part 3

115 8 9
                                    

Aku sudah katakan bukan? Aku selalu memerhatikan dia. Hmmm... bagaimana menjelaskan
nya ya?

***

Saat itu, hasil ulangan harian minggu kemarin dibagikan. Ada pelajaran biologi, agama, kimia, dan lainnya. Aku melihat hasilku, dan yah, aku hanya dapat berkata, "alhamdulillah,". Tapi, saat aku melihat hasil ulangan milik dia dan kembali melihat milikku, aku berkata dalam hati--lagi--dan, "masih lebih bagus nilainya,".

Jujur aja, aku memiliki sifat perfeksionis dalam diriku dan sering menginginkan posis terbaik. Tapi, karena aku tahu dia lebih baik dariku, aku berpikir, aku harus lebih baik darinya.

Tapi, toh dia bukan tujuanku sepenuhnya--atau mungkin alasan--untuk belajar dengan rajin. Bukan. Kalian juga, kalau menginginkan sesuatu atau memiliki cita-cita, pasti akan berusaha keras untuk mendapatkannya. Benar? Begitu pula aku. Jadi, anggap saja dia sebagai 'selingan' dari alasan-alasanku lainnya.

Sama seperti dia, yang juga memiliki impian yang tinggi. Dan aku kagum padanya yang begitu yakin bahwa dia bisa mencapainya nanti. Kalau aku? Akan kucoba untuk yakin pada diriku sendiri dan yakin aku juga bisa mencapai impianku. Aamiin. Kalian juga ya!

***

Tidak terasa. Dia memotivasiku. Bahkan terkadang, hanya untuk hal kecil. Tidak. Bukan memotivasi, yang benar. Membuatku termotivasi.

***

Seperti biasa, aku menghilangkan rasa bosanku karena jam kosong yang panjang dengan cara menonton film dengan Akbar dan Dhafin.

Aku bersyukur mereka mengizinkanku memilih film yang akan kami lihat. "Nonton Inside Out aja yaaa," aku memohon.

Dhafin menyetujuinya--karena kalau Dhafin mau Akbar juga setuju--dan kami pun menonton film itu.

"Lho... yang riang kok egois gitu sih," aku mengomentari sepotong film.

Beberapa menit kemudian. "Lho kasian Riley!!!" Aku berkomentar lagi.

Di tengah-tengah film, "Tidakkk!!!" Aku berteriak karena melihat si marah malah mengacaukan semuanya--dalam cuplikan film.

"Diamlah Imaaa!!! Rame!" Dhafin gampang marah ya kayaknya.

Akhirnya aku memilih untuk meminjam ponselnya Handi dan menonton video di youtube--kuota banyak kok dianya.

Sambil menonton video Kim Hyun Joong, sesekali aku melirik film. Ya, aku menemukan video fancam saat fanmeeting dengan Kim Hyun Joong.

Dan entah kenapa, aku ingin menangis. Padahal video itu hanya menampakkan Kim Hyun Joong yang bercakap-cakap dan sesekali menyapa fans-nya sambil tersenyum. Aku juga melihat saat para fans bersalaman dengan Kim Hyun Joong satu per satu.

Air mata terus memaksa untuk keluar tapi kutahan. Yah, disini ada Dhafin dan Akbar--juga Handi, Nabila, dan Octa yang ikutan nonton--jadi tentu saja aku tidak mau menampakkan sisiku yang satu ini.

Kuputuskan untuk mengkunci layar ponsel milik Handi itu dan kembali fokus menonton film. Ditengah film Octa pergi dan Nabila masih disana sambil sesekali spoiler mengenai Inside Out.

Aku kembali membuka youtube--masih menggunakan ponsel milik Handi--dan menonton video Kim Hyun Joong lainnya.

Entahlah, itu hanya video simple yang bahkan bagiku itu tidak penting, yang spesialnya hanya karena seorang fans yang merekamnya langsung. Tapi entah kenapa lagi-lagi aku ingin menangis dan kali ini lebih menyesakkan. Aku tidak tahan dan mengunci layar ponsel itu lalu kukembalikan pada pemiliknya.

