Chapter 20 "Kepastian"

3.1K 159 57
                                    

Aku dibuat terdiam beberapa saat. Tak mmpu membalas kata-kata Nia yang terdengar seperti bencana di telingaku.

Yang bisa kulakukan sekarang cuma mematung sembari memasang wajah bodoh.

"Hei, Sena! Kenapa kau diam? Apa jangan-jangan kau senang mendengarnya?"

"B-Bodoh! Mana mungkinlah!!"

Langsung kulontarkan protes keras pada gadis berdada besar ini. Itu adalah hal paling bodoh yang pernah kudengar selama aku hidup di dunia.

Mana mungkin Bella menyukaiku.

Yang selalu ia lakukan adalah menendang, memukul, membanting, dan mem-"finish him" tubuhku sampai mau mati rasanya.

Jadi rasanya itu cukup gila mendengar bahwa Bella menyukaiku.

"Kau sudah lama kenal dia, kan? Harusnya kau tahu kalau Bella tak pandai mengungkapkan isi hati yang sebenarnya."

Kalau soal ini memang benar seperti perkataanya. Selama ini Bella selalu bersikap kasar untuk menyembunyikan perasaannya.

Contohnya saja saat ia ingin membelikanku hadiah, mengajariku belajar, atau membuatkan sarapan.

Pada awalnya yang ia lakukan adalah marah-marah atau menghajarku. Tapi di balik semua itu, ada niat tulus yang selalu ia berikan padaku.

Benarkah dia menyukaiku?

Anggap saja itu benar. Kalau begitu, artinya itu adalah jawaban yang menghubungkan semua sikap aneh yang ia tunjukan padaku. Dimulai saat ia terkadang bersemu saat aku menggodanya, saat ia gugup kalau berdekatan denganku, atau bahkan ketika dia mencium pipiku.

Dan entah mengapa saat memikirkan itu semua, jantungku menjadi berpacu dengan cepat seperti ingin meloncat keluar dari rongga dadaku.

"Wah, mukamu memerah!"

"A-Apa sih yang kau bicarakan!?"

Aku menaikan nada suara dengan sedikit kesal, berharap Nia menarik kembali kata-katanya.

"Aku sekarang mau pulang dulu...."

Kutarik badanku menjauhi Nia. Sebenarnya aku masih ingin di sini dan mengobrol dengannya lagi. Tapi sepertinya Nia takkan mau merubah topik memalukan ini.

Karena itulah pergi adalah pilihan terbaik yang kupunya sekarang.

"Sudah, ya!? Terima kasih untuk segalanya. Dan sampaikan salamku pada kakakmu!"

"Sepertinya kau buru-buru sekali!"

"Iya, soalnya kalau kelamaan nanti Bella akan marah lagi."

"..."

"..."

CELAKAAAAAA!!!!!!!

Aku benar-benar bodoh. Bisa-bisanya aku ceroboh mengucapkan nama Bella sebagai alasanku pulang.

Sial, lagi-lagi begini!

Saat ini Nia tengah menatapku dengan pandangan tanda tanya. Dengan memiringkan kepalanya sedikit, gadis itu seakan meminta penjelasan detail dariku.

Kendati demikian, aku masih membisu seribu bahasa. Mulutku serasa membeku. Keringat dingin mulai mengucur dari tubuhku.

Andai saja bisa, aku ingin kembali ke lima detik sebelumnya, dan membungkam diriku di waktu itu.

Tapi itu mustahil.

Waktu terus berjalan, sementara Nia masih mengurungku dengan rasa penasarannya.

My Wife is My EnemyWhere stories live. Discover now