BAB 13

9.3K 910 24
                                    

Zayn memandang bosan pada titik-titik embun di gelas milkshake coklatnya. Berkali-kali dia melenguh panjang, pertanda jengah. Zayn cuma ingin satu––pulang.

Asal kalian tahu ya, sudah tiga puluh sembilan menit lebih dua puluh tiga detik Zayn berada di kafe ini bersama Gladys, dan cewek itu terus saja bercerita ke segala arah tanpa peduli Zayn memberi tanggapan atau tidak. Zayn lebih tertarik menatap gelas atau jam digital di tangan kirinya. Menghitung butuh berapa menit bagi Gladys untuk mengganti topik pembicaraan––yang sebenarnya cuma dia sendiri yang terlihat antusias.

Mulai dari kegiatan cheers di sekolahnya, pemilihan ketua OSIS, film-film yang sedang tayang di bioskop sampai merk pembersih wajah terbaru miliknya––yang dia beli dengan alasan pembersih wajah yang lama membuat kulitnya kusam.

Lebih absurd lagi, sekarang tiba-tiba Gladys membahas Bang Aksan––penjual cilok di depan sekolahnya.

Tolong jangan katakan kalau...

"Masa aneh aja kan, Beb, kaya orang kepedean gitu Bang Aksan bilang kalo dia naksir sama Ajeng. Ya tau sih Bang Aksan itu ganteng, masih muda juga. Seumuran gitu kan sama aku. Tapi ya masa aja Ajeng gitu lho, Beb, pacaran sama kang cilok. Duh, bisa gempar deh satu sekolah."

Oh, Zayn kira Gladys akan membandingkan Bang Aksan dengan Baek Hyun, salah satu personil EXO yang sangat dikaguminya.

"Apa salahnya pacaran sama kang cilok kan?" sahut Zayn sekenanya. Dia memutar-mutar sedotan lengkungnya. "Namanya juga cinta. Jodohnya gitu mau diapain?"

"Is––kamu tuh ya, ngedoain yang aneh-aneh," Gladys tidak terima dengan penuturan Zayn, maka dia mengeplak tangan pacarnya itu.

"Lah, siapa yang ngedoain?"

"Itu tadi kamu, pake bilang jodoh-jodoh segala."

"Bilang doang kan, nggak pake kata semoga. Gimana sih kamu?"

"O–iya ya. Hehe. Berarti aku yang salah ya, Beb?" suara tawa Gladys terdengar disela aktifitasnya mengaduk jus strawberry.

"Hmm–"

"Beb beb–"

"Buset dah, apaan sih, By?" hampir saja Zayn mati tersedak karna Gladys mengagetkannya.

"Itu di deket hidung kamu jerawat bukan sih?"

"Iya kali."

"Kamu ganti merk sabun wajah ya? Atau kalo naik motor lupa nggak pake masker? Ih, kamu kan ya aku bilangin jaga kebersihan. Terutama kebersihan badan. Kalo jerawatan gini kan kamu juga yang risih. Tuh tuh––ih ini harus cepet-cepet diobatin deh, Beb," cerocos Gladys membesar-besarkan perkara. Seolah jerawat Zayn yang hanya sekecil butiran ketumbar dilihatnya sebesar batu kali.

"Udah––" bersikap lembut, Zayn perlahan menyingkirkan jari Gladys yang memencet jerawatnya. "––kamu nggak bisa ya nganggep segala sesuatu sesuai porsinya aja? Kalo kecil jangan dibesar-besarin, kalo udah besar jangan dijadiin tambah besar."

Gladys menampakkan tampang kesal. Menurut versinya, dia sudah bersikap benar––selalu benar, catat itu. Apa salahnya memberi perhatian berlebih pada pacar sendiri?

Sedangkan orang-orang jaman sekarang memberi perhatian khusus pada pacar orang lain adalah hal yang lumrah. Eh, benar kan?

"Kamu nggak capek apa kalo abis nyerocos gitu? Sekali-kali, jangan lihat semua bahan pembicaraan lewat satu sisi aja, kadang kamu harus berpikir apa orang yang kamu ajak ngomong berkenan sama kata-kata kamu yang melebihi batas," Zayn melanjutkan, seperti meluapkan kekesalannya pada sikap Gladys. Cewek itu menjadi semakin bawel. Dan itu membuat Zayn pusing. Sadar atau tidak, segala waktu yang dulu Zayn luangkan untuk mendengar cerita Gladys perlahan sirna. Dia jenuh. Dia bosan.

Zayn and Zena ✔Where stories live. Discover now