Penantian Panjang

213 6 4
                                    

Hari ini adalah hari lahirku dan tepat hari ini aku memasuki tahap awal kedewasaan. Selalu di setiap tahunnya nenek pasti akan membuatkan kue tart yang sangat enak dan pastinya ada sebuah bingkisan dari seseorang yang sudah tersedia. Entah kapan dia datang mengantar hadiah itu, Karena sepagi apapun aku turun kado itu pasti sudah siap tersedia.

Hari ini, aku sengaja membiarkan diriku terjaga namun hingga pagi menjelang dia belum juga datang. Rasa kantuk membuatku terlelap sesaat sampai telingaku menangkap suara seorang pria. Otakku pun menyentak tubuhku untuk segera bangkit dari tempat tidur.

Dengan tergesa aku menuju tangga bermaksud segera menuruninya tapi sepertinya suara itu berasal dari ruang makan yang letaknya tak jauh dari tangga tempat aku berdiri. Aku mengurungkan niat untuk turun karena tak ingin terlihat oleh nenek terlebih olehnya, aku hanya berusaha menangkap percakapan nenek dengan pria tersebut.

"Tidak bisakah kau melupakan peristiwa itu, itukan sudah lama berlalu. Dia sangat ingin bertemu dengan mu, Suraj." Bagai tersambar petir mendengar kata-kata nenek. Sepagi inikah dia datang?

"Mungkin selamanya.. itu tidak akan pernah bisa aku lupakan. Sudahlah, bu... aku tak ingin membahasnya. aku pergi, bu.

"Kemana dia akan pergi? Aku akan mengikutinya. Aku rasa dia akan ke makam. Semoga tebakanku benar karena aku harus menunggu sampai nenek kembali ke dapur baru aku bisa turun dan menyusulnya.

Setelah berhasil meraih keluar, kukayuh sepedaku di pagi buta dengan angin yang terasa begitu lembab dan dingin menerpa tubuhku karena butiran kabut yang masih tersisa di udara.

Sesampainya di pemakaman aku melihat mobil sedan putihnya terparkir di area pemakaman.

Dengan perlahan aku mencari dimana dia berada walau pemakaman itu tidak terlalu besar tapi sebagiannya masih tertutup pepohonan.

Ternyata dia ke makam bunda, apakah ini yang dilakukannya setiap tahun? karena setahuku dia hanya datang sekali dalam setahun dan itu tepat di hari ulang tahunku.

Aku bisa melihat dia dengan jelas dari balik pepohonan, ya Tuhan... Dia tampan sekali persis seperti yang aku bayangkan. Putih, tinggi dengan kumisnya yang menghiasi wajah tampan itu, serta kaca mata yang membuat dia semakin mempesona.

Karena kekagumanku padanya, aku tak sadar kalau sejak tadi dia pun melihatku dan berusaha mencoba untuk memperjelas wajahku. Begitu terkejutnya aku, sampai aku berlari sekencangnya mengambil sepedaku dan langsung mengayuhnya sampai di rumah.

Dengan perasaan bercampur baur aku kembali ke kamar dengan mengendap-endap karena tak ingin nenek tahu kalau aku keluar rumah di pagi buta seperti ini.

Aku bergegas mandi dan bersiap untuk turun sarapan dan melakukan rutinitas di setiap ultahku. Untung hari ini hari minggu jadi aku tak perlu khawatir terlambat ke sekolah. Dan ternyata benar, suara nenek telah memanggil sedangkan aku hanya berdandan ala kadarnya dan bergegas turun ke dapur yang menyatu dengan ruang makan tempat nenek mempersiapkan acara ultahku dari tahun ke tahun.

Setibanya di pintu dapur, tubuhku terasa beku seketika.

Aku melihat dia duduk di salah satu sudut ruang makan yang tak jauh dari pintu masuk. Aku tak menyangka kalau dia ikut menghadiri pestaku yang hanya ada aku dan nenek setiap tahunnya.

"Kiran, duduklah. Nenek sudah menyiapkan kue special untuk usiamu yang memasuki usia special juga. Nenek tidak membeli lilin angka tapi lilin batang yang jumlahnya sesuai dengan usiamu kini. Dan nenek akan selalu mendoakan untuk kebahagiaanmu selamanya di dalam kehidupanmu, nak." Aku menghampiri nenek yang masih sibuk memasang lilin di kue yang bertuliskan

'selamat ulang tahun sayang.'

"Terima kasih, nek. Kiran sayang nenek." Setelah mencium pipi dan kening nenek sebagai satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini maka aku pun duduk diantara dia dan nenek.

Penantian PanjangWhere stories live. Discover now