Film selesai. Nabila pergi entah kemana dan Dhafin juga. "Lihat film Korea ya bar, please, sekali ini aja," aku memohon lagi. Tapi kali ini dengan nada suara yang lebih rendah dari biasanya. Entahlah, tiba-tiba gak mood.

"Ya, yang mana?" Untungnya dia mengizinkan. Tapi setelah diplay, nggak ada subtittlenya.

"Yang lain bar, yang Thailand aja deh," tapi aku berubah pikiran. Dalam sekejap. "Gak deh, aku gak mood," kataku sambil bangkit dari duduk dan langsung meletakkan kepalaku dipangkuan Lintang eonni yang sedang duduk di lantai dan mengerjakan tugas.

Aku diam. Tapi Andi malah berbicara padaku, "Im, tathering dong," dan aku membalas.

"Handi, pake hapenya Handi,"

"Wah, jangan pelit gitu Im," Handi menimpali.

"Kan memang pake hapemu," aku terus membalas perkataan mereka dengan nada rendah sekali.

"Aku kan gak-" aku memutus perkataan ku sendiri. Ada yang aneh dengan air mataku yang lagi-lagi memaksa untuk keluar. "Ah, tau ah. "

"Wah Ima pelit, pelit,"

"Aku lagi gak mood-" tidak. Air mataku sudah mengalir. Aku terdiam dan menyembunyikan mukaku masih dipangkuan eonni-ku. Tak terasa air mataku semakin deras mengalir dan ini bukan yang aku inginkan. Bahuku sedikit bergetar dan aku sendiri malah sesenggukan.

"Lho, Im kenapa?" Handi bertanya tapi langsung diam karena tidak kujawab.

"Lho Ima kenapa?" Akbar ikutan berkomentar.

"Kamu boleh lihat film korea deh, sini aku downloadkan subtittlenya,"

Aku malah ingin tertawa mendengar perkataan Dhafin. Tapi dadaku masih sesak. Entahlah, semua ini hanya karena Kim Hyun Joong.

***

Kejadian ini mengingatkanku pada dia yang pernah berkata padaku seperti ini, "Kamu itu, jangan mencintai laki-laki melebihi cintamu pada Allah dan Nabi Muhammad. Hayo lhooo," dan ini membuatku sadar, tidak seharusnya aku menangis karenanya. Ya. Karena dia.

***

"Zak, aku mau nanya," orang yang kusebut namanya hanya menoleh tanpa menjawab. Aku meneruskan perkataanku. "Zak, misalnya ada seorang cewek datang ke kamu dan mengakui perasaannya ke kamu, tapi kamu nggak ada perasaan ke dia. Kamu bakal jawab apa?"

Zaky hanya diam. Memicingkan mata. Dan berkata, "aku nggak paham,"

"Jangan buat aku mengulangi perkataanku,"

"Hahaha! Aku gak tau lah, emang ada cewek yang suka aku?"

"Ayolah, pasti ada. Paling nggak bayangin aja. Lagian gak mungkin adek zaky gaada yang suka, fans nya aja banyak,"

Dia menatapku kesal lalu berkata, "mereka itu cuma nyabe doang,"

Aku langsung mendelik. Tapi beberapa detik kemudian aku tertawa. Zaky pun begitu. Tiba-tiba, seseorang menghampiri kami.

Dia muncul. Entah dari mana. Dengan wajah kesal--yang bahkan terlihat lebih kesal dari Zaky biasanya-- dan berkata dengan ketusnya, "aku cemburu kamu sama Zaky terus,"

Deg! Aku terbangun. Mataku mengerjap terlebih karena sinar matahari langsung menerobos jendelaku yang terbuka lebar. "Deeekkk! Bangun,"

"Iya ma!" Semua itu cuma mimpi. Ternyata.

***

Aku juga sudah katakan. Kalau karena dia aku bisa bermimpi indah. Disini maksudnya, aku memimpikan dia, dan itu adalah mimpi yang indah. Ya, kurang lebih begitu.

***

Btw itu fotoku dan Lintang Eonni ^^ (aku yang pake kerudung abu-abu)
Dan ada pesan untuk temanku yang membaca ini, jangan beritahu siapa-siapa soal cerita ini. Oke!

DIA [1/2] - AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang