The C

2K 263 9
                                    

"ICPO?" teriak Lucio.

"Sst, kecilkan suaramu!!" bisik pamannya.

"Ma-maaf. Tapi Kau tidak salah lihat paman?"

"Tidak, sesuai kata-katamu, aku melihatnya sendiri, di depan tkp banyak yang berlalu-lalang dengan menggunakan jaket ICPO." jelas pamannya.

"Sial, kalau ICPO pasti takkan mudah tertipu begitu saja, kita tak bisa ikut menyelidiki, bisa-bisa kita justru yang tertangkap, aku ada rencana lain, tapi ini butuh waktu yang lama."

"Katakan" suruh pamannya.

"Kita tunggu agak lama hingga kasus ini mereda, lalu kita harus menyamar dan berteman dengan salah satu anggota keluarga yang ditinggalkan hingga kita berada pada tahap 'tidak dicurigai' jika terlalu banyak bertanya karena sudah dianggap keluarga sendiri"

Pamannya tergelak.

"Itu akan sangat lama!!"

"Sejujurnya otakku tidak mampu memikirkan cara lain, menurutmu bagaimana paman? Satu-satunya petunjuk yang kita punyai hanya Red City ini, lagipula data dari kepolisian itu hanya berisi catatan kasus dan endingnya yang belum terpecahkan, bahkan tidak dicatat siapa saja saksi yang dimintai keterangan pada tiap kasus itu, karena para erter itu juga tidak meninggalkan saksi sih." jelas Lucio.

"Yaah, satu-satunya cara hanyalah memintai saksi pada siapapun yang mengakui pernah mengetahui/melihat mereka."

"Nah itu dia, tapi tak ada siapapun, apalagi kasus erter yang terjadi di kota ini baru sekali ini saja, sungguh pembunuhan inilah satu-satunya jalan masuk kita untuk menggapai informasi."

"Baiklah, aku telah mengumpulkan sedikit data" jawab pamannya, "korban bernama Tony Douglas, mereka keluarga kecil yang bahagia, terdiri dari korban,istrinya bernama Lawrence, dan satu anak perempuan yang saat ini berusia sepertimu bernama Rahel." lanjutnya.

Lucio tampak terdiam dan berpikir. Tak lama setelahnya dia memiliki ide.

"Mencari anggota keluarga yang lain seperti saudara sepupu, dll akan sangat lama dan merepotkan, juga jika kita mencari info seakurat mungkin tentang pembunuhan sang korban, lebih baik kita mendekati sang istri atau anaknya, emm, paman, bagaimana jika kau mencoba.."

"Tidak" potong pamannya.

"Aku tidak pandai menyamar begitu, aku takut melakukan sesuatu yang tidak kauharapkan nantinya, kenapa tidak kau saja?" tantang pamannya.

"Aku tidak pandai berbicara dengan orang tua seperti istri korban."

"Kalau begitu anaknya saja" sahut pamannya sambil melanjutkan meminum air mineral.

"Tapi..aku belum pernah... pacaran"

Pamannya langsung tersedak.

"*Ohok..*ohok.. Apa.. Pacaran?..*Ohok"

"Jangan menertawaiku, aku serius, tiba-tiba mendekatinya begitu, jika tidak dikenalkan temannya atau minimal tetangga atau teman sekolah, akan mencurigakan sekali, cara paling aman adalah itu, karena jatuh cinta pandangan pertama selalu banyak dipercayai oleh orang-orang, meskipun aku sendiri sangat menyanggah sesuatu yang mustahil begitu."

"Hmm, aku mengerti, tapi pesanku hanya satu..jangan larut dan benar-benar mencintainya hingga tidak sadar kita memiliki misi lain, jangan lengah."

"Baik paman. Huuh, aku tak suka ini tapi apa boleh buat, tapi tetap saja mendekati Rahel butuh waktu yang tidak singkat. Baiklah, akan kukatakan rencanaku.."

**

"Kenapa menelponku Bos?"

"Kita harus bertemu, ada yang harus dibicarakan, tunda dulu penyelidikanmu sementara waktu."

The Hidden WarWhere stories live. Discover now