Tanda Tanya

3.4K 427 56
                                    

Suasana malam di kota Villey Ras terbilang cukup gelap dari biasanya, padahal kali ini baru pukul 19.00. Bintang tak nampak sama sekali, rembulan pun tampak malu-malu untuk memperlihatkan keindahannya. Nampaknya, malam ini akan turun hujan deras.

Malam ini Shani sedang melakukan ritual khususnya di balkon depan kamarnya. Membaca, ya itu lah ritual khusus Shani ketika malam sudah mulai menghadang. Membaca adalah hobbynya sejak kecil. Menurutnya, membaca adalah hal yang sangat bermanfaat, karna dengan membaca ia dapat menambah kosa katanya dan mendapati kata bahasa yang baru yang belum pernah ia ketahui sebelumnya.

Malam ini, Shani membaca tidak di temani terangnya gemerlap bintang seperti biasanya, tapi hanya di lindungi oleh hembusan lembut angin malam yang lumayan menusuk kulitnya.

Ceklekkk

Pintu kamar Shani akhirnya terbuka, sedikit demi sedikit dan akhirnyamenampilkan sosok perempuan berusia sekitar empat puluhan dengan rambut hitam sebahu dan kulit yang masih terjaga perawatannya.

"Sayang," ucap perempuan itu dengan lembut, sambil terus melangkahkan kakinya menuju balkon. Mendekati Shani yang sedang asyik membaca.

Shani yang mendengar suara seseorang yang tak asing lagi baginya, langsung menutup bakunya, secepat mungkin untuk menoleh ke arah suara itu datang.

"Iya, kenapa ma?" Jawab Shani, yang tak kalah lembutnya, "oh ya, tumben mama udah pulang, biasanya pulang larut malam"

"Hari ini pekerjaan mama tidak terlalu banyak. Oh ya, gimana sekolah mu? Baik-baik saja kan, tidak ada masalah?" Tanya Sarah lembut, lalu mengambil tempat dan duduk di sebelah anaknya.

Shani yang mendengar pertanyaan itu, cukup terkejut. Pertanyaan yang sederhana, namun sangat ia rindukan. Ia ingat betul kapan terakhir kali mamanya itu mengucapkan kalaimat itu, pada saat ia kelas 2 SMP, itu juga karna Hemophobianya* kambuh.

"Hah, se-sekolah ku?" Shani sedikit gelagapan. "Hmm baik-baik saja. Kenapa, memangnya ma?" Ia sedikit ragu bertanya.

"Tak apa-apa, mama hanya ingin bertanya saja."

Shani menganggukan kepalanya, samar. "Oh."

Hati Shani terasa sangat damai sekaligus senang sekarang, akibat perlakuan mamanya yang jarang ia dapatkan itu. Sarah masih duduk termenung di samping anaknya, sambil menatap langit gelap yang tak memperlihatkan bintang. Shani yang melihat sikap mamanya itu, sangat bahagia, momen yang jarang sekali ia dapatkan bersama mamanya akhir-akhir ini.

Shani yang melihat sikap lembut mamanya itu, rasanya ia ingin langsung menjatuhkan berjuta pertanyaan kepada mamanya, yang masih menyelip di pikirannya. Tapi, hal itu langsung di tepisnya, dari pada mamanya nanti langsung pergi meninggalkannya, lebih baik ia memilih untuk melontarkan satu buah pertanyaan saja, yang sedari dulu memang mengganjal di pikiran dan hatinya.

"Ma, aku boleh tanya sesuatu, tidak?" Tanya Shani, sambil mengambil tempat lebih dekat ke Sarah.

"Iya, mau tanya apa sayang?"

Shani menarik nafas panjang terlebih dahulu dan menghembuskannya dengan lembut, berusaha menguatkan diri "Apakah ayah benar-benar sudah meninggal?"

Sarah yang mendengar pertanyaan anaknya itu, langsung menoleh "Apa maksud mu bertanya seperti itu?"

"Aku hanya butuh penjelasan ma. Aku sudah 16 tahun, tapi aku belum pernah datang ke makam ayah, melihat fotonya pun tidak pernah." Shani akhirnya tak kuat lagi menahannya, dan akhirnya sebuah cairan bening pun jatuh dari kelopak matanya.

Sarah akhirnya berdiri, tak memperdulikan Shani yang masih duduk di depannya. "Diam kamu Shani, ayah kamu itu sudah MATI!" bentak sarah kencang, membuat Shani sedikit ketakutan.

The MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang