Wattpad độc quyền
Còn 2 chương miễn phí

Bab 5

51.1K 5.3K 183
                                    

Di antara ketiga teman akrabnya, hanya Ghani yang memiliki rumah searah dengan rumah Adilla. Jadi, memang Ghani yang paling sering memberi tumpangan padanya.

Hari ini, sudah hampir petang ketika Ghani menurunkan Adilla di depan rumahnya. Keberadaan mobil Satya di dalam garasi menandakan kakaknya itu sudah berada di rumah. Sedangkan mobil hitam yang terparkir di halaman menunjukkan kalau sedang ada tamu di rumah mereka.

Adilla menatap datar ke arah mobil hitam berbadan besar tersebut. Hampir 24 jam dan baru sekarang Gavin berniat menemui Adilla? Baiklah. Adilla ingin melihat seberapa besar usaha pria itu untuk meredakan kekecewaannya.

Mungkin Adilla turut serta membuat kondisi semakin runyam karena dengan sengaja dia tidak mengindahkan telepon dari Gavin. Namun, panggilan telepon yang masuk satu kali ketika kemarin malam dan sekali lagi saat sarapan, tidak membuat Adilla merasa tersentuh sama sekali. Gavin bahkan tidak mau repot mengirimkannya satu pesan pun.

Mungkin bagi Gavin, tidak ada yang perlu dijelaskan dan terlalu membuang waktu kalau harus lebih berusaha lagi demi bisa berbicara dengannya. Jadi, Adilla memilih bertahan dengan egonya, kukuh tidak menghubungi duluan walau dia harus mengalami kesulitan tidur karenanya.

Adilla juga tidak merasa heran ketika mendapati Satya bisa duduk santai di ruang tamu bersama Gavin. Bahkan keduanya terlihat berbincang dengan santai seperti kawan lama meski Adilla tahu kalau keduanya baru saja saling mengenal secara dekat.

Umur Satya tiga tahun di atas Adilla. Dia sudah berada pada tahun terakhir kuliah strata satunya di jurusan bisnis. Satya juga sudah mulai membantu urusan kantor ayahnya saat ini. Makanya ketika dia bisa berbincang dengan Gavin yang lebih dulu terjun di dunia kerja, pastilah sangat menarik dan menguntungkan bagi Satya.

Adilla mencibir dalam hati ketika membayangkan kalau kakak sepupunya itu pasti sudah mulai respek pada Gavin, dibandingkan kepada para pria lain yang pernah mendekati Adilla.

Adilla menyapa singkat keduanya ketika melewati ruang tamu. Melirik sekilas pada Gavin, tapi tetap melangkah menuju kamar. Tidak berniat bergabung bersama mereka. Dia bahkan sibuk memeriksa beberapa notif di ponsel ketika Satya sudah bersandar di kusen pintu kamarnya dengan tangan bersedekap di dada.

"Dia sudah lama nungguin kamu," ucap Satya, meminta perhatian Adilla.

"Hm." Adilla masih fokus pada beberapa pesan obrolan yang dikirimkan Vaya dan Ivan di grup mereka.

"Dilla ...."

Satya memang memanggil dengan nada lembut, tapi sekaligus menyuarakan sebuah teguran. Mau tidak mau Adilla harus mendongak untuk memandang kakaknya.

"Kamu yang paling tahu gimana nggak enaknya diabaikan, kan?" sindir Satya, meski tidak berniat menghakimi. Hanya saja, dia tahu bagaimana sensitifnya Adilla terkait pengabaian seseorang, terutama dari orang terdekat.

Adilla membuang napas panjang, tersenyum kecut. Tentu saja dia tahu bagaimana rasanya diabaikan. Sindiran Satya membuatnya tersadar kalau saat ini ternyata dialah yang sudah mengabaikan orang lain hanya demi memuaskan rasa kecewanya. Benar-benar kekanak-kanakan.

"Kakak jangan nguping, ya," tegur Adilla sambil berjalan mendekati Satya dengan bibir cemberut.

Satya tersenyum geli sambil mengacak puncak kepala adiknya dengan sayang. "Nggak bisa kamu main petak umpet sama yang ini. Orangnya beda banget dibanding bocah-bocah yang biasa dekatin kamu."

Adilla hanya kembali tersenyum masam. Tentu saja mereka tidak sama. Gavin bahkan lebih berumur dibanding semua cowok yang pernah mendekatinya. Namun tetap saja, mereka sama-sama pria dengan ego kebanggaan mereka. Fakta itu sudah cukup menjelaskan bagaimana pola pikir mereka.

The First OneNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