Flashback 8

41.6K 4.6K 186
                                    

Waktu sedang berbenah dan memasukkan kembali pakaian dan peralatan bayi ke dalam tas di atas ranjang, pintu kamarku terdengar diketuk.

Suara yang tiba-tiba, di tengah sunyi senyapnya ruangan ini seketika berhasil menarikku keluar dari lamunan kekhawatiran tanpa akhir dikepalaku.

Ketukan itu juga yang tanpa sadar membuat bibirku tertarik membentuk senyum kecil. Yakin betul siapa yang akhirnya datang untuk menjemputku keluar dari rumah sakit ini setelah tiga hari mendapatkan perawatan.

Ku dengar dia mulai membuka pintu dan menutupnya kembali. Derap langkah kaki jenjangnya perlahan terdengar semakin dekat hingga akhirnya Jamie berdiri tepat disebelahku.

"Hi... maaf aku terlambat. Kau sudah siap?"

Aku bergumam dan mengagguk, "I...yuph sedikit lagi. Hanya perlu memasukkan benda-benda ini lalu aku bisa berganti pakaian. Perawat juga bakal mengantar Jenny sebentar lagi." Jawabku, menoleh sekilas ke arahnya.

Hari ini Jamie tidak memakai jumpsuit yang biasa dia pakai bekerja. Pakaiannya sangat santai, dengan t-shirt putih dan jaket hitam tak terkancing yang warnanya mulai pudar menjadi abu-abu.
Tudung jaket yang dia kenakan, di sampirkannya ke kepala. Membuat wajahnya terlihat sedikit gelap.

Setelah menghabiskan waktu dengan Jamie hampir sembilan bulan lamanya. Melihat setiap hari, bagaimana wajahnya kalau dia kesal, sinis, atau berusaha melucu untuk menghiburku.
Aku akhirnya mengerti apa yang dimaksud gadis-gadis disekolah tentang Jamie yang tampan. Atau punya kelebihan dari segi penampilan.

Aku tidak bicara tentang garis rahangnya yang tegas, atau mata birunya yang jernih. Tubuh ala atlit football SMA, atau rambut keemasan yang tebal.

Astaga, aku mulai terdengar seperti salah satu fans aliran keras Jamie...

Tapi yang kumaksud adalah cara dia bicara padaku tentang sesuatu yang dia sukai. Membuatku mulai mengerti kalau dia tidak hanya sekedar berandalan di sekolah yang tidak punya tujuan hidup. Jamie sesuatu yang lebih.
Dia tangkas untuk pengetahuan yang disukainya. Memang bukan hal eksak seperti pelajaran, tapi otomotif.

Misalnya saja, aku benar-benar suka waktu dia membicarakan soal BMW lama yang dilihatnya di Repair Shop. Cara dia bercerita yang penuh passion dan kekaguman. Dia bahkan menceritakan sejarahnya padaku, memberiku pengetahuan baru walaupun hanya sedikit yang berhasil kupahami.

Tapi itulah salah satu hal yang ku kagumi darinya. Matanya berbinar-binar tiap kali dia bercerita soal pengetahuan barunya soal mesin.

Dia sangat mencintai pekerjaannya tanpa pamrih.
Sekalipun tempat kerjanya terus saja menimbulkan banyak masalah yang harus dia hadapi.

"Sudah, biar aku saja yang berbenah. Kau pergilah ganti pakaian." Katanya mendadak menahan tanganku agar berhenti berkemas dan membiarkannya mengambil alih.

"Kau yakin?" Tanyaku mundur dari depan tas.

"Ya...." Jamie mengangguk, "Cukup masukkan barang yang ada di atas kasur ini kan?" Tanyanya lagi mengedikkan dagu ke arah sisa peralatan bayi yang belum sempat masuk.

"Ya. Selebihnya sudah ada di dalam tas."

"Kalau begitu aku bisa melakukannya." Katanya meyakinkan. "Kau ganti pakaian saja."

"Baiklah. Terima kasih. Aku tidak akan lama." Kataku dan mengambil pakaian dari atas ranjang sebelum menuju ke kamar mandi.

Aku butuh waktu sekitar 20 menit di kamar mandi untuk menganti pakaian rumah sakit dengan dress biru milikku, mencuci muka, serta menyisir rambut supaya terlihat lebih segar saat akhirnya bisa pulang dari tempat ini.

Chasing MemoriesWhere stories live. Discover now