✖douze✖

2.4K 258 17
                                    

Louis mengendarai mobilnya menuju kawasan komplek rumah Eleanor. Setelah sampai, segera ia turun dan mengambil kunci cadangan yang terletak di bawah pot bunga dekat pintu.

Iris hijau milik Harry menatap bangunan berlantai dua di hadapannya. Rumah itu bercat putih gading dan krim dengan taman kecil yang dipenuhi rumput gajah serta beberapa tanaman juga bunga lainnya. Sebenarnya cukup sederhana, namun kelihatannya nyaman untuk di diami.

"Kau masuk?" Tanya Louis saat lelaki itu telah membuka pintu bercat krim tersebut. Harry mengangguk dan berjalan kikuk mengikuti Louis.

Rumah itu kosong. Tak berpenghuni. Sunyi. Gelap. Sedikit berantakan akibat ulah Eleanor yang mengamuk, dan sepertinya juga tak ada anggota keluarga Calder yang menyempatkan diri untuk pulang. Jika pun ada, tak ada waktu bagi mereka untuk membersihkan bangunan tersebut sementara seorang gadis berusia 19 tahun sedang mengandung dengan beberapa gangguan kejiwaan.

Mata Harry terpaku pada beberapa bingkai foto yang terpajang di dinding sebagai penyambut. Beberapanya, foto Eleanor dan Tina, lalu foto keluarga, foto perkembangan buah hati keluarga Calder, dan yang terakhir foto Eleanor dan Louis. Nafasnya memberat kala melihat foto itu dan tak bisa dipungkiri bahwa emosinya seperti tersulut oleh foto tersebut juga hatinya yang seperti ditusuk.

"Kau mau memelototi foto itu terus-menerus, huh?!" Suara di belakangnya membuat Harry berjengit kaget. Louis menatapnya datar dengan sebelah alis terangkat, "Ayo."

Harry menatap Louis jengkel. Bagaimana bisa orang-orang tahan dengan perkataan Louis yang terkadang membuat kesal dan ugh... Harry tidak mengerti.

Semakin jauh mereka masuk, semakin Harry menyadari bahwa bangunan tersebut sangat luas di dalam dan terlihat agak sempit dari luar walau dengan dua tingkat.

Louis menginstruksikannya untuk ikut naik ke lantai dua, tempat beradanya kamar Eleanor dan Tina. Kamar tersebut memiliki pintu bercat pink, typical girls. Pintu tersebut terkunci dari luar.

"Kupikir dia tidak berada di sini, Lou."

"Yeah, kupikir juga." Louis menatap sejenak pintu tersebut kemudian menatap Harry, "Ayo, kita harus mencarinya ke tempat lain."

Harry mengangguk. Tubuh tingginya berjalan kikuk mengekori Louis.

Sesampainya di luar, Louis mengunci pintu dan meletakkannya kembali di asal. Mereka berjalan beriringan menuju Lamborghini milik Louis.

"Jadi, kemana?"

Louis tak menjawab. Ia menjalankan Lamborghininya ke arah yang Harry tak ketahui. Mereka berkendara melewati kota yang jalannya dipenuhi hutan di sisi kanan-kiri.

Sekitar 45 menit perjalanan mereka, mobil mewah tersebut berhenti di sebuah villa berukuran sedang yang berada di pinggir danau buatan yang cukup luas.

"Ayo."

Louis mengambil kunci villa tersebut di dashboard mobilnya dan mengikuti Harry keluar. Villa tersebut berukuran setara dengan rumah tipe 46. Nuansa biru laut dan toska lah yang menghiasi rumah itu.

"Ini villa milik keluarga Calder. Biasanya aku dan El kesini saat liburan," ucap Louis. Harry mengangguk-angguk mengerti walau hatinya sedikit nyeri mendengar fakta bahwa villa ini banyak memuat kenangan mereka berdua.

"Ayo, ma--eh, tidak terkunci!" Dengan segera, Louis dan Harry masuk ke dalam villa tersebut dan mendapati interior dalamnya berantakan layaknya habis diserang badai angin.

Iris hijau dan biru saling bertukar pandang kemudian berlari ke seluruh ruangan untuk mencari seorang gadis bermarga Calder yang telah mengandung seorang bayi.

not really straight + larry ✔️Where stories live. Discover now