CERITA 4: Kampus Oranye, Tujuh Tahun Lalu

6.3K 324 3
                                    

Gedung fakultas Teknik bercat oranye itu menjulang tinggi di belakang kantor rektorat yang tak kalah tinggi. Ada enam lantai yang setiap lantainya memuat sepuluh hingga sebelas ruangan. Teknik Informatika berada di lantai empat. Demi Tuhan jika lift sedang mati, cukup menguras tenaga menaiki anak tangga menuju lantai itu. Kali ini kesialan itu datang menimpaku.

Jam di arloji sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit. Yang berarti kelas telah dimulai lima menit lalu. Aku terlambat. Sudah pasti. Tetapi itu tak membuatku khawatir. Syukurlah tadi sempat kutanyakan pada Lya, salah satu temanku, bahwa dosen datang terlambat. Aku bisa sedikit santai.

Ketika sampai di lantai empat. Kuatur napasku yang masih satu-satu. Aku berjalan menuju ruang 403. Ruang praktikum perakitan personal computer yang merupakan matakuliah di awal semester lima ini.

Pintu sudah tertutup. Tetapi masih kulihat banyak orang bergerumbul di beberapa meja. Aku yakin dosen belum hadir.

"Saya harap kita bekerja sama karena saya juga masih baru di sini..."

Dan rupanya aku salah besar.

"Assalamu'alaikum, maaf, Pak, saya terlambat." Kuberanikan diri untuk masuk menuju dosen yang baru kukenal di semester lima ini.

Dosen baru itu menjawab salamku bersamaan dengan sebagian besar orang-orang yanga da di kelas.

"Mengapa saudara terlambat?" tanyanya.

"Saya...."

"Permisi!"

Belum juga kalimatku selesai, seseorang mendekat ke arah kami.

"Maaf, Pak. Saya terlambat," katanya, mengulang kalimatku beberapa detik tadi.

Dosen baru itu tidak tersenyum. Tetapi wajahnya juga tidak marah. Setelah beberapa detik yang serasa divonis untuk hukuman mati, kami dipersilakan duduk.

"Saya harap pekan depan sudah tidak ada yang terlambat di kelas saya. Tetapi saya tetap berikan toleransi lima belas menit. Paham?" kata dosen baru itu.

Serentak satu kelas menjawab. Selanjutnya dosen yang bahkan sampai saat ini tidak menyebutkan namanya-atau barangkali aku yang ketinggalan informasi-mengabsen kami satu per satu.

Baru kusadari ada yang aneh di daftar presensi kami. Nama yang asing. Nim yang tidak sama dengan angkatan kelas informatika-satu juga wajah yang sama sekali tidak kami kenali. Dia laki-laki yang tadi telat bersamaku. Sangat terlambat mengetahui informasi ini. Tetapi aku sendiri memilih tidak peduli.

***

Tiga jam kemudian, kelas perakitan PC berakhir. Tidak ada tugas proyek karena pembagian kelompok baru akan dilakukan setelah ini. Tetapi aku tidak yakin pekan depan akan bisa santai-santai karena di semester lima berhubung ada tiga matakuliah praktik yang cukup merepotkan berdasarkan pengalaman kakak tingkat. Belum lagi tugas proyek yang akan membuatku lembur setiap akhir pekan.

"Astagfirullah!" seseorang memekik nyaring saat ketua kelas informatika-satu, si Rachmad mulai menulis pembagian kelompok.

Aku menoleh. Semua orang menoleh.

Lya, teman dekatku yang bangkunya tepat di depanku menjatuhkan seluruh peralatan belajarnya. Mulai dari kotak pensil, buku dan entah apa.

"Hehe, maaf-maaf, lanjutin aja Rachmad," katanya tidak enak. Lalu ia pun memunguti barangnya. Beberapa jatuh di dekat kakiku. Kupungut beberapa penanya itu, lalu kuserahkan padanya.

"Hari baru semangat banget, Ly," kataku menggoda. Lya meringis tetapi tidak menanggapiku. Sebaliknya dia malah diserang panik, beberapa saat kemudian memasang muka memelas dan tangkap tertelungkup dengan pena-pena di dalamnya, pena yang baru saja ia ambil dari tanganku tadi.

Cerita KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang