Fünf: Midnight.

3K 161 8
                                    

"Kau serius, Bree?"

Abigail tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Aubree mengatakan kalau mata Vladimir saat di ruang makan berwarna hijau, sedangkan di dek kapal berwarna biru.

"Serius, By! Matanya warnanya hijau!"

Abigail menghela napas panjang. "Mungkin itu efek cahaya. Kau ingat teman kecil kita Jansen? Matanya warnanya biru kan? Tapi waktu terkena sinar warnanya berubah."

Aubree memutar bola matanya kesal. "Terserah kamu deh. Kalau gak percaya ya sudah!" kata gadis itu dengan kesal. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintunya dengan kasar. Tiba-tiba...

"AAAAHHHH!"

Abigail segera bangkit berdiri dan berlari menuju pintu kamar mandi. "Bree! Bree! Ada apa!?"

Ia mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali dan berusaha untuk membuka pintunya. Tetapi pintunya terkunci dari dalam. "Bree! Buka pintunya!" Tetapi tidak ada jawaban.

Abigail pun tak kehabisan akal. Ia mengambil sebuah kursi, lalu membenturkan kursi itu pada pintu kamar mandi, dan usahanya berhasil. Pintunya terbuka.

Aubree terduduk di atas lantai kamar mandi. Wajahnya pucat pasi. Mata abu-abunya menatap cermin raksasa di kamar mandi dengan tatapan kosong.

"Aubree! Ada apa?"

Abigail menghampiri sahabatnya dan membantunya berdiri. Gadis itu menepuk bahu Aubree pelan. "Cermin. Cerminya... ada... ada darah, By!" pekik Aubree dengan gagap.

Gadis berambut cokelat tua itu mengamati cermin raksasa itu dengan seksama. Tidak ada bercak darah sekalipun. Ia mengernyitkan dahinya bingung.

Mungkin temannya ini sudah gila ya?

"Tidak ada apa-apa kok. Sudah, sudah. Ayo, kamu butuh istirahat, Bree." Abigail membantu Aubree untuk berjalan menuju tempat tidurnya. Tubuhnya sangat lemas seperti jeli.

"Minum obat ini. Ini obat penenang. Kau membutuhkannya," kata Abigail sambil menyodorkan sebutir pil berwarna putih kepada Aubree.

Gadis itu segera mengambil obat itu dan menenggaknya dengan air putih. Ia sangat membutuhkan obat itu untuk menenangkan pikirannya yang sangat kacau.

"Sekarang, kau tidur ya?"

***

Knock, knock, knock!

Suara ketukan pada pintu kamar Abigail membuat gadis berambut cokelat tua itu membuka matanya secara perlahan, meskipun terasa sangat berat.

Lalu, gadis itu bangkit dari tempat tidurnya dengan malas, dan menyalakan lampu kamarnya.

Saat itu sekitar pukul dua belas malam. "Siapa sih yang datang malam-malam begini?" gerutu Abigail.

Matanya terasa berat, dan sendi-sendi tubuhnya masih terasa lemas semua. Kepalanya juga terasa pening karena ia dibangunkan secara tiba-tiba.

Lalu, ia berjalan menuju pintu kamarnya, dan mengintip dari lubang kecil yang terdapat di pintu kamarnya.

Ia melihat sosok yang sangat familiar baginya berdiri di depan pintu kamarnyanya. Itu Vladimir. Pemuda Rusia yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu.

Tangannya terulur untuk membuka kenop pintu. Setelah pintunya terbuka, ia pun tersenyum kecil. "Halo, Vladimir. Ada apa malam-malam begini ke kamarku?" sapa Abigail dengan suara parau.

Vladimir menatap gadis itu dengan gelisah. "Kau harus lari dari sini! Di sini tidak aman!" kata pemuda itu. Mata hijaunya menatap Abigail dengan cemas.

Bahunya naik-turun seiring dengan napasnya yang terengah-engah. Abigail menaikkan alisnya sebelah. "Vladimir, tenanglah. Memangnya ada apa?"

Pemuda itu menaikkan alisnya sebelah. "Aku bukan Vladimir!"

"Tapi, kau memperkenalkan dirimu sebagai Vladimir tadi."

"Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Kau harus lari!" Mata hijaunya memancarkan rasa ketakutan yang luar biasa.

"Selamat malam."

Suara bass yang sangat rendah itu membuat Abigail dan Vladimir terlonjak kaget. Mereka menoleh dan mendapati kapten kapal Titanic II sedang berjalan menghampiri mereka berdua.

Benar kata Aubree, batin Abigail. Wajah kapten kapal Titanic II sangat mengerikan. Tubuhnya menjulang tinggi dan bahunya lebar.

Matanya tajam dan berwarna merah. Entah apa ia salah lihat atau tidak. Mungkin saja ia sakit mata kan?

"Maaf, Tuan. Seharusnya Anda berada di kamar Anda. Bukannya keluyuran malam-malam dan mengganggu penumpang lainnya."

Kapten itu menarik tangan Vladimir dengan kasar. Pemuda itu langsung memberontak. "Hei! Hei! Lepaskan aku! Dasar setan!"

"Sepertinya Anda harus bersekolah lagi, Tuan. Apakah Anda tidak diajari sopan santun? Saya manusia, bukan setan!" bentak Kapten itu. Ia menggiring Vladimir menjauh dari kamar Abigail.

"Maaf atas terganggunya tidur Anda, Nona!" kata kapten itu dari jauh.

"Tunggu, Kapten! Lepaskan dia!" kata Abigail.

Kapten itu menatap Abigail sejenak, lalu melepaskan Vladimir sesuai perintah gadis itu. "Baiklah, Nona."

Abigail tersenyum simpul. "Danke." Tak lama kemudian, tubuh mereka menghilang dari pandangan Abigail.

Setelah itu, ia masuk ke dalam kamarnya dan berusaha untuk kembali tidur. Tetapi, tiba-tiba ia tersentak kaget. Ia baru menyadari sesuatu. Aubree benar.

Mata Vladimir hijau. Bukan biru.

***

Dictionary:

Danke: Terima kasih.

Titanic IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang