Chapter 7

53.9K 6.5K 341
                                    

Aku terbangun karena bau alkohol yang keras, di dekatkan ke bawah hidungku. Dengan kepala berdenyut-denyut dan tubuh yang kelelahan seolah semua energi sudah di serap keluar dari dalam tubuhku.

Aku tidak punya clue sama sekali ada dimana sekarang ini. Kamar ini berbeda, aromanya berbeda, semuanya berbeda. Perasaanku mulai tidak tenang waktu itu, sampai akhirnya mendengar suara rendah laki-laki yang familiar memanggil lembut. Membujuk. Tangannya mengusap wajahku.

Jamie tidak terlihat jauh lebih baik waktu aku menemukannya di sebelahku. Matanya merah, wajahnya pucat, rambutnya berantakan, mencuat kemanapun.

Hatiku rasanya remuk melihat wajahnya, kembali teringat pada hal yang baru aku temukan.

Kalau aku punya seorang putri, yang sudah meninggal.

"Sweetheart..." bisiknya, dan mencoba mengusap rambutku.

Aku menepis tangannya.
Rasa sedih, kehilangan, marah, merasa di bodohi, di bohongi menyergapku sekaligus membuatku ingin meledak.

Mengetahui kalau aku punya putri adalah hal yang mengguncang, tapi mengetahui kalau aku punya putri yang sudah tidak bersamaku lagi, adalah hal yang tidak bisa ku jelaskan.

"Nora..."

"Kenapa kau bohong?" tanyaku dengan susah payah di sela-sela nafasku yang sesak, sebelum berubah jadi tangisan. "Kau ingin aku percaya padamu tapi kau bohong padaku!"

"Aku tidak ingin berbohong padamu..." katanya berusaha membujuk.

"Lalu apa namanya ini? kenapa kau merasa perlu menutupinya? Menurutmu aku tidak perlu tau?"

"Kau sulit menerima kalau kita menikah, aku tidak tau apa kau bisa menerima kalau Jenny sudah tidak ada lagi."

"Itu hal yang berbeda!!"

"Bagaimana bisa berbeda?" tanya Jamie cepat.

"Itu berbeda!!" aku menatap benci kepadanya.

Jamie menggeleng, dan mengusap rambutnya dengan kasar.

"Bagaimana Jenny bisa meninggal?"

"Nora ini bukan waktu yang tepat..." wajahnya memohon, tangannya terangkat untuk menyentuhku.

"Jangan sentuh aku!" ancamku padanya sungguh-sungguh. "Jangan. Sentuh. Aku."

Urat di lehernya menegang, dia menarik kembali tangannya yang ku tepis dengan kasar, tapi aku tidak peduli. Aku justru meringsut, mencoba duduk di tepi kasur, dan memberi jarak di antara kami.

"Sekarang aku tidak tau siapa yang bisa ku percaya."

"Oh ayolah Nora!!" nada suaranya mendadak sedikit tinggi. "Aku berusaha melindungimu sekarang ini."

"Dengan apa? dengan berbohong padaku?" tantangku.

"Sudah ku bilang, aku tidak berbohong padamu."

"Kalau begitu kenapa kau tutupi Jamie?! KENAPA?"

"Aku tidak menutupi apapun! aku akan katakan padamu, jika waktunya tepat!"

"Tidak akan pernah ada waktu yang tepat kalau bukan kau yang membuatnya Parker!" nafasku memburu, "Sekarang aku sudah tau dengan cara yang menyakitkan, itu maksudmu waktu yang tepat?"

Dia terdiam, berjalan mondar-mandir sambil mengusap wajahnya.

"Kau masih sama seperti dulu. Egois." bisikku pelan. "Kau egois, Parker."

Dia menoleh ke arahku, perlahan bibirnya melengkung membentuk senyum, sebelum dia tertawa seperti maniak.

"Kau benar, aku masih sama seperti dulu. Brengsek, bodoh, kejam, pemarah, pembully.." dia menatapku saat mengatakan hal terakhir itu.

Chasing MemoriesWhere stories live. Discover now