Chapter 9

11.2K 874 19
                                    

Kulihat sesekali Mas Candra melihatku dari kaca spion. Tatapannya sangat membuatku gelisah. Aku tau malam ini aku takkan lolos dari interogasinya.

Haaaaahhhhh.....

Tanpa sadar akupun menghela nafas berat. Sepanjang perjalanan pulang, kuhabiskan waktuku dengan membelai Rambut Ichal yang sudah tertidur lelap. Sesekali aku mengingat kembali kejadian di loteng tadi. Sudah lama aku tak mengecek FB Adit. Itu karena aku harus menekan pengeluaranku seketat mungkin.

Syukur Alhamdulillah, aku bisa numpang tinggal dan makan gratis dirumah Mas Candra. Kalau tak ada dia, entah sudah jadi apa aku sekarang. Sepertinya Adit benar-benar sudah melupakanku. Sudah hampir 4 bulan ini dia tak pernah lagi menghubungiku.

'Terima kasih Chal, Mas.' ucapku membatin sambil mengelus rambut lurus Ichal yang mulai memanjang hampir menutup mata.

'Tanpa kalian, aku mungkin sudah gila meratapi nasibku saat ini.' Lagi-lagi dadaku kembali sesak merenungkan semua ini.

****

Candra Pov.

"Kamu tau, apa yang sudah kamu lakukan ini?" tegur Kak Asti setelah meminta bik Atik membawa Ichal dan Faisal main kebelakang.

"Emang kamu kenal betul siapa dia?" kejarnya lagi.

Aku yang tau jawabanku hanya akan memperkeruh suasana, lebih memilih untuk diam saja.

"Lagipula. Aku sedikit surprise mengetahui sikapnya yang agak ke-cewek-an itu."

"Kak...!!!" sergahku kurang suka dengan ucapannya barusan.

"Kenapa?!" tantangnya halus. "Kamu gak terima? Bukannya dia memang begitu?" kejarnya terus yang membuatku semakin sulit bersikap tenang.

"Ucapan kakak barusan sangat tidak dibenarkan. Bagaimana pun juga dia manusia kak. Dia juga punya hati. Sama kayak kita."

"Tapi sikapnya itu bisa merusakmu Ndra. Kamu mikir apa sih, mau-maunya nerima anak seperti itu? Apa.... jangan-jangan kamu..."

"Apa kak??!!" potongku kasar. "Apa?!!" tantangku mulai tak terima.

"Sudah... Sudah.." lerai ayah pelan. "Kalian sudah tua, masih saja suka berantem."

"Tapi Yah...." kejar Kak Asti tak terima.

"Sudah As!! Ini urusan pribadi Candra." ucap Mas Ilham sabar, ikutan menengahi.

"Biarkan dia melakukan apapun keinginannya. Kita tau, dia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Iya kan Ndra?" tegasnya sambil menatapku meminta kepastian.

"Iya kak." jawabku pelan.

"Dan kalau ternyata keputusannya salah??" tantang kak Asti lagi. Benar-benar kakak yang menyebalkan.

"Dia tau konsekuensi yang harus dia tanggung. Hanya satu yang ayah minta. Jangan sampai kamu mempermalukan nama keluarga." ucap ayah tenang. "Apa keluarga Ratna tau mengenai anak itu?"

"Belum Yah." kenapa mereka membahas masalah ini seakan Yoga adalah masalah serius? Lama-lama aku mulai sebal dengan obrolan ini.

"Kalau mereka berkunjung, usahakan mereka tak berpikir buruk tentang keberadaannya!" tuturnya sabar. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakannya.

Setelah kepulangan mereka, aku jadi sedikit sulit mengontrol emosiku. Aku sadar Yoga menangkap kekesalanku, dan aku tak bisa berbuat apapun untuk menjelaskannya. Aku sendiri tak tau apakah keputusan ini benar atau salah? Yang jelas, setelah selama ini kami tinggal bersama.

Kesan yang kutangkap dari Yoga adalah dia anak yang baik, rajin sholat, tau bagaimana bersikap yang benar dan yang jelas, dia tidak banyak merepotkan. Hanya saja, dia kurang terbuka tentang masalah yang tengah dihadapinya. Dia bahkan tidak pernah membahas atau menyinggung seputar hubungannya dengan pacar lelakinya itu.

Because of YouWhere stories live. Discover now