Part 2 - Kepingan Rasa Sakit

248K 13.8K 631
                                    

Vote and comment ditunggu yaaa :D

"Gimana tadi ngobrol sama Rei?" tanya Bundanya saat mereka sedang duduk di ruang nonton. Fani yang mendengar pertanyaan Bundanya itu, jadi bete sendiri.

"Nothing special, Bun. Aku rasa, aku nggak cocok sama dia. Dia orangnya nyebelin banget. Udah gitu nggak sopan lagi," ujar Fani jadi menggebu-gebu saat mengingat kembali percakapannya dengan cowok itu.

"Kok kamu bisa bilang begitu? Padahal baru pertama kali ketemu. Nggak boleh loh, Fan, nge-judge orang dari luarnya," Ayahnya juga mulai angkat bicara, membuat Fani menghela napas.

"Aku tuh nggak nge-judge dia, Yah. Orang dia emang nyebelin kok. Ayah tahu nggak? Dia itu playboy di kampus aku. Busuknya tuh udah ketahuan banget deh. Masa Ayah mau jodohin aku sama cowok kayak begitu sih?" Fani mulai memprovokasi Ayahnya.

"Hah? Masa sih? Sama kayak Ayah waktu dulu dong?"

Melihat reaksi Bundanya, Fani malah menutup matanya dengan frustasi. Ketika dibukanya matanya, dia mendapati Ayahnya malah terkekeh dengan perkataan Bundanya. "Tapi setelah ketemu Bunda, Ayah berubah kan?"

"Iya, dong. Makanya itu, siapa tahu Reihan kayak Ayah, Fan. Pas udah sama kamu jadi berubah," ujar Bundanya semangat.

Mendengar jawaban itu, Fani mulai memijit pelipisnya. Kayaknya gue salah ngomong, ujar Fani dalam hati.

"Aku bener-bener nggak bisa sama cowok begitu, Yah. Maafin, Fani. Lagian, kayaknya dia itu bukan kayak Ayah yang bisa berubah," ucap Fani sambil menunduk. Dia takut Ayahnya akan memarahinya.

Ayah Fani tahu ini yang akan dikatakan putri semata wayangnya. Setelah mencecap kopi buatan istrinya, ayah Fani bertanya, "Mau sampai kapan kamu nungguin orang yang belum tentu balik sama kamu?"

Pertanyaan itu membuatnya membeku. Fani mendongak menatap mata Ayahnya. Tidak percaya kalau pertanyaan itu keluar dari mulut Ayahnya.

"Sampai kapan, Fan?" tanya Ayahnya lagi.

"Yah," tegur Bundanya sambil memegang tangan Ayahnya pelan.

Fani hanya diam. Dia tidak tahu harus bicara apa lagi. Tangannya mengepal kuat. Berusaha menahan emosi yang mulai bergejolak dalam dadanya. Kepalanya tertunduk. Bingung mau menjawab apa. Ketika dia sudah menemukan suaranya, Fani hanya berkata, "Aku akan tungguin dia, Yah. Sampai kapanpun. Sekalipun Ayah sama Bunda nyuruh aku nikah sama orang lain, aku akan tetep nungguin dia."

Ayahnya hanya menghela napas pelan. "Ayah sama Bunda cuma mau yang terbaik buat kamu. Untuk apa kamu berjuang sedangkan orang yang kamu perjuangkan sama sekali nggak ikut berjuang dengan kamu?"

Fani hanya diam menatap Ayahnya. Matanya mulai mengabur karena cairan bening yang dia tahu sebentar lagi akan menetes. Bunda Fani yang melihat hal itu, mencoba mendekati putrinya dan mengelus pundaknya. Alhasil, hal itu justru membuat Fani menangis. Dia memeluk Bundanya dengan erat. Menangis disana. Menumpahkan semua bebannya selama ini.

"Ayah nggak bermaksud bikin kamu nangis, Fan. Kami cuma mau, kamu lupain orang yang udah nyakitin kamu," ujar bunda Fani sambil mengelus pundak putri semata wayangnya itu.

***

Setelah insiden Fani menangis di pelukan Bundanya beberapa hari yang lalu, Fani melancarkan aksi diamnya pada sang Ayah. Bukannya berhasil, sekarang Ayahnya malah mengajak dirinya untuk ikut ke rumah Rei dengan alasan ingin membangun hubungan yang lebih dekat lagi pada calon keluarga baru mereka. Karena itu disinilah dirinya sekarang, di dalam mobil bersama Ayah dan Bundanya menuju rumah Rei.

"Jangan manyun gitu dong, Fan. Nanti cantiknya hilang, loh," canda Bundanya. Sedangkan Fani hanya memutar bola matanya malas.

"Omongan Ayah waktu itu lupain aja ya, Fan. Ayah minta maaf. Nanti Ayah beliin es krim deh," ayah Fani ikut membuka suaranya.

Lo, Tunangan Gue !!! [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now