VII. Terbangun

10.4K 1K 136
                                    

"SLEEP WELL"
Bagian VII, akhir

[ Terbangun ]

Hari keenam.

Atas izin Tuan Bang, kini Yoongi dan Jimin ditempatkan dalam satu kamar. Beberapa saat lalu sebelum ia meminta Namjoon untuk pergi, dua pasien itu nampak sangat sehat, bahkan Yoongi diizinkan untuk rawat jalan mulai besok. Sebelum pergi, Tuan Bang telah menceritakan kronologi yang terjadi pada jasad pasiennya, Yoongi dan Jimin langsung memahami penjelasan Tuan Bang yang membahas soal hantu puteri; karena mereka memang berhadapan dengan hantu itu walau mulanya Jimin kaget saat mengetahui bahwa ada hantu yang masuk kedalam mimpinya.
"Gelombang energi Park Jimin dengan puteri itu sama. Keduanya dibayang-bayangi oleh perasaan khawatir dan pikiran negatif soal masa depan, kalian juga menganggap bahwa kalian gagal dalam hidup.
Ketika Jimin bertemu puteri didalam mimpi, tidak ada satupun dari mereka yang tahu kalau Yoongi akan hadir. Alasannya karena energi Yoongi itu kuat hingga bergesekan dengan milik Jimin, membuatnya terseret masuk. Dan karena energi Yoongi terlalu kuat, puteri tidak mampu mengusir kehadirannya sehingga yang terjadi adalah Yoongi ikut tertidur."
Kira-kira itu yang bisa diingat Yoongi perihal kenapa bisa dua orang memimpikan hal yang sama, bahkan berkaitan. Ketika Tuan Bang menambahkan tentang puteri yang mengajak bermain, Jimin agak merinding.

"Kamar ini?" Namjoon buka suara segera setelah Tuan Bang menyeretnya ke kamar yang sampai kemarin menjadi tempat Yoongi dirawat; kamar puteri. Belum memberi jawaban, Bang meminta Namjoon untuk duduk dan mendengarkan semua yang akan ia bicarakan. Mulanya, ia memastikan apakah Namjoon cukup penasaran pada kasus yang baru ia hadapiㅡapa yang ia sebut sebagai koma-somnia dan juga penyebabnya, yang memberinya sebuah anggukan mantap.
"Boleh aku bertanya?"
"Tentu." Namjoon menatap pria dihadapannya dengan sungguh-sungguh. Tuan Bang mendengung, menghela nafas. "Kau harus percaya bahwa semua ini memang diluar urusan medis. Kejadian ini bukan yang pertama kalinya, aku sudah memberitahu sebelumnya 'kan?"
Entah kenapa Namjoon mulai tegang. Mungkin karena ia teringat bahwa sang puteri mengenalnya, bahkan nama lengkapnya. Namun ia tetap mengangguk, rasa penasaran lebih dominan daripada ketegangan ini.
"Dokter Namjoon," Tuan Bang membalas tatapannya. "Kau mengenal puteri."
"Aku mengenalnya?"
"Aku hanya mengatakan hal ini padamu: puteri mulai merasuki mimpi-mimpi pasien setelah kau datang dan bekerja di rumah sakit ini."
Sungguh, itu membuat Namjoon kehilangan kata. Semua yang seharusnya terucap seakan melekat diujung lidah, tertahan begitu saja. "Dia ingin bertemu denganmu, tapi dari sekian kali ia mencoba, orang yang cukup kuat untuk ia rasuki hanya Yoongi. Itu penyebab kenapa kali ini kasusnya agak rumit."
Hening sesaat sebelum akhirnya Namjoon mampu menggerakkan bibir. "Bertemu denganku?"

"Hyung,"
"Hadir."
"Hahaha."
"Apa yang kau tertawakan?" Yoongi tersenyum geli, mengacak rambut hitam Jimin pelan. Oh, begitulah ia mengagumi sosok disampingnya. Jimin mendengung, karena ranjang mereka berdempetan, jarinya bisa memintal piyama Yoongi dan memang itu yang sedang ia lakukan sekarang.
"Kamu melihat semuanya," Jimin menjauhkan lirikan dari mata Yoongi. "Pikiranku."
"Itu mimpi, Jim."
"Tapi, kamar itu benar-benar pikiranku dan kau membuka bukunya, hyung."
Sekarang Yoongi tahu apa yang sebenarnya ingin disampaikan Jimin. Soal itu, sifat asli yang disembunyikan dari Yoongi. "Lalu?"
Jimin mendengung lagi, menarik nafas dengan gagap. "... Aku seperti itu."
"Yeah, lalu?"
"Mmm..."
"Hmm." Yoongi masih bermain dengan poni ditangannya.
"Apa sekarang kau membenciku? Kau sudah tahu semuanya."
Yoongi diam, matanya lurus menatap rambut Jimin tapi pikirannya seolah terpental jauh. Apa yang ada dalam kepalanya mungkin sesuatu yang tidak bisa ia katakan tapi harus disampaikan. Tidak, tidak sekarang. Tidak pada saat Jimin masih terbaring dengan rusuk yang menggeser dari tempatnya.

Namjoon menarik nafas cepat-cepat ketika Tuan Bang, barusan, menyampaikan bahwa sang puteri ada didalam kamar, menyertai percakapan mereka, menjadi pendengar. Bagaimana puteri bisa mengenalnya? "Perlu kusebutkan ciri-cirinya?" Tanya Bang.
"... Silahkan."
"Usianya sekitar delapanbelas," Namjoon diam, menerka-nerka. Siapa itu?
"Bahu yang lebar,"
Alisnya bertaut sedikit.
"Oh, biar kuberitahu, puteri hanya caraku menyebutnya tapi dia adalah laki-laki."
Laki-laki dengan bahu lebar berusia delapanbelas tahun. Namjoon mematung, matanya melebar dan sesaat ia tak bisa merasakan udara sekitar. "... Itu-" Ia tahu sekarang. Ia tahu siapa puterinya. Puteri yang harusnya sudah berusia dua puluh lima jika saja sekarang ia masih bernafas.
"Bibir yang tebal,"
"Aku tahu dia..."
"Hari ini ia mengenakan topi merah muda. Kau tahu topi itu?"
Namjoon membungkuk, menghalau wajah dengan dua telapak tangannya yang terasa dingin dan kebas. "Ya, aku tahu." Suaranya gemetar.
"Apa kau menangis?" Namjoon tak menjawab. Yang nampak hanya jemarinya sedang memijat dahi. Tuan Bang ikut merasa sedih, bukan karena reaksi terkejut dari dokter muda dihadapan, melainkan karena sosok puteri yang ia lihat. "Namjoon, ia ada dibelakangmu."
"... Uh..."
"Dokter Namjoon," Bang membatalkan niat untuk bicara, ia memilih diam, menghayati apa yang terlihat: sang puteri, Seokjin, memeluk Namjoon dengan lengannya yang hampa, kedalam dekapannya yang tak tersentuh.
Jangan menangis, Joonie. Jangan menangis. Maafkan aku, jangan menangis...

Taehyung dan Jungkook datang menjenguk, membawa bunga lilac baru untuk dipajang dalam kamar kawannya yang kini ditemani pasien lainㅡYoongi. Jimin nampak senang saat bertemu dengan dua sahabatnya itu, lihat saja bagaimana cara ia tersenyum, begitu semangat. Situasi menjadi hangat dan akrab, hingga kemudian Taehyung pamit ke toilet, meninggalkan Jungkook bersama Jimin.
"Jiminnie, kau beruntung memiliki kekasih seperti Yoongi-hyung," Jungkook tersenyum lebar.

ㅡ Papan penunjuk arah toilet sudah lewat sejak tadi, tapi Taehyung tak menghentikan langkah atau berbelok.

Jimin membalas senyuman Jungkook seolah bertanya 'bagaimana kau tahu kalau namanya Yoongi? Bagaimana kau tahu dia kekasihku?'

ㅡ Taehyung berhenti didepan pintu sebuah kamar. Rupanya sejak awal, ia memang tidak berniat ke toilet.

"Yoongi-hyung, biar kujelaskan. Sosok Jimin dalam mimpimu adalah sifat yang ia pendam, itu jawaban jika kau masih memusingkan soal BDSM." Jungkook terus bicara, membuat Yoongi ngeri. Yoongi mengenal suaranya; suara Jungkook.
"Kau-"
"Untung saja aku menyalakan lilin dalam kamar itu."
Bahkan Jimin dibuat kaget. Sebenarnya, ada apa ini?

