5

25 0 1
                                    

"Lo dianter sama Aksel?!"

"Iya, emang kenapa sih?" sewot Dhia. Begitu sedatangnya ia di cafe, ia tak menyangka bahwa semua telah berkumpul kecuali dirinya. Bahkan Kafin. Jarang jarang Kafin akan datang tepat waktu.

Sebegitu datangnya pula, Kafin langsung menanyakan dengan siapa Dhia diantar. Setelah menjawab diantar oleh Aksel, ya, seperti itulah reaksi Kafin.

"Aksel ga ngomong apa apa kan, tentang hal jelek atau apapun pokoknya pas jaman smp?"

Pertanyaan Kafin membuat Dhia penasaran. Memangnya ada apa saat jaman smp? Memang saat smp, Dhia, Kafin, dan Aksel tidak satu sekolah. Padahal mereka selalu satu sekolah bahkan satu kelas saat sd. Namun saat smp, orang tua Dhia mendaftarkannya di sekolah swasta. Namun saat sma, Dhia pindah ke sekolah negeri karena tidak terlalu nyaman dengan sekolah swasta.

Dhia kagum saat mendengar bahwa Aksel mengikuti kelas "akselerasi" yang artinya, Aksel loncat satu kelas lebih dahulu daripada Dhia dan Kafin. Dhia tertawa membayangkan nama Aksel dan kelas akselerasi. Nama-nya mirip. Mungkin karena jodoh.

"Nggak lah, ngomong ngomong aneh apaan, sih emangnya?"

"Nggak jadi."

"Dih, gaje."

Kafin menghela nafas, ia benar benar tidak suka jika Dhia berdekatan dengan Aksel. Ia tak ingin memberitahu alasannya kepada Dhia. Karena Dhia tidak akan mungkin percaya.

"Lo kenapa gak minta jemput gue aja sih? Atau Dilla gitu?" tanya Kafin.

"Lo kan suka telat! Lagian, Dilla gak bisa jemput tadi. Dia udah pergi duluan. Ya kan Dil?" Dilla mengangguk.

"Ya kan buktinya gue gak telat ini." Kafin sudah berbicara lebuh tenang saat ini. Tadinya, ia ingin mengomeli Dhia kenapa ia diantar oleh Aksel. Tapi, ia takut Dhia curiga.

"Ya tapi kan lo suka telat. Udah lah, capek debat gue, haus."

Setelah itu, Dhia segera memanggil seorang waiter.

**

"Kalo main mainan kek gini, gue jadi inget jaman smp. Kita sering main adu panco gini." ucap Rhandra di sela sela adu panco antara Kafin dengan Dhia.

"Iya, ya." Dilla dan Kafin menjawab serempak.

"Loh? Emangnya Dilla dulu satu smp juga sama lo berdua? Demi apa?" tanya Dhia selagi mempertahankan tangannya agar tidak kalah dari Kafin

"Lo gak tau?" Rhandra berbalik bertanya. Ia sedikit terkejut karena Dhia tidak tahu kalau Dilla dengan dirinya dan Kafin satu smp. Maksudnya, Dilla dan Dhia kan dekat. Apa Dhia tidak pernah menanyakannya?

"Nggak." Dhia menatap Rhandra sekilas dan kembali fokus dengan adu panco-nya. "Ah! Fin, jangan terlalu kuat, kek!"

"Dih apaan, gue udah lemesin nih, nih!" balas Kafin sambil tangannya yang melemas. Tapi tetap saja, Dhia kalah kuat dari Kafin. Tetapi, tetap saja Dhia tidak ingin kalah dari Kafin.

"Lo gak pernah bilang ke gue ih, Dil!" Dhia balik lagi ke topik sebelumnya.

"Bilang apaan?" tanya Dilla, lalu ia menurunkan handphone yang sedari tadi ia pegang.

Dhia menatap Dilla datar. "Makanya perhatiin! Chat-an mulu sih lo sama Kak Ray!" ucapnya sambil tertawa. Memang, Dilla kabarnya sedang pdkt dengan Ray. Kakak kelasnya di sekolah. Temannya Aksel.

"Wah? Lo jadi ceritanya suka sama Kak Ray, nih?" tanya Rhandra begitu mendengar topik lainnya yang menarik.

Dhia hampir saja kalah adu panco karena senang ada teman yang tepat untuk menggoda Dilla. Untung saja Dhia langsung menyadarinya. Tidak lengah.

FoolishnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang