part 2

193 6 15
                                    

           “Hah, bosan,” desisku sambil menutup tab-tab Chrome dan mengunci layar ponselku. Ponselku bergetar tiba-tiba, kutekan tombol power dan kuusap layar namun ternyata hanya pesan dari iklan-iklan gak penting. Kukunci kembali layar ponselku dan meletakkannya sembarangan diatas meja.

          Aku menoleh kesana-kemari mencari hiburan. Dan mataku tertuju pada Akbar dan laptopnya. “Akbar!!!” aku berteriak sambil menghampirinya yang sedang menonton film bersama Dhafin. “Aku juga mau lihat film,”

          Tanpa berkata-kata Akbar menyisihkan tempat untukku duduk. Dan setelah aku menduduki kursi, kulihat film yang mereka tonton. “Lihat film lain dong...” kataku sambil menekan tombol ‘Esc’ dan bagaikan menekan bel, Dhafin langsung teriak.

          “Hei!”

          “Ayo dong, lihat film yang lain. Jangan ini,” kataku mencoba merayu.

          Tapi mereka kembali fokus pada film action amerika itu. Sebenarnya aku ingin melihat film Korea, tapi karena itu bukan laptopku jadi, aku hanya jadi pengganggu mereka berdua. Kutekan tombol pervious, dan lagi lagi mereka berteriak, “Ima!!!” dan aku lari.

          “Dasar gendut!” Akbar malah mengejekku.

          “Aku nggak gendut!” aku menyangkal.

          “Tapi nggak kurus,”

          “Tau ah,” aku langsung memalingkan diri. Kesal? Iya. Walau aku tahu dia bercanda. Ya kan, namanya cewek gak suka disinggung soal ‘gendut’. Termasuk aku.

          Aku pun mengambil selembar kertas folio bergaris dan meremasnya hinga berbentuk bola dan melemparnya ke Akbar.

          “Wah! Ima!” teriaknya. “Dasar gendut! Hahaha!” dia malah tertawa lagi.

          Aku ingin berteriak kencang. Tapi hanya bisa kulakukan dalam hati--soalnya aku gak segendut itu. Akhirnya aku pergi dari bangku Akbar.

        Dan, ya, aku kembali bosan. Aku sedang nggak mood ngobrol dengan kedua eonniku atau sekedar mengganggu adek Zaky yang lagi curhar-curhatan sama Oeh. Dan saat kulihat Michelle ternyata dia sudah bisa ditebak apa yang ia lakukan--main game--dan aku tidak ingin merusuhi Claudia--aku biasa panggil dia Clu--yang sedang serius mengerjakan laporan karya ilmiahnya jadi aku memilih duduk kembali ke bangkuku di sebelah Iftitah.

           Akhirnya aku kembali berkutik dengan ponselku yang sudah banyak tergores layarmya dan sering jatuh berkali-kali--oke ini gak penting--dan kuputuskan untuk fan girling-an aja. Yah, untuk satu kegiatan ini aku nggak bakal bosan kecuali satu hal dapat mengalihkan perhatianku--apa maksudmu Im?.

              Awalnya aku yang berniat men-stalk T.O.P, yaitu salah satu member Big Bang yang aku sukai, eh, aku malah mengetik nama @wildanzalfi28 lalu menekan tombol search. Yah, beginilah nasib jadi secret admirer nya kakak kelas, yang nggak kenal alias nggak bisa kenal dan orangnya sekarang malah mau lulus SMA--eak jangan baper Im--dan aku masih belum mengenalnya. Ternyata belum ada update terbaru dari mas Wil dan akhirnya kukunci langsung layar ponselku. Dan membatin dalam hati, what are you doing Ima? Dan sedetik kemudian melemparkan ponselku ke dalam kolong mejaku.

          Aku yang lagi-lagi kebosanan memilih mengahadap kebelakang dimana ada Mahesha dan Handi--pasangan 'sahabat sejati' dikelas selain Zaky-Dhafin--yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing alias main game--yah kok sama kayak Michelle. Tapi btw aku sadar akan sesuatu. Michelle kalau main game, biasanya pakai ponselnya Handi, dan sekarang benda itu ada digenggamannya. Satu ide terbelesit dibenakku. "Han, pinjem hape dong,"

          Dia yang masih fokus sama layar ponselnya itu menjawab, "masih aku pake ma,"

         Bagai disambar petir--alay deh--pupus sudah ideku yang hendak menggunakan ponsel milik Handi untuk streaming-an channel live Korea. Dan aku kembali dalam bosanku hingga Akbar memanggilku.

              "Ima, ini ada film Korea, sini," katanya sambil menyunggingkan senyuman yang ambigu--oke apa maksudnya--dan aku tanpa babibu langsung dengan semangat menghampiri Akbar dan saat dia menununjukkan layar laptop yang masih nge-play film itu, aku langsung berteriak dalam hati saekki! Dan aku diam memandang film Amerika ber-subtittle kan Korea itu.

          "Hahahaha!" Tertawalah dia karena berhasil membohongiku.

***

              Dia juga ngeselin, tapi paling tidak, tidak lebih ngeselin daripada Akbar. Sekalipun aku kesel sama dia, aku nggak bisa marah ke dia. Entahlah, aku memang tipe yang seperti itu.

***

          Saat di rumah, entah kenapa beberapa hari terakhir ini aku sering berharap dia akan mengirim pesan chat padaku. Ya, aku tau ini terlalu berharap dan terlalu berharap itu menyakitkan--itu kalau kata Ihza sih. Padahal, dia jarang mengirim chat dukuan ke aku biasa aku duluan yang nge-chat dia. Tapi untuk urusan penting sih. Dan kalau boleh jujur, ada saatnya aku seperti hilang kesadaran untuk sejenak--anggap saja begitu--dan mengirimnya chat yang, oh my God! Gak penting banget. Kayak, manggil namanya. Dan tiba-tiba pesan chat-ku langsung dibalas. Diaaat seperti itulah aku sadar dan bingung mau balas apa--karena sejak awal gak ada niatan--dan akhirnya memilih untuk berpura-pura tidak tahu dan berakhir dengan tidak membacanya.

               Ditengah kegiatanku menulis diary--anggap saja seperti yang kututlis diatas--suara teriakan membuatku menghentikan apa yang kulakukan detik itu. "Apa ma?" Ya. Mamaku memanggil.

                "Dek, itu digoreng ikannya, bentar lagi ayah dateng. Terus panasin sayurnya sekalian bikin teh atau susu," rentetan pernmintaan mama rasanya terkadang berat ditelinga, tapi, yaudah lah, she's my mom .

         Tapi yang paling nyebelin sih ya, disaat aku menyadari bahwa aku anak tunggal dan aku yang menjadi satu-satunya yang disuruh dan ditambah, ketika aku menggoreng ikan mama kembali nenambahi, "mama sekalian bikinkan ya. Terus, tadi lantainya belun disapu, sekalian ya dek,"

            Akhirnya aku hanya menghela nafas berat dan membalas, "hmmm..."

           Nah, hal pentingnya adalah, ditengah aku melakukan semua itu, terdengar suara notifikasi aplikasi line. Awalnya hanya sekali, tapi lama-kelamaan, ponselku terus bunyi.

          Kuletakkan dahulu sapu yang sempat kugenggam, kemudian berjalan menuju meja belajar dan duduk di kursinya.

            Wah, ada chat dari dia. Baiklah, aku tidak bisa menyembunyikan rasa senang dalam hati.

           Begitu aku buka wall chat ternyata dia berkata, "Im, fotoin catatan matematikamu dong,"

          Membaca ini aku sebenarnya malas meladeni, tapi karena ini dia yang minta, jadi, ya sudahlah. Dan kukirim balasan, "sebentar ya,"

           Setelah mengirim itu, aku berpikir. Dia kok selalu minta jawaban atau gak catetan tugas atau pokoknya yang berhubungan pelajaran. Dia kalau kirim pesan ke aku, hanya saat dia butuh aku atau membicarakan hal penting. Yah, itu wajar sih. Hanya aku merasa aneh, kenapa harus aku?

          Selesai memotret seluruh catatan matematikaku dengan kamera ponsel lalu kukirim padanya. Dan dia hanya mrmbalas, "makasih,"

***

          Disaat seperti ini aku terkadang merasa bahwa, apakah dia hanya memanfaatkanku? Apakah perasaanku pada dia sudah ketaran? Sehingga dia melakukan ini. Tidak kan?

DIA [1/2] - AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang