ga ma

7.8K 1.2K 450
                                    

Author's pov

"Qi, bagusan cincin yang ini atau itu?" 

Qiye mendengus, "Bagus semua, harganya juga bagus,"  balas Qiye, malas.

Perempuan itu memandang Qiye, "Kemahalan  ya? Yaudah jangan beli disini, cari tempat lain aja yuk." balas perempuan itu.

Qiye beranjak dari tempat duduknya, dan perempuan itu mengikuti Qiye dari belakang, "Cari cincin lain kali aja, gue ga mood." ucap Qi.

Perempuan itu menarik tangan Qi, "Tapi mama nyuruh nyari sekarang, Qi." 

Qiye melepas tangan--nya kasar, "Yaudah, lo cari aja sendiri bareng mama." balas Qi.

Perempuan itu memandang Qiye pasrah. Viola Melbira. Perempuan berambut coklat tua, dan mata coklat tua memperindah wajahnya. Ya, Qiye telah di--jodohkan dengan Viola. Ini sudah lebih dari 6 tahun, namun Qiye tetap menunggu perempuan yang sedari dulu ia tunggui keberadaan--nya, Lunisa. 

"Gue mau pulang, lo bisa pulang sendiri kan?" tanya Qiye.

Viola membulatkan matanya, "Gu--Gue--" 

"Bisa kan? Yaudah, gue pulang, dah." potong Qiye, sebelum Viola meneruskan ucapan--nya.

Qiye meninggalkan Viola dan segera pergi menuju mobil--nya. Qiye mengendarai mobilnya pelan, sebenarnya ia merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan kepada Viola. Namun, ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia masih ingin tetap menunggu Lunisa. Qiye mendengar handphone--nya berdering, mama--nya menelpon dan ia segera mengangkatnya. 

"Ada apa, ma?" tanya Qiye.

"Udah dapet cincin--nya?" tanya mama--nya.

"Belom."

"Astaga, kok belom juga sih? Acara--nya tinggal dua minggu lagi. Sekarang kamu dimana?"

Qiye menghembuskan napasnya pelan, "Arah pulang."

"Tolong kasih handphone--nya ke Viola, mama mau ngomong," ucap mama--nya.

"Vi--Viola.. pulang sendiri."

"Qiye! Jangan bilang kamu yang nyuruh dia pulang sendiri, ya kan?"  bentak mama--nya.

"Iya, emang."

"Kamu balik lagi, jemput dia dan anterin pulang. Kalau engga, kamu ga boleh pulang." suruh--nya.

"Buat apa sih, ma? Dia punya tangan--punya kaki, bisa pulang sendiri." tanya Qiye, malas.

"Qiye! Viola itu calon istri kamu! Kamu bisa ngga sih merubah sikap kamu ke dia?"

"Ma, Qiye udah bilang, Qiye ga bisa. Kenapa sih mama selalu paksa Qiye? Qiye punya hak ya ma buat nentuin siapa yang bakal jadi pendamping Qiye." bentak Qiye.

"Siapa? Lunisa --mu itu? Udah enam tahun lebih kamu masih nungguin dia? Sadar Qiye, sadar. Ga ada guna-nya kamu nungguin dia. Pokoknya kamu harus cari Viola dan minta maaf sama dia,"

"Terserah." balas Qiye, lalu menutup telepon-nya sebelah pihak.

Qiye segera kembali ke--mall tersebut untuk mencari Viola. "Mana sih tuh orang? Pasti udah pulang, yaelah." ucap Qiye.

Qiye kembali ke--mobilnya dan menuju pulang lagi. Pada pertengahan jalan, ia melihat seorang perempuan yang tengah duduk di taman, "Lah, itu Viola." ucap Qiye, lalu me--rem mobilnya, di pinggir taman tersebut.

Qiye segera turun dari mobil--dan berjalan ke arah Viola yang sedang terduduk di taman seorang diri. "Vi, ayo pulang. Mama marah--marah tadi," ucap Qiye, mengagetkan Viola.

Viola mengelap matanya dengan tanganya kasar, lalu membalikan wajahnya dan melihat Qiye sedang berdiri di dekatnya, "Gue ga kepengen pulang, lo pulang aja." balas Viola.

"Vi, lo abis nangis?" tanya Qiye, dengan nada bersalah.

Viola tertawa hambar, "Engga lah,"

Qiye beranjak duduk di--sebelah Viola, "Maaf ya, Vi. Gue ga maksud gitu," ucap Qiye.

"Gapapa," balas Viola.

Mereka berdua terhanyut dalam kesunyian, "Qi, gue setuju buat nolak pernikahan ini,"

Qiye terdiam, "Kenapa?" tanya Qiye, yang tidak tahu harus menjawab apa.

"Kan lo yang mau, Qi. Lo bener, perasaan emang gabisa di paksa. Apalagi, pernikahan." balas Viola. "Nanti gue yang bilang ke--mama, gue gamau kalau pernikahan ini bakalan nyiksa kita berdua, ya--lebih tepatnya lo. Gue mau melepas beban lo selama ini, ya beban yang mulai lo rasain dari awal pertunangan kita. Gue ga--mau beban lo lebih banyak lagi. Gue tau, lo gabakal bisa ngelupain Lunisa, dan lo masih bersedia buat nungguin dia. Dan gue sama sekali ga--punya hak buat maksain perasaan lo. Karena, apapun yang lo lakuin dengan paksaan hasil--nya gabakalan baik ke depan--nya. Dan satu hal yang perlu lo tau, sayang sendirian itu sakit." lanjut Viola lagi, lalu melepas cincin yang berada di jari manis--nya, dan meletakan cincin tersebut di tangan Qiye.

Qiye terdiam tanpa mengeluarkan suara apapun, kemudian ia menghembuskan napasnya--pelan, "Vi," panggil Qiye.

Viola menatap Qiye, "Ya?"

"Maafin gue, dan ijinin gue buat sayang sama lo melebihi rasa sayang gue ke Lunisa. Gue ga--mau kehilangan orang yang sayang sama gue melebihi rasa sayang gue sama diri gue sendiri untuk yang ke--dua kalinya. Ijinin gue buat bales perasaan yang lo rasain gue selama ini. Please, jangan pergi."

##

1 chapt lagi abis oemji:-(
ga sabar nge--publish ff calum yosh

hehehe bye smua:-)

line clone ➕louisWhere stories live. Discover now