Penantian Panjang part 2

75 4 4
                                    

Sore harinya, aku berniat pergi ke bukit seperti yang selalu aku lakukan di saat libur sekolah, tetapi sebelum aku turun ternyata dia memanggilku, padahal aku melihat dia sedang menikmati pemandangan dari teras atas karena aku berfikir ia tak mungkin melihatku maka aku pun berpaling tapi ternyata.. salah!

"Kamu mau kemana, Kiran?"
Aku menghentikan langkahku dan berpaling.

'Ya Tuhan, aku tak bisa menghentikan jantungku yang berdebar kencang saat menatapnya.'

"Mau ke bukit."

Aku berusaha tenang dan menutupi kegugupanku dengan menjawab sekedarnya. Aku pun berbasa basi mengajaknya tapi ternyata dia menerima ajakanku.

"Bukit? Sepertinya menarik." Katanya sambil menghampiriku.

Aku menatapnya bodoh. Haruskah aku bahagia ataukah menderita karena pergi berdua dengannya ke tempat favoritku bersama orang yang sangat...

'Oh Tuhan, tolong selamatkan aku.'

Kami berjalan menuruni tangga dan aku sempat melihat nenek sedang membuat hidangan sore untuk kami. Aku pun berpamitan dan ini ritual aku yang sudah tak asing bagi nenek.

"Nek, Kiran ke bukit dulu." Pamitku pada nenek.

"Aku juga, bu. Aku pergi dengan Kiran ke bukit." Ada senyum bahagia di wajah nenek, tetapi nenek tidak tahu dengan dilema yang aku rasakan.

"Ah, iya... hati-hati ya." Lanjutnya dengan senyum yang masih merekah di wajahnya.

"Aku perginya naik sepeda. Apa anda bisa naik sepeda?" Tanyaku.

"Kamu bisa bongeng aku kan?"

'Hem'

Aku cuma bisa senyum getir. Bonceng dia? Haduh tubuh aku seperti tanpa tulang rasanya.

Dengan menguatkan hati aku mengayuh sepeda ke bukit. Setibanya di sana napasku memburu tak beraturan sedangkan dia, dengan santainya mendaki bukit tersebut.

'Argh...'

ingin rasanya marah tapi aku hanya bisa menyusul langkannya dibelakang. Aku duduk mengistirahatkan kakiku yang terasa kaku dan dia menikmati pemandangan yang begitu memukau dan memanjakan mata.

Aku bangkit dari dudukku setelah napasku kembali normal, aku pun berlari kecil ke pinggir bukit untuk melepaskan beban yang menganjal di hati sejak pagi tadi.

"aaaaaaaaaaaaaaaaa"

aku berteriak sekuatku melepas penatku.

"Hei, kamu ini kenapa?" Tanyanya bingung.

"Melepas ganjalan hatiku." Sahutku.

"aaaaaaaaaaaaaaaaaa" sekali lagi aku berteriak.

"Mau coba?" Tanyaku padanya.

"Ah, tidak akan ada bedanya" tolaknya.

"Cobalah dulu, baru tahu bedanya" paksaku.

"Hem, aaaaa..... Sama saja." Teriaknya asal.

"Ah, kalau begitu mana ada bedanya. Lebih dihayati, lepaskan semua beban yang ada di hati baru terasa bedanya." Jelasku.

"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..." teriaknya lepas.

"Bagaimana? Sama sajakah rasanya?" Tanyaku menggoda.

"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..." dia berteriak lagi.

"Hehehe... nikmatkan."

"Kamu benar Kiran, berbeda... Sangat berbeda."

Wajah itu tersenyum seperti ada beban berat yang terangkat dari wajah yang sejak aku temui itu tak pernah tersenyum.

Penantian PanjangWhere stories live. Discover now