B A B 1 1

2.7K 264 2
                                    

||11||
I n p r o b a t i o

------

Life is full of pain, and sorrow.

------

Cahaya mentari pagi menyeruak dari sela-sela fitrase jendela kamar Bella, dan saat seberkas cahaya tersebut mengenai wajahnya, gadis itu pun mengerjapkan matanya. Dia menoleh ke nakasnya, mendapati jam digital menunjukkan pukul 6.15.

Satu detik... Dua detik....

"TELAT!!!" serunya—pada dirinya sendiri—dan segera berlari ke kamar mandi. Suara yang dihasilkan kakinya menyebabkan kepanikan tersendiri saat mencapai telinga kakak lelakinya—Nino.

Lelaki itu segera berlari dari lantai bawah, dan dengan panik mengetuk-ngetuk pintu kamar Bella. "Dea! Kamu kenapa?!"

Dari dalam kamar mandi, Bella terkekeh. "Nggak apa-apa kak! Telat nih! Mau mandi dulu!!"

Setelah itu, terdengar suara shower dihidupkan dan deru tetesan air yang menghantam lantai keramik. Nino menghela nafasnya, dan bersandar di pintu kamar adiknya. Berpikir mengapa adiknya begitu memaksakan diri untuk kembali bersekolah.

Nino menutup matanya, dan membiarkan detik demi detik berlalu. Kemeja kerjanya berantakan karena berlari, namun tangannya tak bergerak untuk merapikan seberkas kain yang melekat di tubuhnya itu. Deru nafasnya perlahan melambat, dan dia dapat merasakan detak jantungnya yang juga lama kelamaan seirama dengan nafasnya.

Sudah 15 menit berlalu. Lelaki itu merasa khawatir, dan kembali mengetuk. Bunyi air yang menghantam keramik tak lagi terdengar sejak 5 menit yang lalu. "Dea? Udah siap?"

"Iya, bentar lagi kak." Di dalam sana, Bella merasakan badannya bergetar, yang juga mempengaruhi suaranya.

"Oh, oke."

Sekilas, gadis itu merasa lega karena kakak lelakinya tak menyadari getaran kecil di suaranya. Buru-buru dia memakai baju sekolahnya dan menyambar ransel yang sudah beberapa hari tergantung dan tak tersentuh di kursi meja belajarnya. Dia tak menghiraukan ponselnya yang asyik bergetar karena banyaknya pesan yang diterimanya—benda pipih itu baru hidup pagi ini karena gadis itu lupa mengisi dayanya beberapa hari yang lalu—dan dengan cepat menumpuk beberapa barang lain ke dalam ranselnya.

Dia pun membuka pintu, dan tepat di depannya berdirilah Nino dengan tampang kusut yang sedang menatapnya dengan khawatir. "Dea baik-baik aja?"

Bella dengan lembut berusaha mendorong kakaknya ke samping agar dia bisa keluar dengan leluasa. Namun tampaknya Nino enggan bergerak sebelum mendapat jawaban yang pasti dari adiknya. "Dea baik-baik aja. Sekarang, Dea mau sarapan, boleh kan?" tanyanya dengan manis saat kakaknya tak kunjung beranjak dari hadapannya. Akhirnya dengan berat hati Nino pun mengangguk dan memberi jalan kepada adiknya.

"Pagi Tante," sapa Bella riang kepada Naya yang sedang menata meja makan.

Naya tersenyum melihat keponakannya itu. "Pagi sayang. Gimana perasaan kamu, Dea?"

Gadis itu segera mengambil tempat yang agak berjauhan dengan kakaknya, yang sekilas menyebabkan Nino dan Naya tertegun. Bella tak pernah ingin menjauh dari kakaknya, dan semua orang tau itu. "Dea rasa lebih baik dari biasanya, Tan." jawabnya pelan.

Dalam benaknya, Bella merasa aneh, karena Tantenya yang biasanya sering bepergian bersama Om-nya tiba-tiba memutuskan untuk tinggal. Gadis itu merasa bahwa lagi-lagi dirinya menjadi sebuah beban bagi semua orang.

AtelophobiaWhere stories live. Discover now