Jglekㅡ"Selamat siang!" Tuan Bang dan Namjoon serentak melihat kearah pintu: Taehyung berdiri disana, tersenyum lebar. Kehadiran anak itu membuat Tuan Bang kaget. Benar-benar kaget. Telinganya segera mendengar Seokjin mengoceh, banyak hal yang ia ucapkan kala itu mengenai Taehyung. Kim Taehyung.
"Maaf, ada perlu apa?" Namjoon menyeka pipinya yang basah, menatap Taehyung.
"Tidak apa-apa, aku hanya berkunjung."
"Mengunjungi siapa?"
Taehyung tertawa polos. "Kookie bilang, aku bisa menemui pamanku disini."
Tuan Bang bisa mendengar dengan jelas ketika Seokjin menjerit, mengusir Taehyung, memintanya berhenti bicara. "Pamanmu?"

Yoongi yakin, lebih dari seratus persen yakin kalau Jungkook memiliki suara yang sama dengan gema itu; gema yang menyuruhnya untuk menemui Jimin, gema dalam mimpi. "Apa-apaan ini?"
"Maaf, aku hanya mencoba membantu karena aku tidak mau Jiminnie mati."
"Kookie, kau melihat mimpiku?" Jimin kebingungan. "Bagaimana caranya?"
Jungkook, lagi-lagi, tersenyum. "Apakah ini pertama kalinya kalian bertemu dengan yang diistilahkan sebagai indigo?"

Pak, kumohon bawa dia pergi. Aku tak mau Namjoon mengenalnya!
"Kita bicarakan soal pamanmu diluar, ok?" Tuan Bang berusaha tersenyum, beranjak dari tempat duduk tapi Namjoon yang terlanjur penasaran terus bertanya. "Siapa pamanmu?"
"Kim-"
Tuan Bang bisa mendengar suara Seokjin seolah sosok itu bukan lagi hantu ketika Taehyung kembali bicara. Buat dia berhenti!
"Seok-"
Namjoon merasa kalau ini tidak baik. Firasatnya berkata kalau ini benar-benar buruk.
"Jin."
Kim Seokjin.

... Cukup!

Ada banyak hal yang belum terjamah. Ada banyak harta yang belum ditemukan. Kim Taehyung bisa memberi petunjuk jika diminta, tapi ia akan diam sebelum ada yang bertanya.

"Yoongi-hyung, seseorang bercerita tentang Jinny-Monny padamu?" Jungkook membenahi satu tangkai lilac yang hampir jatuh dari vas. Setelah mendengar jawaban Yoongi, Jungkook mengangguk-angguk. "Menurutmu kenapa Jinny tidak pernah menyatakan perasaan pada Monny?"
"Hantu itu bilang, Jinny takut Monny tertular."
"Apa hubungan antara perasaan dengan penyakit?"
"Oh, benar juga." Yoongi mengulang ingatannya mengenai Jinny-Monny, tapi astaga, ia lupa. Jungkook tertawa, ia tahu hal itu pasti takkan diingat karena pikiran Yoongi sepenuhnya tersita oleh Jimin.
"Memangnya kenapa Jinny tidak bilang pada Monny?" Kali ini Jimin yang bertanya. Ikut penasaran pada topik dua orang didekatnya.

"Aku putera dari kakaknya Kim Seokjin." Taehyung, masih dengan naif, menjelaskan. Hanya itu yang keluar dari bibirnya, tapi Namjoon bereaksi lebih dari yang bisa diterka. Ekspresinya seperti...

Jungkook melirik bergantian pada Yoongi dan Jimin. Oh, ia merasa berlebihan karena membuat dua orang itu penasaran. "Itu karena Jinny memang tidak mencintai Monny."

"SLEEP WELL"
Bagian VII, selesai

[ Terbangun ]

Presented by PreciousArmy
A YoonMin fanfiction

"SLEEP WELL"
ㅡ SELESAI ㅡ




























Ps. Jawaban mengenai bagian ini akan ditayangkan pada seri berikutnya. Himbauan: bukan sebuah kelanjutan, tapi semoga seri yang akan datang mampu menjadi penuntas rasa penasaran pembaca.

YoonMin: Sleep WellWhere stories live. Discover now