Aku dan Keiko-chan berpisah. Seharian kami berada di Shinjuku Gyeon. Hari ini awal mula musim gugur. Aku bisa merasakan udara panas mulai berganti. Perasaanku makin tak karuan saat harus kembali ke hotel. Tapi aku sudah komitmen kepada diriku sendiri. Sudah cukup. Keiko-chan sudah pergi, dia hanya akan menjadi kenangan terindah dalam hidupku. Aku tak bisa mengharapkannya. Dan aku yakin dia juga akan menganggapku sebagai kenangan terindah dalam hidupnya. Aku tak suka ini, tapi begitulah yang terjadi.
Keiko-chan sudah pergi. Aku juga akan meninggalkannya. Aku pun keluar dari taksi dengan lesu, pintu kaca loby hotel yang terbuat dari kaca tebal pun bergeser. Kakiku melangkah masuk disambut oleh penerima tamu yang selalu murah senyum. Dalam sekejap aku sudah berada di lift yang mengangkat tubuhku naik ke lantai di mana aku dan kedua orang tuaku menginap. Saat aku kembali ke kamarku kulihat kamar mereka terbuka.
"Fahmi sayang!" panggil ibuku.
"Ya?" sahutku.
"Nih, pakai baju ini!" kata ibuku sambil menenteng sebuah kemeja putih dan jas hitam necis. Aku paling tidak suka sebenarnya memakai pakaian resmi seperti itu. Tapi apa boleh buat.
"Ayah juga membelian kamu sepatu, tuh ambil saja!" kata ayahku sambil menunjuk ke sebuah kotak kardus yang ada di dekat pintu. Ku ambil pakaian yang dibawa oleh ibuku, juga sepatu yang ditunjukkan oleh ayah. Aku kemudian ke kamarku.
"Cepetan yah, kita nanti ditunggu lho!" kata ibuku.
Aku menggeleng-geleng. Perasaanku makin tak enak. Seperti apa nanti keluarga mereka? Kenapa aku harus dijodohkan? Ini bukan jamannya Siti Nurbaya. Kalau di Jepang apa sebutan Siti Nurbaya? Memang legenda tentang perjodohan Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih memang tersohor di negara Indonesia. Bahkan setiap anak yang dijodohkan dan tidak diberi kebebasan memilih dikatakan sebagai penjiwaan dari lelakon cerita Siti Nurbaya. Tapi yang benar saja, aku yang jadi Siti Nurbayanya sekarang. Atau mungkin aku adalah Sang Samsul Bahri? Ah, muke gile.
Aku tak bisa membayangkan apa yang dirasakan Keiko-chan sekarang. Aku yakin dia pasti menangis setelah perpisahan ini. Berat buatku. Aku tak mau melihatnya menangis, tapi apa yang bisa aku lakukan? Setidaknya aku ingin menolak perjodohan ini. Mungkin aku akan bilang kepada keluarga mereka bahwa aku tidak mau dijodohkan dengan putri mereka. Tapi itu sama saja dengan mengkhianati kepercayaan yang ayah berikan kepadaku.
Mungkin dalam sejarah hidupku akan dikenang perjuangan seorang Fahmi yang selalu direject oleh banyak wanita. Kemudian ketika ada yang tergila-gila kepadanya ia malah memilih cewek Jepang yang super cute, karena mereka sama-sama seorang otaku. Untuk dua tahun ini, yah dua tahun ini sebuah hubungan jarak jauh yang akhirnya harus berakhir. Aku tak akan lagi bisa mendengar suara Keiko-chan. Aku tak akan lagi bisa mencium bau rambutnya. Aku juga tak akan bisa lagi memeluk dirinya.
Untuk waktu yang lama aku membiarkan kepalaku diguyur air shower yang hangat. Rasanya peredaran darahku mulai lancar. Setelah mandi aku pun berdandan. Berat rasanya memakai baju yang diberikan oleh ibuku. Jas hitam, kemeja warna putih, sepatu fantofel keren warna hitam. Aku menghela nafas. Kupakai lagi kacamataku setelah semuanya terlihat rapi. Beberapa menit kemudian aku keluar dari kamar. Ibu dan ayah sudah ada di depan kamar ternyata. Mereka menungguku.
"Luar biasa. Bunda nggak menyangka kamu seganteng ini," kata beliau.
"Siapa dulu ayahnya," kata ayahku.
"Huu...!" ibuku mencubit lengan ayah. "Ayo, nanti keburu malam!"
Apa yang bisa aku lakukan? Perasaanku tak menentu sekarang ini. Dengan langah berat aku pun mengikuti ayah turun ke bawah. Kami ke tempat parkir di mana mobil yang ayah sewa diparkir. Setelah itu kami masuk ke dalam.
YOU ARE READING
Mengejar Shinkansen
Teen FictionCerita ini mengisahkan kisah 2 anak manusia, cewek dan cowok. Keduanya sama-sama OTAKU Nerd. Tokoh utamanya Fahmi dan Fujiwara Keiko. Fahmi selalu gagal dalam mendapatkan cewek, dan dia dijuluki Fahmi Reject. Ada banyak hal yang membuat dia kena rej...