Abel: Bab 01 || Short Ver.

113K 5.7K 1.6K
                                    

Versi tanda tangan hanya isa dibeli di Shopee: Andhyrama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Versi tanda tangan hanya isa dibeli di Shopee: Andhyrama

Harga Rp79.000 diskon 15% menjadi Rp67.150

Jika tidak punya shopee bisa pesan melalui nomor: 0896-8737-8077

Versi non-ttd bisa dibeli di toko-toko buku baik online maupun offline.

***

Ini adalah versi lama yang belum diedit, berbeda dengan versi buku yang sudah direvisi dan lebih lengkap.

****

Aku masih merasakan sakit-sakit di pipi tembemku, rambutku masih banyak yang rontok dan banyak luka di tangan karena cakaran kucin garong bernama Didi itu. Sekarang istirahat, untung saja tidak ada anak kelas yang melaporkan kejadian tadi pagi ke pihak guru. Aku yakin mereka bukannya peduli tapi karena ingin melihatku dan didi bertarung lagi seperti pesumo. Itu alasan mereka. Kejam sekali.

Aku ambil tiga kotak bekalku, aku akan makan yang warna merah lalu kuning lalu yang hijau. Gimana ngga gendut kalau tiap hari bekalnya tiga kotak. Tapi aku kan sudah diet, biasanya empat kotak sekarang tiga, dan aku berhasil diet, setidaknya pertambahan berat badanku menurun dari dua kilogram perbulan menjadi 1,9 kilogram perbulan. Itu hebat bukan.

"Maafin aku yah Ndut!" tiba-tiba muncul Didi di hadapanku.

"Iya aku maafin," ucapku melahap ayam goreng dengan dua kali gigitan.

"Kalau kamu maafin aku, aku minta ayam gorengnya dong!" ucapnya memelas.

"Entar sisanya aja!" jawabku.

"Abel maafin aku," Didi mengulangi hal yang sama lagi, dasar keong racun, dia cuma ingin minta ayam gorengku.

"Udah nih ambil!" ucapku menodongkan kotak makanku.

Dia dengan cepat mengambil dua potong paha ayam punyaku dan kabur dengan cepat. Dasar anak ngga tahu malu udah ngata-ngatain sekarang minta-minta.

Aku memutar-mutar kepala sembari memasukan ayam lagi ke mulutku. Aku mencari Albi, di mana dia? Aku pengin digodain. Eh ngapain aku nyariin dia. Dia tadi jahat sama aku. Aku harus fokus makan, kata Mama aku harus makan banyak biar kuat menghadapi kejamnya dunia. Kata Papa aku harus makan banyak biar kalau mati lemaknya bisa disumbangin.

"Eh Ndut! Makan ayam mulu, ngga bosen?" tanya Albi yang tiba-tiba muncul. Antara seneng dan sebel jadi satu.

"Pergi dah sana! Jangan bilang mau minta!" ucapku mengusir.

"Eh sadar dong, lemakmu ini udah teriak-teriak minta dikempesin," Dia menggoyang-goyangkan lemak di lengan atasku," tuh liat!"

"Diem dah! Sana pergi! Kamu tuh yang kurang gizi, tumbuh tuh ke samping ngga ke atas doang!" ucapku sewot.

"Apa kamu bilang?" dia bertanya sambil ketawa dan ketawanya manis banget, tapi aku sebel.

"Ya udah sih, lemak-lemakku inih!" ucapku kembali melanjutkan makan ayam.

"Ayamnya buat aku, lalu aku kasih kamu bekal yang aku buat sendiri! Gimana?" tanyanya menawarkan.

Aku ingat dia memang suka masak. Keluarganya punya restoran dan dia kadang menjadi koki di sana. Aku pernah ke restorannya bersama keluargaku, dan dia yang menghidangkan makanannya untuk kami, lalu pagi-paginya di sekolah dia menertawaiku dan mengolok-olok bahwa keluargaku adalah keluarga paus, gede-gede semua, kampret sekali dia.

"Ini bekalku!" ucapnya memberikan kotak makan berwarna biru padaku.

"Tuh ambil! Tanganku kotor!" ucapku menunjuk ke kotak kuning dan hijau yang ada di meja.

Lalu dia pergi setelah mencubit pipiku yang tembem. Mungkin dia gemes banget dengan keunyuan pipiku yang tiada tara. Dan aku yakin dia tidak akan memakan ayamku, paling juga dikasih teman-temannya, yaudah sih gapapa, yang penting aku mendapatkan bekalnya.

Aku penasaran aja, bekalnya kayak gimana. Setelah aku buka isinya cuma daun-daunan, emang aku kambing atau gimana ini? Kucoba makan aja, mengunyahnya perlahan eh rasanya boleh juga, kuhabiskan hanya dengan tiga kali suapan. Dan aku langsung merasa kurus, tapi itu hanya ilusi, aku melihat tubuhku sama saja.

Saat pulang sekolah aku menunggu jemputan dari kakakku. Bang Jono. Lam sekali aku menunggu sampai lemak-lemak ditubuhku minta pulang untuk dimandiin. Lalu datanglah si tengil, Albi.

"Nungguin jemputan Ndut?" tanyanya keras.

"Udah tahu nanya! Pergi sana!" ucapku mengusir.

"Kok sewot, aku mau ngembaliin kotak bekal nih!" ucapnya memberikan dua kotak bekalku, aku juga memberikan kotak bekalnya.

"Eh, rus! Itu tadi makanan apa sih?" tanyaku.

"Albian Salad," jawabnya.

"Apa-apaan itu, jangan-jangan ada Albian Chiken, Albian Burger, Albian Pizza, Albian Ketoprak, Albian Pecel," ucapku tidak terima namanya seperti itu.

"Kalau kamu datang ke restoranku aku masakin yang enak deh, Ndut!" ucapnya.

"Ah males," ucapku.

"Geratis gimana?" ucapnya menawarkan.

"Boleh-boleh," jawabku mantap karena naluri tidak bisa dibohongi.

"BBM aja yah kalau mau mampir, dadah Endut, awas lemakmu meledak!" ucapnya langsung lari menuju mobil hitam yang terparkir di depan sekolah.

"Awas tuh, entar ada angin terbang dah!" teriakku.

Secara tidak langsung dia mengajakku makan bersama, lumayan juga geratis, orang tuaku menghabiskan hampir lima juta buat makan di restorannya, pantas aja sih kami memesan versi triple untuk setiap orang. Belum ditambah minum dan pajak, membengkak dah biaya sekaligus bengkak juga nih perut.

DUNG! DUNG! DUNG! Karena ngga ada kerjaan aku memukul-mukul perutku seperti gendang. Dan tak lama mobil merah kakakku datang.

"Bang Jono!" teriakku segera berlari ke arahnya.

Di rumah aku bercermin di kamarku, menatap diriku yang semakin hari semakin melar. Aku rasa aku cantik, punya kulit putih, dan mata yang terang. Hidungku kalau tidak tenggelam oleh tembemnya pipi juga mancung. Apa aku perlu sedot lemak yah, ayahku pasti mau membiayai semuanya. Tapi bagaimana kalau itu malah akan menjauhkanku dari Albi. Dia akan menganggapku gadis biasa lainnya, tidak ada yang istimewa denganku.

Aku unyu, aku percaya aku unyu. Menyubit pipiku sendiri dan menampangkan wajah konyol ke cermin aku sadar, aku tak perlu mengubah apapun dari diriku. 

"Abel turun! Steak daging sapi jumbonya udah matang! Buat kamu mama tambahin ayam guling tiga ekor!" teriak mama dari lantai bawah.

"Aku tidak mau makan! Aku mau makan di luar aja!' teriakku.

"Jadi bagianmu itu buat abang aja yah?" jawab mama. 

Aku tak menjawab dan dia tahu aku mengatakan iya. Aku akan menuju restorannya Albi. Tadi aku sudah BBM dia, ping enam belas kali dan dia cuma read, berarti dia sudah tahu. Oke, capcus!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ini Cinta, Ndut! [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang