HAPPY READING AND SORRY FOR TYPOSS
0000
Nasya memandang bingkai foto didepan nya. Foto tiga remaja perempuan yang mengenakan seragam OSIS, tertawa bahagia seakan-akan dunia milik mereka.
Yah, mereka bertiga memang memiliki dunia sendiri.
Vanya, anggota OSIS yang juga sutradara teater sekolah. Tiffany, anggota OSIS yang populer karna ia seorang model remaja ibu kota. Dan Nasya, anggota OSIS yang biasa-biasa saja.
Nasya tak tahu bagaimana mereka bertiga bisa bersahabat hingga sekarang. Sifat mereka saling bertolak belakang. Nasya dengan sifat lemah lembutnya, Vanya dengan sifat cueknya, dan Tiffany dengan sifat ketusnya. Tapi, mereka punya satu kesamaan. Kesepian.
Vanya seorang anak broken home. Hidupnya penuh dengan drama keluarga, mempunyai orang tua artis tak menjamin kebahagian. Di depan kamera keluarga mereka harmonis tak ada cela. Padahal, Tidak. Membuat Vanya tahu sendiri dunia akting penuh tipu. Ia menjadi sutradara karna ia sudah terbiasa menyutradarai hidupnya sendiri.
Lain hal Tiffany, mempunyai keluarga yang membuatnya tak bisa apa-apa. Keluarganya melarang apapun yang ingin ia lakukan. Ia bahkan home schooling selama setahun penuh karna ketahuan mengikuti ajang kompetisi model untuk anak-anak, yang membuatnya bisa sekelas dengan Nasya saat SMP. Hidupnya untuk modelling. Hanya diatas catwalk dan didepan kamera ia menunjukkan bahwa ia hebat. Bahwa ia mampu berdiri sendiri tanpa orang tua yang mengekang.
Nasya? Hidup Nasya tak serumit mereka. Nasya tak punya orang tua yang penuh kepalsuan, ia tak punya orang tua yang mengekangnya, karna Nasya seorang yatim piatu. Atau tidak. Dari bayi ia sudah tinggal di panti asuhan. Tak pernah ada orang yang mau mengadopsi nya karna Nasya tak seperti anak lainnya. Sejak kecil, Nasya berbadan kurus berkulit putih pucat dan gampang sakit. Nasya pendiam, selalu sendiri, tak ada orang yang mau berteman dengannya. Saat masuk SMP ia sekelas dengan Tiffany dan Vanya dan bersahabat hingga sekarang. Apalagi sejak lulus SMA, saat ia lepas dari panti asuhan. Mereka memutuskan untuk ngekos hidup bertiga sampai sekarang membeli apartement.
Tak banyak perubahan dalam diri Nasya, pendiam dan tertutup. Sampai seminggu lalu, sejak Nasya bertemu Rascal Ruess. Wajahnya jadi lebih berwarna, ia mengganti gaya bajunya, pikirannya sering kacau karna Rascal Ruess. Bahkan ia sampai lupa check up ke klinik Lius.
"Sorry kamu nunggu lama,"
Nasya mendongak ke asal suara. Lius berdiri didepan nya masih mengenakan jas seragam dokter rumah sakit swasta ternama di Jakarta.
"Ini hari Sabtu Lius, dan kamu masih kerja?" Tanya Nasya. Pulang dari supermarket tadi, Nasya langsung pamit pergi ke Tiffany dengan alasan Lia, asistennya membutuhkan bantuan Nasya.
Lius duduk di kursi kerjanya setelah melepas jas putihnya. "Ada anak koas Sya, jadi aku mesti ngawasi mereka dulu."
"Koas? Wah kesempatan kamu.."
"Pliss Sya, stop ngomong yang enggak-enggak. Kamu tahu siapa yang aku tunggu." Potong Lius cepat menatap Nasya.
Nasya menghindari tatapan Lius, mengalihkan pandangan ke bingkai foto didepan nya lagi.
"Aku selalu berharap kalau aku ada di foto itu juga, salah satu orang yang membuat kamu tertawa seperti itu." Ujar Lius lirih.
"Tapi kamu kan yang ngefoto ini, kamu salah satu orang itu Lius." Ucap Nasya dan tersenyum tulus.
Tapi kamu menganggap aku seperti mereka, hanya sahabat, tak lebih Sya. Aku bahkan memilih pekerjaan ini karna kamu. Lius menarik nafas pelan dan balas tersenyum.
"Gimana kabar kamu? Kamu benar-benar baik kan?" Luis mulai membaca catatan check up Nasya sebelumnya.
Nasya mengangguk. "Kemarin malam aku makan kepiting, tapi sedikit kok." Nasya teringat makan malam berdua dengan Rascal di tepi pantai yang membuatnya tersenyum, untung Lius masih membaca.
"Bagus, kamu harus bisa mengendalikan kolesterol kamu. Kamu tahu kan kolesterol itu musuh utama jantung. Jangan sampai kolesterol menyumbat di pembuluh darah kamu. Kamu harus tetap memperhatikan asupan makanan dan nutrisi bagi tubuh kamu. Kamu masih mengkonsumsi obat kamu kan?"
"Masih, kamu tenang aja. Selalu ada di tas."
Lius mengangguk dan menatap tajam Nasya. "Aku lihat berita itu Sya, aku enggak tahu itu benar atau tidak, itu bukan fokus utamaku. Fokus utamaku adalah, apa kamu baik-baik saja?"
Nasya tahu maksud pertanyaan Lius, Lius menanyakan keadaan jantungnya. "Awalnya tidak, kamu tahu kan aku tak bisa diperhatikan banyak orang, tapi untungnya semua bisa diatasi."
"Tiffany dan Vanya tidak curiga?"
"Tidak, selama ini mereka mengira itu karna aku fobia sosial. Tenang saja Lius." Nasya berujar sambil tersenyum menenangkan.
Yah, bahkan kedua sahabat mu saja tak tahu. Itu membuatku semakin tak tenang.
Luis ingat, ia mengetahui keadaan Nasya saat lulusan SMA. Ia memang tak sekelas dengan Nasya, tapi mereka akrab saat di OSIS. Dari dulu ia tau Nasya memang 'agak' lemah, gampang lelah. Semua orang mengira itu wajar karna badannya. Tapi saat kelulusan, hari dimana Luis rela menuruti keinginan ayahnya untuk menjadi penerus ayahnya, menjadi dokter jantung. Ia tak sengaja melihat Nasya yang sedang kesusahan bernafas di kelas tanpa ada seorangpun karna siswa lain sedang merayakan euforia kelulusan.
Lius tau ciri-ciri itu, ayahnya selalu menjelaskan itu saat makan malam. Ciri - ciri seseorang yang mengalami lemah jantung.
***
"Terimakasih tumpangan nya Lius." Ucap Nasya tersenyum.
"Kamu fikir aku membiarkan kamu pulang sendirian setelah seminggu tanpa kabar dan semua berita tentang kamu? Sudah masuklah, sebentar lagi hujan. Ingat jaga kesehatan Sya." Lius menunjuk langit di halaman parkir apartemen Nasya. Seusai check up demi menghindari kecurigaan Tiffany, Luis mengantar Nasya pulang.
Nasya mengangguk dan memeluk Lius hangat. "Kamu tahu kan cuma kamu yang bisa aku andalkan? Terima kasih Lius."
Lius membalas pelukan Nasya, bagaiman ia merasa tubuh lemah Nasya. "Dan kamu tahu kan, mereka juga perlu tahu? Kamu tak bisa menyimpan ini sendiri Nasya."
Nasya melepas pelukannya. Terdiam dan mengembuskan nafas pelan.
"Aku tahu, waktunya tak lama lagi,,"
"Stop ngomong begitu Sya! Kamu masih sehat!" Lius tersenyum menguatkan. "Dan kamu harus berjuang untuk pria bule itu kan?"
Nasya mendelik. " Aku nggak tahu dokter jantung yang terkenal kejam sama mahasiswa koas suka bergosip." Ucap Nasya bersedekap.
Lius tertawa. " Hahaha aku tak bergosip, hanya saja para suster dirumah sakit sering membicarakannya. Aku hanya tak sengaja mendengar,," Lius terdiam sejenak, "kan.. Hahaha"
Kalo ini Nasya mendengus dan mendorong tubuh Lius masuk kedalam mobil dan menutup pintunya. "Pulang sana! Dasar dokter penggosip!" Bentak Nasya bercanda.
Lius mengangguk dan terus tertawa sambil memasang selfbelt dan meninggalkan Nasya yang berdadah-dadah di halaman parkir apartement.
Nasya menatap kepergian Lius sambil tersenyum. Ia benar-benar tak tahu bila saja hari itu Lius tak menolongnya dan membawanya ke rumah sakit tempat ayahnya bekerja. Meski saat pulang ia harus berbohong pada Tiffany dan Vanya. Hari itu ia memang terlalu lelah karna perayaan hari kelulusan.
Nasya menarik nafas pelan. Tersenyum tiba-tiba karna teringat kata Lius yang menyuruhnya berjuang untuk pria bule itu.
Berjuang apaan! Batin Nasya sambil membalikkan badan masuk ke dalam bangunan apartement. Alangkah terkejutnya Nasya melihat pria yang ada di pikirannya kini berdiri di depannya sedang menatap nya tajam.
"Rascal ?"
Sejak kapan Rascal ada disini? Ia melihat semuanya? Salah, ia mendengar semuanya?
000

YOU ARE READING
ZZZ love ZZZ
RomanceHei ! Yuks ketemu Rascal Ruess seorang aktor internasional yang berkewarganegaraan Indonesia. Terkenal tertutup, tak mau diwawancarai oleh majalah manapun. Bertemu dengan seorang editor majalah fashion yang old fashion, Nasya Mutia. Mereka yang sal...