✖cinq✖

3.7K 390 50
                                    

Harry mengobrak-abrik lemari pakaiannya. Lalu memutuskan mengambil kaus berwarna putih polos dengan jins hitam ketat serta boots coklatnya. Rambutnya ia sisir dengan jemari dan menyemprotkan parfum ke tubuhnya.

Louis mengatakan ia akan menjemput pada jam 4 sore, tepat satu jam setelah kuliahnya berakhir. Harry melirik jam tangannya, '15:55'. Dan kemudian, suara klakson mobil terdengar.

"Harry! Ada temanmu!"Seru Ibunya dari ruang tamu. Lelaki bersurai keriting itu menggigit bibir bawahnya gugup lalu keluar dari kamarnya dengan bulir keringat mengalir dari pelipisnya.

"Ok. Hanya jalan-jalan. This is not a date, Harry." Ucapnya pada dirinya sendiri. Sekedar mengingatkan agar ia tak terlalu berpikir bahwa Louis mengajaknya kencan.

Baru ia hendak keluar dari kamarnya, Louis sudah berada di hadapannya dengan senyum manis. Iris biru ke abu-abuannya menelisik Harry.

"You looks good, 'Arry. Let's go." Harry bukan apa-apa jika dibanding dengan Louis yang menggunakan kaus hitam, jaket kulit hitam, jins biru, dan sepatu adidas putih. Dan rambutnya diubah melawan gravitasi.

"Kau juga, Lou."balasnya dengan rona merah di pipi. Louis hanya tersenyum.

**

"Kau akan membawaku kemana?"

"Kurasa itu rahasia," Harry mencebikkan bibir bawahnya kesal. Ia tak suka rahasia, demi apapun, ia tak suka. "Lihat saja nanti." Sambung lelaki asal Doncaster itu.

Sekian lama perjalanan, mereka sampai di taman hiburan dekat balai kota.

"Taman hiburan?"

Louis mengangguk, "Kau tak suka?"

"Aku suka." Lalu mereka masuk membeli tiket dan bermain sepuasnya.

** (i don't like detail things, ha)

Mereka telah selesai bermain. Senyum lebar tercetak jelas di wajah Harry, matanya berbinar ceria, dan sepasang lesung pipi muncul. Louis menatap Harry penuh kasih sayang- Tunggu, kasih sayang? Seriously, Louis......

"Kau senang?" Yep, saking senangnya, Harry tak menjawab pertanyaan Louis dan malah memeluk erat tubuh yang lebih kecil darinya, "Ini bukan akhir, 'Arry. Masuklah."

'God, it's like a date. Me dating a boy.'

Harry tersenyum malu, "Okay." Kemudian masuk ke mobil Louis.

Lelaki itu tak memberikan clue satupun kepada Harry tentang kemana mereka akan pergi.

"Louuuu, beri tahu aku!"

"Tanyakan pada peta, Haz." Balas Louis dengan seringai. (Dafuq is this )

Harry mencebikkan bibir bawahnya kesal sambil bersedekap di dada. Ia memandang jalanan dari kaca mobil dan tanpa ia sadari setitik air membasahi jendela mobil namun lambat laun titik itu semakin banyak. Bumi di guyur hujan.

Mereka sampai di sebuah rumah besar dan tua namun terawat. Rumah itu merupakan bangunan satu-satunya yang ada, dan disekitar mereka hanyalah hutan. Harry menoleh, "Mau apa kita ke sini?" Louis hanya memberinya kode untuk keluar dan mengikutinya. Hujan telah berhenti dan membuat aroma menenangkan menguar ke udara.

Louis membuka pagar kayu yang sudah reot itu, "Ini rumah kakek dan nenekku dulu. Tidak ada yang menghuni tapi kami cukup sering ke sini." Harry mengangguk dengan pandangan mengitari area rumah itu, "Ayo."

Mereka rupanya tidak masuk ke dalam rumah seperti yang diperkirakan oleh Harry, malahan mereka hanya melewati rumah itu melalui jalan samping. Terdapat danau seluas lapangan sepak bola dengan beragam pohon dan bunga di pinggirnya. Yang mereka pijak bukanlah tanah, tapi berupa rumput rumput pendek dan beberapa akar besar.

not really straight + larry ✔️Where stories live. Discover now