part 33

7K 293 2
                                    

Kami menunggu si babang kerak telor selesai mengipas dan menyerahkan dua porsi kerak telor yang kami pesan, satu untukku dan satu lagi buat dimas. Hari ini hari ulang tahun fahri, jadi aku dan dimas berangkat ke jakarta tadi pagi. Naik pesawat biasa dan hampir berdesakan dengan penumpang lain, mungkin efek weekend. Aku sempat heran ini kok naik pesawat apa naik bus malam kok berdesakan begini.

"ayo dimakan, ntar keburu dingin."

"sabar aja kali, dim, dia juga ga bakalan lari kalo ga aku makan." dimas terbatuk batuk mendengarnya. Aku hanya bisa tertawa dan menepuk punggungnya keras sambil menyerahkan sebotol air mineral kecil dari dalam tasku. "makanya makannya pelan pelan ih, jangan kayak ga pernah makan seminggu begitu."

"ya kamu juga kenapa bikin aku ketawa waktu aku mau menelan makanan."

"kok jadi aku?"

"ya kamu juga nepuk punggung aku kayak ngajak berantem."

"mba, mas, maaf kapan mau bayar? Saya udah mau pulang." kata si babang menyela kami berdua. Aku nyengir meminta uang kepada dimas. Dimas memberi uang seratus ribuan dan aku berikan ke si babang.

"ambil aja bang, buat anak istri."

"wah makasih ya mba, masnya juga." setelah babangnya sudah pergi jauh aku baru mulai memakan kerak telurku. Nyam… setelah sampai di jakarta aku dan dimas sudah disediakan mobil, kuncinya di antarkan oleh seseorang yang aku tebak dari bratajaya group. Setelah berjalan menuju rumahnya pengkhianat 1 dan 2, kami bertemu si babang kerak telur yang sudah akan pulang kerumahnya setelah berdagang semalaman. Ya sudah sekalian saja aku membelinya, berhubung aku masih mengidamnya dari hari senin.

"nih kamu mau lagi ga? Kamu bisa makan punya aku." dimas menyerahkan porsinya yang sudah tinggal setengah ketika makananku sudah habis, ludes sampai bersih.

"boleh?"

"tentu, kenapa enggak? Apa kamu mau beli satu porsi lagi?"

"mungkin satu porsi lagi ketika ntar kita pulang."

"boleh." kami melanjutkan perjalanan ke rumah pengkhi… eeeeh, sudah mau berdamai dengan masa lalu, ga boleh menyebut keduanya dengan pengkhianat 1 dan 2. Hmmm, Farel dan Rini.

"dim?" aku menyodorkan potongan kecil kerak telur ke depan mulutnya, dimas melihat sekilas dan membuka mulutnya.

"kamu makan juga gapapa, rin. Ga usah nyuapin aku segala." aku malah menyodorkan sepotong lebih besar.

"ya gapapa loh, dim. Kita juga belum sarapan kan?" dimas tersenyum sambil mencuri pandangnya ke arahku. Matanya membentuk bulan sabit dengan alisnya yang tebal.

"udah aku bilang belum, kalo aku seneng kamu yang sekarang?" aku memutar kedua mataku, dia sudah mengatakan itu dari hari senin kemarin, hampir 10 kali setiap hari.

"kamu udah berulang kali bilang itu. Ga bosen apa?"

"enggak tuh." dimas tertawa kecil, menepuk kepalaku lembut. Aku menyuapinya lagi sampai kerak telurnya habis oleh kami berdua.

"dim?"

"hmm?"

"nanti kalo aku meninggal…"

"ih, kamu ini ngomong apaan sih?!" dimas menyela ucapanku dengan kesal.

"aku belum selesai ngomong."

"ya kamu juga omongannya ga jelas. Udah ga usah dibahas." aku dapat melihat pegangan tangan dimas di stir bertambah kencang.

"kalo aku meninggal waktu melahirkan nanti, kamu jangan nikah lagi ya?"

"kamu bakal baik-baik aja, rin. Kamu dan mereka bakal baik-baik aja. Dah, case closed."

My Crazy StudentWhere stories live. Discover now