II. Tertidur

13.5K 1.1K 75
                                    

Dua puluh jam.

Sudah dua puluh jam sejak Yoongi terbangun didalam kamar merah jambu. Ia melihat pintu tapi tidak bisa membukanya. Ia melihat jendela tapi tidak tahu ada apa dibaliknya. Yang ia tahu hanya ruangan bernuansa pink dengan beberapa aksesoris bercorak zebraㅡkarpet, tempat duduk didepan cermin dan sisi lemari. Pada jam keduapuluh ini, Yoongi mulai lelah berpikir; tentang dimana dia sebenarnya, sosok yang melayang, juga cara keluar dari ruangan itu.
Mengenai sosok melayang bernama Seokjin, entah kenapa ia bisa dengan mudah membuka pintu dan melangkah keluar sementara Yoongi tidak.
“Kamar Jimin? ‘Kamar Jimin’ apa?” Tanya Yoongi ketika pertama ia terbangun dan disambut kehadiran Seokjin. Ekspresinya antara bingung dan ragu.
“Ah, benar. Karena ini ‘Kamar Jimin’, tentu saja kamu melupakan Jimin.”
Alis Yoongi mengerut. “Tak bisakah kau bicara lebih jelas?” Lalu Seokjin mengedik bahu, berjalan mendekati jendela, berlagak mengamati pemandangan diluar padahal Yoongi hanya bisa melihat warna putih terang dibaliknya.
“Nikmati saja, nanti kau akan tahu.” Ia tersenyum dan beralih menuju pintu, memutar kenop, sempat menengok Yoongi sebelum kakinya benar-benar melangkah keluar. “Jangan lupa untuk membuat kenangan yang bagus, tidak boleh nakal.”ㅡBLAM, pintu ditutup dan sosoknya lenyap. Bahkan hingga di duapuluh jam berikutnya, Yoongi masih tidak paham pada satupun kalimat yang disampaikan Seokjin.

Bibirnya meloloskan lenguhan. Walaupun hanya terbaring diatas tempat tidur beralas warna pastel, tapi Yoongi memang merasa selelah itu. Kabar baik, sekarang lelaki pengantar cerita kita ini mulai kelaparan. Kabar buruk, hal gila baru saja terjadi dalam kamar: terdengar denting-denting peralatan makan, yang ternyata kemunculan sebuah meja dengan sajian lengkap diatasnya. Muncul begitu saja. “Aku pasti sudah gila. Ada apa kemarin malam sampai aku terbangun ditempat begini?” Gelisah, Yoongi kembali berkutat pada kenop pintu, mencari kalau-kalau lubang kuncinya muncul seperti kasus meja makan sesaat lalu. Tapi, ia malah hanya mendengar ketukan. Oh, bagus, ada yang mengetuk pintu. Yoongi bisa memberitahu kalau ada masalah pada kenop itu, siapapun diluar pasti akan mencoba membantu dan setelahnya Yoongi bisa keluar dari sana. Ide bagus. Maka Yoongi memutar kenop, menyiapkan diri untuk berakting seolah baru menyadari kalau pintunya rusak. Tapi, sayangnyaㅡanehnya, pintu itu terbuka.
“Halo, hyung. Sudah bangun?” Seseorang menyapa dari balik papan kayu yang perlahan menganga. Laki-laki, remaja, tersenyum lebar hingga matanya melengkung. Yoongi belum sempat mengintip area dibelakang si tamu ketika tamu itu merangsek dan menyeret Yoongi untuk duduk bersama. “Bagaimana tidurmu?” Ia menuang teh dari dalam teko diatas meja-makan-dadakan, menyuguhkannya pada Yoongi, sementara si tokoh utama cerita memasang wajah sinis bukan main. “Kau siapa?”
Hening.
Tamu tadi menjawab, “Jimin.”
Hening lagi.
“...”
“...”
Masih hening.
Jimin tertawa, memukul lengan Yoongi dengan maksud bergurau. “Ayolah, apa kau tidak menyukai kamarku?” Ting-tong, benar, akhirnya Yoongi paham apa yang dikatakan Seokjin mengenai ‘Kamar Jimin’: ruangan merah muda ini adalah milik bocah didepannya. Tidak menunggu waktu untuk sekedar basa-basi, Yoongi langsung bertanya mengenai ‘mengapa aku bisa ada disini?’. Jimin balik bertanya. “Biar kutebak, kau pasti mau keluar dari sini ‘kan?”
Yoongi menggerakkan bibir, ‘bingo’, sambil berlagak menembak kearah Jimin menggunakan jari. Tentu saja itu membuat Jimin mengikik geli. Ia mengangguk, berkata pada Yoongi kalau pintu kamar itu tidak pernah dikunci dan bukan hal sulit untuk keluar dari sana. Tapi Yoongi berkalut kalau kenop itu bahkan tidak bisa diputar.
Jimin meninggalkan kursi, memutar kenop dan taa-daah, pintunya terbuka. “Kau yakin ini rusak? Kurasa tidak ada masalah.”
“Pintu sialan,” Yoongi mendesis, berjalan kearah pintu kemudian terpeleset hingga jatuh. Jimin tahu itu pasti sakit; kepalanya langsung beradu dengan lantai.
“Kurasa, lantainya juga sialan.” Gurau Jimin, menertawai Yoongi yang kini terduduk mengusap kepala. Benar, ini sakit sekali. Yoongi bisa merasakan kalau ia gegar otak. Pikiran dramatis. Ia memutar tubuh dan merangkak kearah tempat tidur, membuat Jimin bingung. “Kenapa? Pintunya sudah terbuka, keluarlah.”
Sialan, aku memang akan keluar. Tapi nanti, kalau kepalaku sudah lebih baik, benak Yoongi menjawab. Ah, penglihatannya berputar-putar.

YoonMin: Sleep WellWhere stories live. Discover now