Bab1

104K 2.2K 22
                                    

'Panggil aku, Kyle!'

Mikha tersentak dan terbangun dari mimpinya, napasnya memburu. Ia memejamkan matanya dengan gelisah.

Mimpi itu lagi. Batinnya. Ia membuka kembali matanya dan segera membangkitkan tubuhnya lalu beranjak ke kamar mandi. Mikha membasuh wajahnya dengan air, mengalihkan pandangannya pada cermin di depannya. Ia mendesah saat melihat pantulan dirinya sendiri.

Pikirannya melayang. Bergelut, mengingat mimpi yang selalu menghiasi tidurnya. Mimpi yang sebenarnya adalah sebuah kenyataan, meski Mikha sendiri pun sulit untuk mempercayainya. Mikha bahkan yakin bahwa hanya dirinya lah yang mengalami ini.

Mati kemudian dihidupkan kembali.

Sangat mustahil, tetapi itulah yang terjadi. Kadang Mikha merasa bahwa dirinya tidak pernah mengalami kematian, karena tidak ada secuil pun dari tubuh ataupun fisiknya yang berubah. Bahkan, harus ia akui jika fisiknya yang sekarang, jauh terlihat lebih menawan daripada fisiknya yang dulu. Namun, ketika ia melihat berbagai macam ekspresi orang-orang disekitarnya, Mikha barulah akan sadar jika ia memang pernah mengalami kematian. Kerana jauh di dalam dirinya, ia merasa begitu semu.

Mikha tidak pernah lagi menunjukkan ekspresi wajahnya, ketika hanya wajah datar nan dingin lah yang selalu melekat. Perasaannya pun sama, Mikha tidak pernah lagi merasa bahagia atau merasa dicintai.

Sekarang, yang ia rasakan hanyalah sebuah kemarahan, nafsu tak terkendali, dan tekatnya untuk membalaskan dendamnya.

Mungkin jika Mikha masih menjadi dirinya yang dulu, ia akan menganggap hidupnya yang sekarang tidaklah lebih seperti neraka. Tetapi, tidak saat ini. Entah kenapa Mikha merasa nyaman dengan sikap dingin dan angkuhnya kepada orang lain.

Lagipula, tujuan Mikha ketika ia ingin dirinya dihidup kembali adalah untuk membalaskan dendamnya pada seseorang yang sudah membuatnya merasakan rasa tersiksa dan terhina, lalu dengan kejamnya orang itu membunuhnya.

Mikha mengepalkan tangannya kuat-kuat, ketika mengingat kejadian yang menyebabkannya terbunuh. Amarahnya benar-benar tersulut.

Mikha tersentak sesaat. Ia segera keluar dari kamar mandi ketika mendengar dering ponselnya yang menggema nyaring di kamarnya. Ia mengambil benda pipih yang tergeletak diatas nakas itu dengan tergesa, lalu mengeser tombol hijau pada layar dan menempelkannya ke sebelah telinga.

"Bagaimana, Zack?" Tanya Mikha setelah sambungan telepon itu tersambung.

"Saya sudah menemukan informasinya, Nona." Jawab Zack di seberang sana.

"Lalu?!" Desak Mikha.

"Namanya Federick Marcuss, dia adalah orang yang memperkerjakan pria buronan yang sudah kita lenyapkan itu." Ucap Zack, membuat Mikha mengernyitkan dahinya.

"Federick Marcuss? Maksudmu pengusaha nomor satu di kota ini?!"

"Benar, Nona. Menurut data yang saya temukan, Federick pernah menyuruh pria buronan itu untuk membunuh seorang gadis." Jelas Zack.

Mikha mengepalkan tangannya dengan kuat. Tidak salah lagi, Federick Marcuss lah orangnya! Batin Mikha penuh dendam. Ia berdehem sejenak, mencoba mengontrol emosinya.

"Apa motif tua bangka itu, hingga dia harus membunuh seorang gadis?" Tanya Mikha.

"Dia mengincar harta warisan sang gadis, tetapi ternyata gadis itu sudah mengunci habis harta kekayaannya. Dan lagi kuncinya hanya gadis itulah yang tahu... Namun, karena pria buronan itu sudah terlanjur membunuh gadis itu, Federick akhirnya tidak bisa mendapatkan harta yang ia incar." Jelas Zack lagi.

Come Back After DieWhere stories live. Discover now