BAB 4

505K 27.9K 665
                                    

Sudah menjadi tradisi SMA Nusa Bangsa, setiap dua minggu setelah kegiatan belajar mengajar ditahun ajaran baru mulai, maka akan diadakan pertunjukan bakat dari para murid baru pilihan dari masing-masing kelas. Tidak hanya disaksikan oleh para guru, wali murid pun turut diundang untuk menyaksikan penampilan tersebut.

Berbeda dari murid yang lain yang akan tampil, Vanilla terlihat sangat tenang, sama sekali tidak gugup. Meski dalam hati ia mengumpat karena Raquella membeberkan bahwa dirinya pandai bermusik. Karena itulah ia terpilih menjadi perwakilan kelas untuk tampil dalam pertunjukan bakat hari ini. Vanilla tidak ingin tampil, lagi pula orang tuanya tidak akan datang untuk menyaksikan penampilannya. Jadi untuk apa ia repot-repot menunjukkan bakatnya?

Otak Vanilla terus mencari cara agar ia bisa kabur. Vanilla sedang tidak mood untuk memberikan pertunjukan pada orang-orang yang telah menunggu. Ia juga sudah lama tidak memainkan jari jemarinya di atas tuts piano. Mungkin saja ia sudah lupa bagaimana cara memainkannya.

Vanilla memperhatikan sekelilingnya. Ia tidak melihat ada ketua kelas, Raquella atau murid lain dari kelasnya. Ini bisa menjadi kesempatan Vanilla untuk kabur. Dengan mengendap-endap, Vanilla keluar dari auditorium. Menoleh ke seluruh penjuru ruangan dan memastikan tidak ada yang melihatnya. Jika sampai ketahuan, Raquella pasti akan mengomelinya tanpa henti.

"Vanilla, lo mau kemana? Sebentar lagi giliran lo tampil," tegur seseorang membuat tubuh Vanilla menegang. Vanilla membalikan badan dan ia tersenyum lebar saat melihat Reza berdiri di hadapannya.

"Gue---" ayo, Vanilla, berpikir. "Gue mau ke toilet, udah gak tahan nih," ia langsung berpura-pura menahan panggilan alamnya. "Gue ke sana dulu ya," pamitnya langsung berlari.

Vanilla kembali menoleh ke belakang, memastikan Reza sudah tidak ada disana. Setelah itu ia menghela napas lega dan mengeluarkan earphone dari saku kemejanya.

Kemarin ketika dalam perjalanan ke sekolah, Vanilla melihat ada sebuah cafe yang berada tak jauh dari sekolah. Dekorasinya membuat cafe itu terlihat nyaman untuk dijadikan tempat pelarian. Karena tak tahu harus pergi kemana, akhirnya Vanilla memutuskan untuk mengunjungi cafe tersebut.

Vanilla mulai memutar musik dari ponselnya. Lagu bergenre country pop itu mengalun, membuat Vanilla ikut menyanyikan beberapa baitnya. Namun, ketika hendak menyanyikan refrennya, lagu tersebut mati, digantikan oleh suara notifikasi yang tidak berhenti selama beberapa detik.

Raquella : "Vanilla, lo dimana? Giliran lo, nih!"

Leon : "Yah kabur, cupu lo!"

Raquella : "Awas aja kalau lo berani kabur! Gue jadiin lo sate lilit!"

Leon : "Ihhh atuttttt!!!"

Dan masih banyak lagi pesan-pesan yang masuk. Isinya semua menanyakan dimana keberadaannya sekarang.

Vanilla : "Sorry, guys. Gue izin pulang duluan, kepala gue pusing, hidung gue mampet, tenggorokan gue sakit. Btw, suara Raquella bagus lho! Dia aja yang gantiin gue. Ada biola juga di ruang musik. Fighting!"

Setelah terkirim, Vanilla langsung mengubah menjadi mode senyap dan menyalakan kembali musiknya. Ia tidak peduli dengan pertunjukan bakat itu. Tidak begitu penting dan hanya membuang waktunya saja.

°°°

Langkah Vanilla berhenti persis di depan tembok belakang sekolah. Ia mendongak agar bisa melihat ujung tembok yang menjulang tinggi dan mustahil untuk dinaiki. Bagaimana bisa Vanilla kabur jika temboknya saja dua kali lipat dari tinggi badannya.

If You Know Why [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang