan Lilo langsung membalikkan badan mereka, dan mendapati dua orang berpakaian biru sudah di belakang mereka. "Cih, hanya bocah?" kata salah satu dari mereka, "Aku tak habis pikir bagaimana Rajawali bisa kalah dari mereka berdua?" "Muta! Jangan meremehkan mereka!" balas temannya. "Empu, sesuai namamu, kolot," balasnya. Koko dan Lilo terdiam, "Ko, kenapa malah mereka yang bertengkar?" bisik Lilo. "Hey, bocah! Jangan sembarangan kalau ngomong!" kata orang ARS itu marah. "Wajarlah mereka marah, kita kan belum mengenalkan diri kita," balas temannya, "Maafkan kami, di mana etika kita? Perkenalkan, saya Empu Jaya, dan perempuan pemarah itu Mutiara Utara," kata Empu. "Empu? Bukankah kau mantan Direktur Keuangan saat Taksaka menjabat?" tanya Lilo, "Dan itu Mutiara Utara kan? Bukankah ia dulunya bagian dari 'The Wind', kelompok saat di akademi dengan pencapaian terbaik?" "Ya, ya, ya, terserah kalian mau apa, yang penting sekarang saatnya menghancurkan kalian bocah!" kata Muta. Ia kemudian mengeluarkan alat mirip pistol. "Koko, Lilo, segera kabur! Alat yang ia keluarkan adalah Pistol Hipnotis! Jangan sampai kalian kena!" kata Robbie. "He he he, tenang saja, aku tidak akan menembakkan ini ke kalian," tawanya, "Tapi ke mereka!" Muta menembakkan Pistol Hipnotis kepada pegawai-pegawai PERUMKA yang ada di area stasiun. Setelah tertembak, wajah mereka terlihat seperti zombie. "Serang mereka!" perintah Muta. Seketika para pegawai tersebut mendatangi Koko dan Lilo, membawa peralatan yang ada di sekitar mereka. "Gawat, mereka harus kita sadarkan!" kata Koko. "Ha ha ha! Selamat bersenang-senang sambil menunggu kami menggagalkan peresmian Argo Bromo!" kata Muta. "Sudah aku bilang jangan terlalu berlebihan," kata Empu seraya membuka lubang waktu. Mereka berdua kemudian menghilang ke dalam lubang waktu tersebut. "Tunggu!" kata Lilo mencoba mendekat ke lubang waktu itu, namun terhalang oleh para pegawai yang terhipnotis. "Ugh, kita tidak bisa melangkah lebih lanjut," keluh Lilo. "Ayo, kita kembali ke Robbie saja!" kata Koko. Lilo mengangguk, kemudian berlari bersama Koko menuju Robbie.

Stasiun WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang