-- 8 -- The Vicious Circle

19.4K 1.4K 95
                                    

----------

Ternyata terbelenggu dalam lingkaran setan ini lebih mengerikan dibanding berada dalam api keabadian....

----------

"Semuanya aku," kataku dengan takjub saat melihat wajahku yang menghiasi bingkai-bingkai lukisan itu.

Dan semuanya dilukis dengan jangka waktu usiaku yang berbeda-beda dan dimulai sejak aku lima tahun. Jelas ini aneh, aku tahu bahwa Leon sama sekali tidak memiliki fotoku. Lalu bagaimana mungkin dia bisa melukis wajahku begitu mirip? Dan kami tidak pernah bertemu selama sepuluh tahun, tetapi ia bisa melukiskan wajahku dari usia lima tahun hingga remaja dengan sangat mirip. Di lukisan remajaku, aku sedang tersenyum manis sambil memegang bunga calla lily.

"Dari lukisan-lukisan inilah aku mengetahui bahwa kau sangat menyukai calla lily."

Tunggu, lukisan-lukisan? Aku kembali mengamati beberapa lukisan wajahku, dan aku melihat signature yang diberikan oleh Leon. Setiap signature itu selalu ada bunga Calla lily kecil di bawahnya. Aku tidak menyangka bahwa Leon tahu apa yang menjadi kesukaanku.

"Sejak kapan Leon melukis ini semua?"

"Ia mulai melukis sejak usianya 12 tahun."

12 tahun, berarti adalah saat di mana ia pindah ke Rusia. Karena saat bersamaku dulu, aku sama sekali tidak pernah melihatnya melukis atau pun menggambar sesuatu di kertas gambar. Mungkin ini adalah salah satu bakat terpendamnya yang akhirnya bisa ia eksplorasi di sini. Mungkin di sini ia merasa bisa bebas mengekspresikan dirinya tanpa kekangan siapa pun.

"Mengapa ia melukisku, Kak? Maksudku, aku sangat heran ia begitu mengetahui detail wajahku. Dan apa tujuannya?" Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi.

"Aku sendiri tidak tahu, Alanis. Mungkin kau adalah teman masa kecilnya yang sulit dilupakan."

Benar juga analisa Kak Kenny. Leon terlalu pendiam saat kecil, bahkan di sekolah dasar, ia lebih sering menutup dirinya dari teman-teman sebayanya. Ia lebih sering bermain bersamaku di rumah. Karena daddy dan mommy juga selalu meminta Leon untuk menjagaku. Tetapi tetap saja aku masih sulit percaya bahwa hanya itulah alasan ia melukisku.

Aku sebagai objek dalam lukisannya, bisa ikut merasakan apa yang ia rasakan saat melukis wajahku. Bahagia. Ya, bahagia. Semua wajah itu digambarkan dengan senyum lepas dan penuh kebahagiaan. Ia bahagia sampai terakhir kali membuat karya-karya ini. Dan aku melihat lukisan terakhirku, memang dilukis tiga tahun yang lalu. Jadi, ia telah berubah semenjak tiga tahun.

Melihat lukisan-lukisan ini, aku juga mulai memahami perubahas psikis yang ada di diri Leon. Leon, sebenarnya laki-laki itu begitu lemah dan rapuh. Selama tiga tahun ini, ia mengenakan topeng di wajahnya untuk menutupi segala kelemahannya. Ia sengaja menjadi orang yang berbeda, menyangkal dirinya sendiri. Semua itu adalah bentuk pertahanan dirinya dari rasa sakit dan luka di hatinya yang mungkin sudah mengendap dan menjadi borok.

"Kak, ayo kita keluar dari sini saja. Lama di sini bisa-bisa air mataku terkuras habis." Aku mencoba tersenyum pada Kak Kenny dan menghapus cairan hangat yang menggenang di sebelah mataku.

Kak Kenny hanya mengangguk dan menuntunku keluar dari galeri penuh air mata ini.

***

Mataku masih sembab dan ini sudah tengah malam. Selesai pulang dari galeri penuh air mata itu, aku memang sengaja tidak langsung pulang. Aku singgah dulu ke apartemen Kak Kenny. Hanya untuk menunggu waktu. Sambil menangis, entah aku menangisi apa. Mungkin aku masih teringat dengan lukisan-lukisan di dalam galeri itu.

Aku menghirup udara dingin sebanyak-banyaknya, kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba untuk menetralkan diriku sendiri agar tidak panik saat menghadapi Leon nanti. Aku sudah siap dengan resiko yang akan aku terima. Amarah Leon? Ya, aku akan menghadapinya.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang