-- 22 -- Pseudo

15K 976 83
                                    


----------

Bahagia mulai menggeliat didalam relung jiwa, tetapi... ia hanya singgah, tidak menetap seperti kepedihan.

----------

 

Dinginkristal langit yang turun untuk menyapu segala pedih dan air mata kini telahterhenti, menyisakan tetes-tetes kristal yang turun melalui helai daun. Akumasih nyaman berada dalam dekap hangat lengan kokoh ini. Aku tidak mauberanjak. Meski basah tubuh sedikit membuat aku menggigil. Sepertinya, Leonjuga enggan untuk melepaskan dekapannya. Kami masih saling memeluk denganberatap langit kelabu.

Langittelah menghapus segala dukaku, dan ketika kelabu itu sedikit demi sedikit pergidigantikan pelangi, maka langit akan menyambut bahagiaku. Leon menjauhkantubuhnya. Kedua tangannya menangkup pipiku. Dan tanpa kata, mencium puncakkepalaku.  Kemudian ia membopongku untuk masuk kembali ke dalam kamar. Akumenatapnya terus sambil melingkarkan tanganku di lehernya.

Langkahberatnya mengantarkanku untuk masuk ke dalam kamar mandi yang terletak di sudutkamar. Kamar mandi yang cukup luas dan modern dengan bathub di dalamnya.Leon mendudukkan aku di sisi bathub sementara ia memutar keran danmenyalakan air hangat.

"Mandilahdulu, Alanis. Aku akan menunggumu di luar. Aku tidak mau kau sakit jika tidaksegera mandi." Ia mengelus rambut basahku sejenak sebelum melemparkansenyum pedih dan meninggalkanku.

Akumenahan tangannya. Ia kembali membalikkan tubuhnya dan menaikkan sebelahalisnya seolah bertanya 'apa lagi?'

"Jangantinggalkan aku, Leon." Suaraku terdengar begitu parau. Mengapa saat iniaku merasa bahwa ketika ia berpaling untuk pergi, aku seakan tidak bisamelihatnya lagi? "Aku... aku takut."

"Apayang kau takutkan?" Ia semakin intim menatapku, ditambah saat jemarinyamenyingkirkan beberapa rambut basah yang menjuntai menutupi setengah wajahku.

"Kauakan pergi meninggalkanku." Aku akhirnya memilih untuk berkata jujur.

Iatersenyum kecut dan menggeleng. "Aku tetap di sini, Alanis. Aku akanselalu ada di dekatmu. Mandilah. Aku berjanji setelah mandi kau tetap akan bisamelihatku di luar kamar." Ia kemudian benar-benar pergi meninggalkanku.Genggamannya terlepas begitu saja dari genggamanku. Dan aku merasa... kosong.

Akumasih diam di sisi bathub tanpa berniat untuk masuk ke dalam. Pikirankumasih tertuju pada Leon. Mengapa ia menatapku dengan sorot seperti itu? Mengapadari matanya aku bisa melihat luka yang sengaja ia sembunyikan. Apakah...hingga saat ini topeng yang terpasang manis di wajahnya bahkan masih terusmelekat? Apakah topeng itu sudah menjadi permanen? Apakah aku belum bisamemahami Leon yang sebenar-benarnya.

Barusaja, kami tersenyum bersama, menikmati titik-titik air yang menghunjam dirikami dan mengangkat segala beban yang menghimpit jiwa. Tetapi mengapa begitucepat, ia sudah menunjukkan sikap yang kembali aneh? Atau itu hanya perasaankusaja?

Akumenunduk, kemudian menatap kristal-kristal air yang mengucur. Perlahan sekali,aku masuk ke dalam bathup. Menenggelamkan diriku lagi ke dalam air hangat itu.Setelah dingin air menembus pori, kini diriku dimanjakan dengan hangat yangbegitu menenangkan.

***

Akumengetatkan kimono handuk yang tersedia di dalam kamar mandi. Saat membukapintu kamar mandi, aku melihat siluet Leon yang bertelanjang dada berdiri didepan jendela. Tubuh jangkungnya sedikit tertutup tirai putih yang melambai. Iatermenung, pandangannya menerawang. Ia... seperti bukan Leon yang aku lihatkemarin. Aku merasakan ia seperti kehilangan rohnya.

Alanis "a forbidden love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang