2

123 23 4
                                    

"Dhi, mau ke kantin atau disini aja?" tanya Dilla saat kelas sudah mulai sepi karena kebanyakan anak anak pergi ke kantin.

"Kantin aja deh yuk, gue laper sekalian mau nagih utang ke Aksel," balas Dhia sembari beranjak dari kursinya dan menutup novelnya yang sebelumnya sedang ia baca. "Utang gue sama dia belum dibayar."

"Ohh, utang dari kapan?" tanya Dilla sembari pergi ke luar kelas.

"Kemarin."

Dilla mendengus lalu tertawa pelan. "Yaelah Dhi, kalau baru utang kemarin mah gapapa kali, lo mah suka melebih lebihkan banget."

"Biarin deh, ayo ah cepet."

Kafin yang sedang menjahili Aji, anak cupu di kelasnya langsung berdiri menyadari Dhia dan Dilla yang ingin pergi ke kantin, dan ia langsung mengajak Rhandra untuk ke kantin juga. "Dra, kantin yuk!" ajaknya.

"Tumben banget lo mau ke kantin," balasnya sembari bangun dan menguap. "Ganggu tidur gue aja lo."

"Udah ah ayo cepet!" Kafin langsung merangkul leher Rhandra dan meninggalkan Arman sendirian di kelasnya.

Saat sedang berjalan di koridor, Dhia dan Dilla baru menyadari jika mereka diikuti oleh Kafin dan Rhandra. Padahal, mereka tidak niat bareng. Dan malah Dhia dan Dilla sengaja tidak mengajak Kafin dan Rhandra. Apalagi Kafin adalah orang yang paling malas untuk pergi ke kantin. Ia selalu meminta pada Arman untuk membelikannya makanan.

"Dil, ada penguntit ya dibelakang kita?" tanya Dhia tanpa menengok kebelakang. Malas.

"Iya tuh. Udah biarin aja."

Dhia mendengus sebal.

Kafin menatap tangan Dhia dan Dilla yang saling berpegangan.
"Dra, pegangan kayak mereka yuk!"

Dengan keadaan antara sadar dan mengantuk, Rhandra menjawab Kafin dengan ogah-ogahan. "Nanti aja ya, kalo kita udah nikah, udah mukhrim."

"Iya deh sayang, gak apa apa. Aku mah sabar menanti."

"Gajelas ah lo! Yakali nanti nikah beneran, ogah gue!" ucap Rhandra yang akhirnya sadar kalau ia mengatakan hal yang benar benar menjijikan.

"Ya emang siapa lagi yang mau nikah sama lo." balasnya dengan mengejek.

"Tai, malah ngeledek lo. Udah kali cewek pegangan tangan aja lo omong omongin."

"Ya kan aneh aja, kenapa cowok kalo pegangan kesannya maho, kalo cewek pegangan ga terkesan lesbian," balas Kafin dengan raut muka bingung. "Ini adalah misteri."

"Lebay ah lo! Kebanyakan nonton uttaran!"

"Uttaran mana ada yang kayak gituan, bego! Oh iya, filmnya namanya uttaran, tapi kenapa setiap gue nonton gak ada tokoh yang namanya uttaran, coba?" ucap Kafin lagi dengan pertanyaan yang gak penting.

Rhandra menatap Kafin dengan tatapan aneh.
"Lo nanya aneh banget sumpah, kayak gituan doang dipermasalahin. Mendingan lo tanya gitu kek tentang kimia. Lo kan bego kalo kimia." balas Rhandra dengan agak sebal. Kafin selalu meributkan hal yang tidak penting. Tetapi jika hal yang penting malah disepelekan olehnya. Zaman now emang udah edan. Batin Rhandra.

Kafin memang sering sekali menyepelekan pelajaran kimia, Kafin selalu menganggap kimia gampang, padahal kenyataannya ia selalu mendapat nilai 60 kebawah setiap ulangan. Maka dari itu, sampai saat ini Kafin membenci kimia dan selalu berkata kimia adalah pelajaran terkutuk, padahal kenyataannya dia yang tidak ingin belajar.

Sesampainya di kantin, Kafin melihat Dhia dan Dilla menghampiri Aksel. Kafin langsung menarik Rhandra untuk duduk ditempat yang dekat dengan mereka.

"Sel, bayar utang lo dong!" ucap Dhia sambil memukul lengan Aksel pelan.

"Utang apaan?" tanyanya terheran heran. Ia merasa kalau ia tidak punya hutang apa apa pada Dhia.

"Ihh, jangan pura pura deh, lo ga inget utang lo kemaren? Yang di toko buku kemaren!" ucap Dhia sambil gregetan dan kesal karena Aksel lupa dengan hutangnya.

Aksel menyadarinya dan langsung membulatkan matanya. "Utang yang buat gue beli pulpen?!" tanyanya kaget.

"Iyalah."

"Dhi, harganya kan cuman empat ribu." ucapnya gregetan, Dhia heboh hanya karena ia punya hutang empat ribu kepadanya. Dhia terlalu heboh seperti Aksel mempunyai hutang milyaran rupiah padanya.

"Tapi kan empat ribu juga berharga kali, lumayan segitu buat gue nabung beli novel," ucap Dhia. "Ayo dongg!"

"Iya iya," balas Aksel sambil mengeluarkan duit enam ribu. "Nih, empat ribu untuk sang ratu."

Dhia mengambil enam ribuan tersebut dari tangan Aksel. "Tau aja lo gue ratu," ucapnya sembari tertawa pelan. "Ratu hatinya Lee Jong Hyun." lanjutnya. Dan langsung disoraki oleh Aksel. Dhia dan Aksel tertawa bersama.

Lalu Dhia memperhatikan Dilla yang sedang mengobrol akrab dengan salah satu teman Aksel.

"Cie, Kak Rai sama Dilla akrab banget." ucap Dhia menggoda.

"Apaan sih lo, Dhi!" ucap Dilla kesal. Mereka semua langsung tertawa.
"Gak sekalian jadian aja, kalian?" tanya Dhia lagi menggoda Dilla.

Dilla memukul Dhia pelan. "Apaan sih lo Dhi, gadanta banget!"

"Sabar aja Dhi, nanti bakal ada saatnya gue sama Dilla pacaran. Tunggu aja tanggal mainnya." ucap Raihan ikut menggoda Dilla yang mukanya kini sudah memerah. Dilla menunduk malu. Mereka semua langsung tertawa.

Kafin yang melihat mereka merasakan kesal dan cemburu di hatinya, ia benar benar merasa panas. Ia tidak suka melihat mereka sangat akrab dengan Aksel. Karena dari sejak kecil, Kafin selalu merasakan kesal jika Aksel berada di dekatnya dan Dhia. Entah kenapa.

Daripada ia merasa semakin kesal, sebaiknya ia berbincang dengan Rhandra.

"Dra, gue kesel banget sumpah sama si Aksel. Sama temen temennya juga," ucap Kafin. "Sok kegantengan banget mereka, gantengan juga gue." lanjutnya lagi dengan pede.

"Dra, jawab kek!"

"Hm." gumam Rhandra dengan malas.

Kafin memutar tubuhnya dan melihat Rhandra yang menikmati bakso dan es jeruknya.

"Tai ya lo, capek capek gue ngomong panjang lebar sampe mulut gue berbusa gini sangking cape ngomong." ucap Kafin lebay sambil merebut es jeruk Rhandra dan meneguknya sampai habis.

Es jerukku.. Selamat tinggal. Batin Rhandra sambil menatap sedih es jeruknya.

"Makasih banget loh ya, udah diabisin es jeruk gue!" ucap Rhandra menyindir sambil tersenyum di manis maniskan.

"Iya, sama sama." balasnya sambil terus menyeruput es jeruk Rhandra.

Rhandra mencoba mengikhlaskan es jeruknya.
"Tadi lo bilang apa? Lo kesel liat Aksel? Kesel gara gara Aksel ketawa bareng Dhia?" tanya Rhandra.

"Gatau. Intinya gue kesel liat Aksel."

"Suka kali lo sama Dhia!" Kafin tertawa mendengar perkataan Rhandra. Mana mungkin ia menyukai Dhia.

"Ya nggaklah! Lagi pula gue masih keingetan sama mantan gue, apalagi mantan gue ada di deket sini." ucap Kafin.

"Serius? Mantan lo siapa?" tanya Rhandra dengan antusias.

"Adalah, yang pasti lo kenal sama orang itu." ucap Kafin sambil menarik mangkuk bakso Rhandra dan memakannya.

Lagi lagi Rhandra hanya bisa mengikhlaskan makanannya. Padahal ia baru saja makan setengahnya.

"Muka lo kenapa? Gitu amat sih." ucap Kafin sambil menatap lekat lekat Rhandra. Rhandra pun menatap lekat Kafin. Tiba tiba Kafin merasakan adanya getaran di dadanya.

Ia langsung memegang dadanya dan langsung menyadari bahwa hapenya bergetar karena ada panggilan untuknya. Ia pun menghentikan kontak matanya dengan Rhandra.

Saat melihat pesan dari ibunya, Kafin menghela nafas kesal karena disuruh untuk menjemput adiknya yang menurutnya 'super duper triple bawel'.

FoolishnessWhere stories live. Discover now