#1

4.9K 372 123
                                    

"Mampus telat," ucap Dina sambil melangkahkan kakinya terburu-buru memasuki pelataran mall. Dina dan Rifky hari ini janjian bertemu, untuk menemani Rifky berbelanja. Sebelumnya Rifky telah memberitahu jika ia telah tiba dan menunggunya di Starbucks.

Sebenarnya Dina tahu jika kekasihnya itu tidak akan marah, sebab Rifky merupakan tipikal pacar pengertian dan tidak mengambil pusing hal-hal kecil. Cuma Dina merasa tidak enak hati telah membuat pacarnya itu menunggu hampir satu jam lamanya. "Mana Rifky baru pulang kerja, udah capek disuruh nunggu pula. Mati aja kamu Din," omelnya pada diri sendiri.

Tiba di Starbucks, Dina langsung mencari keberadaan pacarnya. Setelah menemukan orang yang dicarinya, Dina segera mendekati pria berkemeja slim fit warna biru yang kini membelakanginya. Rifky tampak asyik berbincang dengan dua orang pria yang tak Dina kenal.

"Ini siapa lagi coba?" Bukannya berpikiran negatif, lagi pula yang duduk bersama Rifky adalah pria, orang yang berjenis sama dengan Rifky, sama-sama berbatang. Namun bagi Dina yang telah mengenal Rifky, justru hal ini adalah masalah. Sebab kebanyakan teman Rifky, memiliki orientasi yang agak berbeda.

Saking asyiknya Rifky bahkan tak menyadari kedatangan kekasihnya, justru pria manis yang menjadi teman bicaranya yang lebih dulu menyadari keberadaan Dina.

"Mas Rifky, itu temannya?" tanyanya. Dina sempat terkejut mendengar suara pria itu, jika hanya mendengar suaranya saja, Dina pasti mengira ia adalah seorang perempuan. Suaranya sangat lembut, bahkan Dina yang notabene adalah seorang wanita saja kalah.

"Hai Yang, duduk sini,"sapa Rifky sambil menepuk kursi di sampingnya.

"Eh iya Yang, kenalin ini Aelvin,"–ucap Rifky sambil menunjuk pria berwajah manis tadi–"dan ini Dino." Kini Rifky menunjuk pria berwajah datar di samping Aelvin.

"Hai, Dina, PACAR Rifky." Dina memperkenalkan dirinya, dengan menekankan kata pacar, seakan menyatakan hak kepemilikannya atas Rifky.

Aelvin yang mengerti maksud Dina, memutar bola matanya malas. Namun tetap tersenyum dan membalas, "Aelvin." "Dino." ucap mereka bergantian .

"Teman kantor kamu Yang?" Sebenarnya Dina sudah tahu, tidak mungkin mereka teman kantor Rifky. Dari wajahnya Dina dapat menaksir usia mereka baru sekitar 18-19 tahun. Namun Dina tetap bertanya untuk memastikan apa yang ada di pikirannya.

"Gak, baru kenal tadi."

"Tuh kan." Rutuk Dina dalam hati saat mendengar jawaban Rifky, yang sesuai dengan dugaannya.

"Tadi penuh banget, kasian mereka gak dapat tempat duduk."

"Bilang aja mau deketin cowok gue."

Dina hanya diam sambil merutuk dalam hati mendengar perbincangan mereka. Namun mata Dina tidak pernah lepas dari Aelvin. Dina menatap Aelvin dengan tajam. Jika mata Dina adalah pisau, mungkin Aelvin sudah mati kehabisan darah karena tertikam pisau dari mata Dina.

Entah Dina yang menatap terlalu tajam, atau Aelvin yang terlalu peka. Aelvin sampai tersedak saat meminum Choco Rilla Frappuccino-nya.

"Minumnya hati-hati dong," ucap Dino sambil melap tumpahan minuman Aelvin.

Setelah itu, Dino menyerahkan minuman miliknya ke Aelvin. "Nih minum," ucapnya sambil mengelus punggung Aelvin, yang kini meminum cappuccino dengan wajah memerah.

Dina agak tercengang melihat interaksi kedua orang itu. Tatapan perhatian milik Dino, dan wajah malu-malu milik Aelvin, terasa aneh bagi Dina. Apalagi saat Dino tertawa melihat foam cappuccino di sekitar bibir Aelvin. Dino bahkan tidak jijik mengelap foam itu dengan jarinya.

Untuk kesekian kalianya Dina terkejut melihat sikap kedua orang itu. Rifky yang tumben-tumbennya peka, berbisik ke Dina, "Mereka pacaran loh Yang."

TBC

##################

Andieeeeer

Frist Written : Makassar, 10 Desember 2015

Revisied : Pinrang, 23 Desember 2016

Pacarku Bukan GAY!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang