Vierzehn: The Truth about Everything.

2.4K 168 3
                                    

Setelah mengerjapkan matanya berkali-kali, akhirnya Abigail kembali ke dunia nyata. Dimana saat ini ia berada di atas perahu karet bersama temannya, Aubree.

Dan, Othello dengan jiwa Vladimir di dalamnya berdiri di atas kapal Titanic II yang beberapa hitungan detik lagi akan tenggelam.

Abigail hanya duduk dalam hening. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Sebuah memori lama seorang Vladimir Dvorak. Ia tidak pernah penyangka kalau Vladimir adalah...

Cinta pertama Ibunya.

Gadis itu tahu dan dapat berasakannya. Betapa mirisnya tragedi percintaan antara Vladimir dan Ibunya, Clarissa.

Semuanya ini adalah keinginan Kakeknya untuk menikahkan Ibunya dengan Ayahnya, Timothy Heinz.

Sudah jelas semuanya. Othello (alias Vladimir) yang terlihat terkejut sekaligus berseri-seri ketika mendengar nama marga Abigail, Heinz. Serta penyesalan Kakeknya tempo hari.

Dan, Vladimir-lah yang meminta Ibunya untuk memberi ia nama Abigail. Ia sungguh berterima kasih dengan Vladimir.

Entah mengapa. Abigail juga tidak tahu. Vladimir memang bukan Ayahnya, tetapi ia sangat menyayanginya seperti Ayahnya sendiri..

Naasnya, ia tidak bersatu dengan gadis yang ia cintai. Malahan, ia tenggelam dalam tragedi kapal Titanic tahun 1962. Persis dengan apa yang dikatakannya tiga puluh tahun yang lalu kepada wanitanya, Clarissa.

Abigail sudah tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar lagi. Ia benar-benar merasa kasihan dengan Vladimir. Andai saja, ia dapat merubah semuanya.

Memang, dia tidak akan dilahirkan di dunia. Tetapi ia sudah cukup senang melihat Vladimir dan Ibunya hidup bahagia selamanya. Sayangnya, ia tidak dapat melakukannya.

"Othello! Ayo, turun!"

Suara melengking itu menyadarkan Abigail kembali. Ah, bagaimana bisa ia asyik sekali berlamun ria, sedangkan kapal pesiar di depannya hampir tenggelam. Dan Othello, temannya masih ada di atas kapal itu.

"Othello!"

Pemuda itu langsung melihat ke sekeliling. Sepertinya ia baru menyadari kalau ia sedang berada di atas kapal yang hampir tenggelam.

"Lompatlah!" perintah Aubree.

Pemuda itu mengumpulkan segenap keberaniannya, dan langsung loncat dari atas. Tubuhnya mendarat dengan mulus di atas permukaan perahu karet.

Abigail dan Aubree langsung mendayung dengan tangan mereka dan membawa perahu karet berwarna jingga itu menjauh dari kapal Titanic II.

Setelah merasa cukup jauh, mereka menyaksikan kapal Titanic II yang sangat membanggakan dan dibanggakan itu tenggelam.

"Fiuh, sudah selesai semuanya."

Akhirnya, Aubree dapat bernapas lega. Begitu juga dengan Abigail. Lalu, gadis itu memalingkan pandangannya kepada Othello yang tergeletak di atas perahu dalam keadaan pingsan.

"Othello?" Gadis itu menepuk pipi Othello dengan pelan, berusaha untuk menyadarkan pemuda itu.

Pemuda itu tetap bergeming. Lalu, ada semacam roh keluar dari tubuh Othello. Roh seorang pemuda. Dan Abigail langsung tersentak kaget. Pemuda itu adalah...

Vladimir.

Abigail mengakui, Vladimir sangat tampan. Rambut ikalnya berwarna cokelat muda, matanya berwarna biru dan sangat meneduhkan, dan ia memiliki hidung mancung khas orang Rusia.

Tidak salah kalau Ibuku menyukainya, batin gadis itu.

"Abigail, aku sangat senang bertemu denganmu. Kau mengingatkanku kembali kepada Ibumu. Wajah kalian berdua sangat mirip," kata Vladimir. Senyumannya mengembang.

Air mata Abigail kembali mengalir. "Ibu Abigail? Ada apa sebenarnya?" tanya Aubree dengan bingung.

"Vladimir adalah... cinta pertama Ibuku," jelas Abigail dengan suara parau. Aubree langung tersentak kaget.

Gadis itu hanya duduk mematung di tepian perahu karet, sambil memandang Abigail dan roh Vladimir.

"Abigail, bisakah kau menyampaikan salamku kepada Ibumu?"

"Tentu saja, Vladimir. Apapun."

Vladimir terdiam sejenak. Ah, perkataan itu. Clarissa, Clarissa. Aku merindukanmu. Kau tahu? 

Saat ini, di depanku, ada seorang gadis cantik yang tak lain adalah putrimu sendiri. Abigail. Andai saja ia juga putriku, batin Vladimir.

Vladimir akhirnya angkat bicara. "Katakan bahwa aku mencintainya. Sangat mencintainya. Begitu juga denganmu, Abigail. Aku mengasihimu seperti putriku sendiri.

"Berjanjilah padaku. Jadilah gadis kecil yang baik. Ayah dan Ibumu pasti sangat menyayangimu. Sekarang, kau bisa pulang dan hidup dengan tenang."

Tangsian Abigail semakin menjadi. "Aku berjanji," kata Abigail disela isakannya. Vladimir tersenyum lebar.

Tangannya yang tembus pandang itu mengusap air mata yang membasahi pipi, lalu ia mencakup pipi Abigail. Gadis itu memejamkan matanya, merasakan kehangatan tangan Vladimir.

Pemuda itu merasa lega. Sekarang ia bisa pergi dengan tenang. "Aku pergi dulu, Abigail. Jaga Clarissa untukku."

"Aku akan melakukannya untukmu, Ayah."

***

Titanic IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang