Bab III : Tania - Dreams

93 4 0
                                    


"Oh my life, is changing every day. In every possible way." (The Cranberries)


'Saat buah tidak harus jatuh dekat dengan pohonnya.'

"Tania! Gue nggak ngerti kenapa lo seneng banget molor kalo lagi di rumah gue."

Mataku masih berat rasanya saat mendengar suara Ferdian—sahabat sejatiku sejak SMP—di dekat telingaku.Aku pun membuka mataku perlahan dan melihat wajah Ferdian tepat di hadapanku.

"Apaan sih lo, Fe?! Muka lo nggak usah deket-deket sama gue," kataku sambil mendorong wajah Ferdian menjauh. Kulirik jam dinding yang ada di atas pintu, sekarang sudah pukul tujuh malam. Rupanya aku ketiduran di rumah Ferdian selama—bentar, ngitung dulu—kurang lebih tiga jam.

"Tahu deh yang muka udah kayak mak lampir. Itu nyokap gue udah nyiapin makan malem.Cepetan bangun, deh. Nggak usah kayak kebo." Ferdian langsung menarikku berdiri dan menyeretku ke kamar mandi terdekat. Dasar barbar! Seenaknya saja menarik tangan orang yang nyawanya belum terkumpul seluruhnya.

Rumah Ferdian sudah kuanggap sebagai rumah keduaku.Bagaimana tidak?Sejak SMP, aku sudah bersahabat dengan cowok satu itu.Meski kelakuannya sungguh menyebalkan—lupakan fakta kalau dia itu seorang playboy sejati—tapi bila bersamaku dia benar-benar menjadi cowok yang betul-betul baik.Aku sangat merasa beruntung menjadi sahabatnya—koreksi, sedikit beruntung.Aku sering menghabiskan waktuku bermain di rumah Ferdian karena rumahku terlalu sepi dan memang jarang ada orang.Kedua orangtuaku terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Setelah selesai mencuci muka dan gosok gigi, kulangkahkan kakiku ke ruang makan.Tante Farina dan Ferdian sudah duduk di meja makan. Menungguku untuk bergabung.

"Kamu kok tadi ketiduran di sofa sih, Tan?Kenapa nggak tidur di kamar tamu aja?" tanya Tante Farina yang terlihat sangat keibuan.Uh, aku sangat iri dengan Ferdian yang punya ibu selembut Tante Farina. Kalau mamaku dibandingkan dengan Tante Farina itu seperti bumi dan langit. Mama pasti nggak peduli kalau aku tidur di sofa. Aku nggak tidur aja kayaknya mama nggak peduli.Sigh.

"Kecapekan, Tante. Nggak kuat jalan lagi tadi," kilahku sambil duduk di hadapan Ferdian.

"Biasalah, Ma. Tania orangnya emang cinta tidur banget.Ketemu sandaran dikit langsung tepar," celetuk Ferdian dengan menyebalkan. Ingin rasanya aku menendang tulang keringnya. Untungnya tidak kulakukan. Sungkan sama Tante Farina euy.

"Ih, apaan sih lo, Fe?Gue nggak segitunya kali," kataku pedas. Yah, setidaknya lebih baik ngomelin dia daripada nendang kakinya.

Aku dan Ferdian pun saling berpandangan tajam. Rasa-rasanya beneran ada aliran listrik yang terpancar dari kedua mata kami.

"Sudah.Kalian ini jangan berantem.Ayo makan."Akhirnya Tante Farina menengahi.

Terputuslah kontak mataku dan Ferdian. Hmm, aroma masakan Tante Farina memang menggoda selera. Tanpa berkata lagi, aku pun mulai menikmati lezatnya masakan Tante Farina.

Setelah selesai makan malam, aku dan Ferdian duduk-duduk di teras belakang.Kebetulan bulan sedang bersinar dengan indahnya.Aku merasa damai saat ini.Jadi ngantuk lagi.Hoaaahm.

"Woy, lo mau tidur lagi?" tegur Ferdian sambil menggetok kepalaku dengan tangannya.

Kukerucutkan bibirku sebal. "Lo nggak bisa ngebiarin gue tenang dikit aja, ya?Capek tahu dengerin omelan lo yang lebih mirip emak-emak."

"Lagian, lo itu emang tukang tidur banget deh.Dikit-dikit tidur."

Aku hanya menarik napas lelah. Udah capek ngeladenin omongan Ferdian yang makin kayak emak-emak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 21, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Yesterday in Bandung [PREVIEW- TERBIT di TOKO BUKU]Where stories live. Discover now