Chapter 2 "Malam Pertama"

7.3K 306 27
                                    

Dalam keheningan malam, aku terduduk di salah satu sudut tempat tidurku. Walau ini kamarku, tapi benda-benda di dalamnya sudah banyak berubah. Seperti lemari pakaian yang diganti menjadi lebih besar, dekorasi lampu tidur dengan manik-manik, dan yang paling mencolok adalah kasurku yang berubah menjadi tempat tidur untuk dua orang.

Aku masih tidak percaya, aku baru saja menikahi gadis yang paling tak kuinginkan menjadi istriku.

Menurut hukum, seharusnya kami belum cukup umur untuk menikah. Tapi sepertinya orang tua kami sudah mengatur segalanya dengan mulus.

Ini semua salah mereka aku jadi menderita begini. Dengan alasan perusahaan mereka dan ayahnya Bella akan membuat proyek besar di luar negeri, aku jadi terpaksa menikahi cewek sialan itu.

Setelah ditinggal ibunya yang meninggal dunia karena sakit, Bella hanya hidup berdua bersama ayahnya dan tak punya keluarga lagi. Ayahnya bermaksud menikahkan kami agar ia bisa dititipkan pada seseorang yang bisa dipercaya.

Dan mereka kini akan tinggal di luar negeri sampai proyek mereka selesai. Sial, sudah membuat hidupku seperti neraka mereka akan kabur begitu saja?

Aku menghela napas panjang sembari menjatuhkan pandangan ke atas lantai.

"Kenapa ini semua bisa terjadi?"

Ucap Bella sembari menekuk badanya di pojok ruangan. Gaun pengantin putihnya yang terlihat indah tampak padu dengan kulitnya yang mulus.

"Bisa tidak sih kau berhenti mengeluh? Kau membuat telingaku sakit!"

"Habisnya menikah dengan cowok menjijikan sepertimu adalah hal yang paling tak kuinginkan di dunia."

"Memangnya aku mau...!!!?"

"Lalu, kenapa kau bisa tenang-tenang saja? Lakukanlah sesuatu?"

"Memangnya aku bisa apa? Mengeluarkan mesin waktu agar kita bisa kembali ke masa lalu dan mencegah pernikahan ini? Kalau bisa, sudah kulakukan dari tadi!!!"

Emosiku sudah memuncak, hingga tak sadar aku sudah membentak Bella dengan kasar. Tapi aku tak peduli.

Kulemparkan tubuhku ke atas kasur yang terlalu luas untuk ditempati sendirian. Ngomong-ngomong kasur ini tidak buruk juga. permukaanya sangat lembut seperti gelembung air. Sepertinya aku bisa tidur pulas malam ini untuk menghilangkan stressku.

"Kalau dipikir-pikir, sangat menjijikan berada di kamarmu. Aku mungkin bisa hamil kalau kau terus-terusan menatapku."

"Oh, ya!? Kalau begitu keluar saja sana!"

"Tak perlu kau suruh juga aku akan melakukanya!"

Bella segera bangkit dari atas lantai dan melangkah menuju pintu. Namun pada saat ia memutar kenopnya, pintunya tak mau terbuka.

Bella kelihatan panik. Gadis itu berulang kali memutar-mutar kenopnya agar bisa terbuka. Setahuku, pintunya baik-baik saja. Tapi kenapa bisa macet di saat ini?

"Hei...! Pintunya—"

"Minggir!!"

Dengan cepat aku segera menggantikanya berdiri di samping pintu. Aku mengarahkan tanganku pada kenop pintu dan mencoba membukanya. Tapi tidak bisa.

Pintu ini bukanya macet, tapi terkunci.

"Sial, pintunya dikunci! Ini pasti ulah orang tuaku...!"

"L-Lalu bagaimana aku bisa keluar?"

"Kalau tidak salah, aku punya kunci cadanganya di laci meja belajarku."

Aku segera berpindah ke samping meja belajarku yang masih tetap dalam kondisi yang baik walau sudah berusia setengah umurku. Itu karena meja ini adalah hadiah dari ayahku karena sudah berhasil menyabet peringkat satu di kelas.

My Wife is My EnemyWhere stories live. Discover now