[3]

199 22 4
                                    

Darina hanya bisa menatap sahabatnya iba, namun dirinya juga kesal. Kenapa sih Arin itu keras kepala? Sudah dia bilang 'kan kalau Razka bukan cowok baik. Tapi Arin masih saja mengelak.

Hari ini terhitung tiga hari setelah Arin dan Razka putus.

Darina masih memeluk sahabatnya itu. Sekarang mereka sudah berada di rumah Arin–tepatnya di kamarnya. Seperti biasa, Darina pergi ke rumah Arin sehabis pulang sekolah.

"Terus gue harus gimana?" Arin menangis, sesekali nafasnya tersendat-sendat.

"Yaudah, lo lupain dia, dong." ucap Darina dengan enteng, cewek itu mengelus punggung Arin dengan lembut.

Mendengar respon dari sahabatnya, Arin langsung melepaskan pelukan mereka, dia menatap Darina kesal, "Tapi gue masih sayang! Masa saran lo itu sih?!"

"Mau lo masih sayang, mau lo nggak. Razka tetep cowok brengs. Yang kerjaannya mainin hati doang." ujar Darina penuh sabar. Masalahnya adalah, sahabatnya ini sudah keras kepala, manja, cengeng pula. "Dan," Darina mengangkat jari telunjuknya di depan Arin.

"Razka adalah cowok yang harus lo jauhin."

"Gak mau!" jerit Arin, "Gak bisaa," rengeknya.

"Arin! Lo bisa gak sih sekali-kali nurut apa kata gue tentang Razka?" Darina menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk Arin.

"Apa gue tetep perjuangin dia?"

cih, bahasa lo, batin Darina memutarkan matanya.

"Buat apa cowok berengsek kayak dia di perjuangin."

"Api bisa di padamkan oleh air, lho, Rin."

"Apa hubungannya," Darina mendecak.

"Dingin bisa mencair karena panas." ujar Arin tanpa peduli dengan decakan Darina.

"GUA GAK NGERTI DEH, LO JANGAN SOK SOK FISIKA DAH."

"Iiih!" sekarang, Arin yang mendecak.

"Razka dingin ke gue. Bakal gue bales dengan hangatnya sikap gue ke dia."

"Kenapa sikap lo hangat? Kenapa gak panas? Biar cepet mencair." ujar Darina yang sebenarnya malas menanggapi sahabatnya.

"Ih! Emang menurut lo, kalo gue deket sama cowok-cowok atau bahkan udah punya pacar lagi, dia bakal peduli? Dia bakal ngelirik gue lagi... atau cemburu, gitu?"

"Nah! Tuh lo tau!"

Arin terdiam dengan ucapannya sendiri.

AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang