Part 6 - Saling Membenci

171K 10.3K 136
                                    

Haiiii....

Jangan lupa vote and comment yaa :D

Thank youuuu :*

------------------------------------------------------

"Nggak ada yang ketinggalan kan, Fan?" tanya Bundanya sambil sambil ikut merapikan barang-barang Fani.

Fani menggeleng. "Aku kan disana cuma selama Bik Pur pulang kampung, Bun. Lagian kalo ada yang ketinggalan, aku bisa ambil kesini lagi kok."

"Iya. Tapi harus bareng Rei ya. Jangan sendirian. Takut ada apa-apa."

Fani memutar kedua bola matanya jengah. Kenapa juga harus selalu cowok itu yang dibahas? Malas berdebat dengan Bundanya, Fani hanya mengangguk patuh. 

Setelah memastikan semua barang-barangnya dalam koper tersusun rapi, Fani memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Tapi belum juga sampai keluar dari kamarnya, cewek itu melihat Rei sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Sini. Biar gue yang bawain," tawar Rei.

"Nggak usah. Gue bisa sendiri kok." Nggak usah sok baik, tambah Fani dalam hatinya.

Baru saja Rei mau membalas perkataan cowok itu, bunda Fani sudah lebih dulu menyela, "Biarin aja Rei bantuin kamu, Fan. Kenapa galak banget sih sama tunangan sendiri? Niat Rei kan baik, mau bantuin tunangannya."

Fani kemudian menghela napas dan memberikan koper serta tasnya pada Rei. Dia tahu Rei pasti hanya basa-basi tadi. Hanya ingin terlihat baik. Basi! cibir Fani. 

Entah kenapa jika melihat cowok itu, Fani pasti langsung naik darah. Benci. Memikirkan dirinya tinggal bersama dengan cowok itu pun membuatnya semakin benci pada cowok di depannya ini.

"Udah. Ayuk turun," ajak bunda Fani.

Melihat Rei yang mau repot-repot menjemput putrinya membuat bunda Fani tidak berhenti untuk tersenyum. Bahkan saat Rei memasukkan barang-barang Fani ke dalam mobilnya pun, bunda Fani tidak berhenti untuk menatap calon menantunya itu. Bangga karena ternyata, dirinya tidak salah pilih.

"Bunda sama Ayah nggak salah kan pilih calon menantu?" tanya Bundanya pada Fani saat cewek itu mau berjalan ke tempat Rei.

Fani langsung berhenti berjalan mendengar pertanyaan Bundanya dan menatap cowok yang sedang dipandangi Bundanya dari depan pintu rumah mereka.

"Dia aja langsung gampang akrab sama Ayah," lanjut Bundanya.

Fani lagi-lagi menghela napas. Bingung. Karena lagi-lagi Bundanya sangat terpesona pada sikap cowok itu.

Kalo gini caranya, gimana gue bisa jalanin rencana gue?

"Setiap orang pasti mau kelihatan baik di depan orang yang baru dia kenal, Bun. Kita lihat aja seberapa lama dia tahan akting kayak gitu."

"Hush! Nggak boleh sembarangan kalo nilai orang. Apalagi tunangan sendiri," tegur Bundanya.

"Yaudah kalo Bunda nggak mau percaya. Udah ah, Fani mau berangkat. Bunda sama Ayah berangkat besok siang kan?"

Bundanya mengangguk kemudian memeluk putri semata wayangnya itu dengan erat. "Fani baik-baik yah. Nanti Bunda akan sering-sering telepon. Kalo ada apa-apa, langsung kabarin Bunda atau Ayah." 

Fani mengangguk dalam pelukan Bundanya. Sedih juga kalau harus pisah berbulan-bulan lagi dengan kedua orang tuanya ini.

"Udah jangan lama-lama pelukannya. Kasian Rei udah nungguin," tegur ayah Fani yang tiba-tiba sudah berada di belakang mereka bersama dengan Rei.

Lo, Tunangan Gue !!! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang