Part 43

1.2K 172 50
                                    

Bangun pagi ngeliat jam udah jam enam lewat. Gue pun cuma bermodalkan tiga gayung air, sikat gigi dan buru-buru make seragam sekolah. Dasi masih berantakan, celana pendek sebelah, kaos kaki sebelah belom dipasang tapi sepatu udah terikat rapi.

Kalo bukan karna semalem gue lembur dihotel, pasti bangun ga bakal kesiangan begini.

Gue sampe di sekolah pas bel berdering. Dengan tampang kusut gue masuk kekelas. Zayn dan Luna heran melihat penampilan berantakan gue.

"Grey, lu abis diterjang angin topan?" tanya Zayn.

Gue mengangkat sebelah kaki gue buat masang kaos kaki yang tadi ketinggalan, "Gue kesiangan," jawab gue. Guru masuk, gue masih sibuk benerin dasi.

"Baik anak-anak, hari ini kalian akan bapak kelompokkan. Kita akan mengerjakan seni budaya membuat mainan dari kulit jeruk bali. Kalian diwajibkan berinovasi menemukan bentuk mainan yang baru. Kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi akan diberi hadiah!"

Riuh suara seisi kelas. Pak Tejo mulai memanggil nama-nama yang akan dikelompokkan.

"Kelompok lima Greyson, Vadel, Luna, Saras, dan Zayn," Meja sekolah kita buat menjadi kubu grup. Gue diem aja ngeliatin mereka ngupasin jeruk bali. Ini pertama kalinya gue ngeliat mainan dari kulit jeruk.

Ketua grup kita adalah Vadel. Ia mulai menjelaskan konsep mainan yang bakal kita bikin. Vadel pengen kita bikin rumah-rumahan dengan modal tiga buah jeruk bali.

"Pokoknya kita harus membuat karya adiluhung agar kita bisa mendapatkan nilai tinggi," ujar Vadel. Vadel terkenal anak terpinter seangkatan gue. Bahasa dia ketika berbicara itu tinggi, saking tingginya gue ampe ga ngerti dia ngomong apaan.

"Jay," gue menyikut lengan Zayn, "Adiluhung apaan?"

Zayn mengendikan bahu, "Mana gue tau. Search coba,"

Tangan gue menyelusup kekolong meja dan mencari arti kata adiluhung.


"Artinya tinggi mutunya," Zayn membulatkan bibir, "Kita harus bikin karya yang beda. Jangan pasaran kayak mereka," sahut Zayn.

"Zayn, jangan dursila. Kita ini sedang membuat hasta karya,"

:')

Baru nemu satu kosa kata dia udah nambahin lagi...

"Oh iya paham Del," jawab gue. Biar cepet.

Sumpah, otak gue berasa mau meleduk. Gue harus membagi waktu buat sekolah dan juga kerja. Sampe-sampe rencana gue buat nembak Luna lagi aja belom gue jalan-jalanin.

Zayn's POV

Jam istirahat akhirnya datang. Kayak biasa dah gue sama Greyson ngacir ke kantin.

"Jay, gue mau nanya," Bagas duduk disebelah gue, "Lo kan deket ya ama Namira. Ga ada niat gitu nembak?"

Gue menatap Bagas dengan tatapan aneh, "Tumbenan amat lo nanya beginian,"

"Gue kesel anjir di introgasi mulu ama Freza,"

"Dia ngapain?"

"Kayaknya dia lagi nyari tau gitu. Kepo bgt dah mantan lo."

Gue menaruh tangan gue di pundak Bagas, "Sob denger gue, masa lalu biarlah berlalu, sekarang jalani aja,"

Bagas senyum, "Halah bahasa lu susah dicerna,"

Gue balik kerumah seperti biasa. Ngerjain PR abis itu berangkat ke tempat bimbel. Jujur aja gue bener-bener ga sabar mau lulus SMA. Gue mau kerja, biar bisa berangkatin orang tua umroh dan kalo bisa si naik haji.

The Rebellion [Fan Fiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang