3. Malam Penentuan

33.8K 1.7K 43
                                    

Pengen banget rasanya aku gigitin nih meja saking gregetnya, si ayah baru kemakan apasih sampe ngejodohin anak cewek satu-satunya nan cantik jelita tiada tara dengan om om brewok macam bodyguard gini!? Yang muda kaya cakep kinclong aja aku tolak gimana yang kayak gini?

Beberapa saat aku ngediamin tangan si om di udara, udah kupastikan kalau itu melelahkan.

"Saya sudah memperkenalkan diri," ujar si om tampaknya bosan menungguiku yang masih bengong.

"Azzenia Giwarka, bisa di panggil Jeni," aku menyambut tangannya untuk bersalaman.

Tangannya kokoh banget bray! Emang buat bodyguard cocok banget, dan tatapannya itu loh, mendukung.

"Om panggilannya siapa?" lanjutku bertanya setelah kami selesai berjabat tangan.

"Juan, dan berhenti memanggil saya dengan sebutan itu," balas si om, widih! Ngeri juga.

Dan aku mulai bingung, ini aku mau manggil dia apaan coba? Gak ada sapaan yang cocok buat tampangnya, atau panggil nama aja? Takut durhaka sama orang tua. Oke Je, lo harus hindari bicara dengan menggunakan kata subjek.

Aku mulai mutar otak gimana cara bikin pertemuan malam ini bikin si om gak kepengen lagi ketemu aku. Sepengetahuanku cowok macam gini paling gak suka sama pembicaraan gak penting, ayo kita mulai dengan sesuatu yang gak penting.

"Om tahu gak? Eh maaf, maksudnya tahu nggak? Aku itu suka pergi ke konser-konser artis korea dan suka ngestalker sosmed mereka, mereka ganteng-ganteng," ujarku bicara dengan begitu sumringah.

Si om hanya melirikku sekilas, aku tahu ini pembicaraan gak penting banget untuk ukuran orang yang baru ketemu, tapi emang itu tujuanku. Tapi kok aku kesel ya sama responnya?!

"Kamu itu K-popers?" tanyanya bersender ke kursi sambil melipat tangannya di dada.

"Iya," lah kok? Lah kok?? Ini kok macam wawancara kerja? Aku yang gugup? Apa-apaan ini?

"Itu sebuah budaya populer, memiliki masa-masa tertentu. Wajar remaja menyukainya, terutama karena pria korea begitu memperhatikan penampilan, kamu gadis normal," terangnya santai masih dengan posisi yang tak berubah.

Lah kok si om paham? Apa dia juga suka? Tampang gak menentukan hati ternyata.

"Tapi aku suka mgehabisin waktu buat itu loh," aku masih usaha bikin dia gak suka.

"Itu saat kamu masih remaja, saat kamu terjun ke dunia kerja, kamu gak bakal sempat lagi untuk demikian, gaji kamu bakal kamu perhitungkan untuk di pakai,"

Bener juga ya, aku baru mulai kerja dari tingkat awal, gaji pasti belum gede-gede amat buat dihambur-hamburin, dulu sih iya bisa minta ayah, kalau sekarang?? Malu lah...

Eh!? Ini kok aku kepengaruh si om sih!? Fokus Jeni fokus!! Lu mesti kalahin nih om-om!!

Putar otak dan putar otak, gak mungkin aku ngelanjutin pembicaraan ini, si om malah nyadarin aku. Hahaha aku punya ide baru.

"Itu brewoknya di pelihara?" tanyaku sambil nahan tawa, biasanya sih banyak cowok yang agak risih kalau ditanya begini.

Dia terkejut mendengar pertanyaanku dan mengusap bulu-bulu yang tumbuh di kitaran rahangnya, "Saya gak sempat nyukur,"

Aku tertawa dalam hati, tampaknya dia kurang suka membicarakan fisik, "Sibuk banget emang? Tapi kayaknya masih sering olahraga, badannya lumayan, cita-citanya jadi atlet atau bodyguard ya?" dan aku bertanya sambil nahan tawa.

Dia hanya menatapku aneh sambil geleng-geleng, "Makankah," balasnya berhubung dihadapan kami sudah tersaji makanan, ngeles aja nih si om.

"Om gak nanya-nanya tentang aku?" tanyaku disela makan, dari tadi kok kayaknya aku doang yang ngebet sama ni om-om.

Catch Me If You CanWhere stories live. Discover now