Chapter 45

2.6K 203 5
                                    

[Abby]

   Perjalanan 5 jam 40 menit dari Seattle ke Orlando membuat sekujur tubuhku sakit. Terkadang aku dan Sydney berbicara mengenai Seattle ataupun Miami dan juga Orlando. Ia mengatakan bahwa Miami adalah tempat terbagus yang pernah ia singgahi. Terkadang juga kami tertidur bersamaan. Namun aku lebih sering mengamati awan-awan di luar pesawat sembari mendengarkan lagu-lagu yang berada di iPod ku. Mendengarkan lagunya secara acak, tiba-tiba aku mendengarkan lagu kesukaanku, Hold It Together dari Nico & Vinz. Menyanyikan beberapa bait lagunya tanpa bersuara, mengingatkanku dengan Harry, lebih tepatnya hampir semua lagu di ponselku mengingatkanku dengannya. Ada beberapa lagu yang menjadi favorit kami berdua, entah itu lagu hip-hop maupun alternatif, kami menyukai semuanya. Hingga akhirnya aku tiba di Orlando International Airport.

5:00 am (Orlando)
   Perbedaan jam yang berjarak 3 jam lebih maju di Orlando membuatku susah untuk menghubungi Sophia hanya untuk mengatakan bahwa aku sudah tiba di Orlando. Aku memutuskan untuk mengiriminya pesan singkat yang mengatakan aku sudah sampai dan akan menghubunginya di pagi hari.

   Mengambil bagasi bersama dengan Sydney hingga kami berpisah saat aku harus memanggil taksi menuju ke rumah. Ia mengatakan bahwa aku harus menghubunginya saat aku datang ke cafe miliknya.

   Perjalanan menuju ke rumah hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit, hingga akhirnya aku sampai di perumahan yang sudah lama tidak ku datangi. Langit masih gelap membuat kabut di sekitaran menutupi pandanganku.

    Setibanya di depan rumah, membayar taksi dan menurunkan barang bawaanku, aku berjalan menuju pintu rumah. Terlihat sedikit asing, mungkin karena sudah lama aku tidak berkunjung kemari. Mengetuk pintu rumahku perlahan, aku melihat waktu sudah menunjukkan pukul 5:51 am, biasanya Caleb akan bangun lebih pagi dan pergi berlari mengitari perumahan.

   Hingga terdengar suara pintu terbuka, aku memasang senyuman terlebar yang aku miliki saat aku melihat Caleb membuka pintunya, dengan hanya memakai celana tidur yang panjangnya hanya selutut dan tidak mengenakan kaus, sedang mengusap matanya yang masih mengantuk seketika itu pula tatapannya tertuju lurus padaku.

   "Oh ya Tuhan! Abby!", teriaknya sembari menarikku kepelukannya. Terasa sangat hangat dan nyaman, aku sangat merindukannya. Terkekeh, aku membalas pelukannya dan menjawab, "Oh ku mohon, aku sangat lelah dan kau bisa memelukku nanti. Ijinkan aku masuk, idiot".

   Melepas pelukannya, ia membawa koperku ke dalam dan menarik tanganku. Menaruh kopernya di dekat sofa di ruang keluarga, aku dan Caleb berjalan menuju dapur. Rumah kami sangat sederhana walaupun terhitung luas, namun tentu tidak sebesar rumah milik 'nya' yang berada di Seattle. "Abby, apa aku bermimpi? Ini kau? Astaga, aku tidak percaya kau sungguh-sungguh datang kemari", ucapnya dengan nada yang bahagia sembari menuangkan jus jeruk ke dalam 2 buah gelas yang aku asumsikan untukku dan untuknya.

   Menerima gelas darinya, kemudian menyesapnya sedikit, aku menjawab sembari memasang senyuman hangatku, "Ya tentu, aku sudah sangat merindukan kalian. Dan bos ku juga memberiku ijin untuk cuti, mengingat aku bekerja dengan sangat baik. Lagi, aku sudah sangat ingin mengetahui siapa itu Danielle, kau tau?", memainkan alisku, Caleb memberikan suara tawanya yang renyah.

   "Tentu, kau harus mengenalnya. Aku akan mengajakmu ke tempatnya bekerja atau mungkin ia bisa datang kemari. Kau akan sangat menyukainya", jawabnya setelah meminum jus jeruknya hingga habis. Saat itu pula terdengar suara langlah kaki menuju ke dapur.

   "Abby! Astaga apa itu kau sayang?", menghadap ke arah suara, aku melihat Ayah yang sudah berdiri mematung sembari membawa tangan kanannya ke mulutnya yang berbentuk 'o'. Terkekeh, aku berjalan menghampiri ayah dan memeluknya. "Tentu ini aku, ayah. Aku sangat merindukanmu", jawabku dengan sedikit berbisik. Oh aku sangat merindukan pelukan dari orang-orang di rumah ini.

   "Oh sayang, lihat dirimu, kau semakin cantik dan...", membawa kedua jari manis ku ke arah matanya, aku menautkan alisku, "Oh sayang, ku pikir Harry sudah melamarmu, kau tau?", ucapnya dengan dibarengi suara tawa hangatnya. Seketika itu pula jantungku mulai berdetak perlahan, senyumanku hilang. "Ah ya, dimana Harry? Apa ia tid...-", memotong pertanyaan yang dilontarkan oleh Caleb, aku menjawab, "Tidak. Ia tidak bisa ikut. Ia...Ia memiliki banyak jadwal rapat bersama kolega-koleganya minggu ini. Ia sangat sibuk", sahutku sembari memberikan senyum simpul. Oh tidak, ini akan menjadi minggu yang berat bagiku karena harus membohongi mereka semua mengenai Harry.

   "Ah sayang sekali. Aku sudah sangat merindukan bocah itu", sahut Caleb yang masih duduk di kursi dapur. Mengeluarkan suara tawaku yang sedikit ku paksakan, aku menjawab, "Ya, tentu kau merindukannya karena ia adalah satu-satunya bocah yang akan menertawakan candaan mu".

"Oh apa kau serius membawa hal tersebut? Harry juga buruk dalam bercanda, kau tau?", jawabnya dengan suara kesal yang dibuat-buat. Aku hanya terkekeh.

   "Abby, kau harus istirahat. Kau terlihat sangat lelah. Biarkan Caleb yang membawa kopermu ke atas. Istirahatlah, Ayah berani bertaruh kamarmu masih rapi seperti saat kau meninggalkannya, karena ibu hampir setiap minggu pasti membersihkan kamarmu", ujarnya sembari mengecup keningku. Tersenyum, aku sudah sangat merindukan suasana rumah ini. "Ya, tentu", jawabku sembari berjalan ke atas menuju kamarku ditemani oleh tas yang sudah ku genggam. Berteriak sembari berjalan, "Caleb ku harap kau masih memiliki hati nurani untuk membawakan koper milik adik kecilmu ini ke kamarnya", terkekeh, aku mendengar ia menjawab "Pemalas".

   Memasuki kamarku, aku disuguhkan dengan aroma khas vanila kesukaanku. Aku sudah sangat merindukan kamarku. Tidak terlalu besar, namun terasa sangat nyaman. Terdapat beberapa fotoku dan Caleb saat kami masih kecil. Berjalan menuju tempat tidur, aku mendapati sebuah pigora dimana ada fotoku dan Harry, terlihat aku mengecup pelipis nya. Mengambil pigoranya, tanpa ku sadari aku meneteskan air mataku, aku sangat merindukannya berda dekat denganku. Aku merindukannya berada di kamarku. Menaruhnya kembali, aku merebahkan punggungku di kasur hingga wajah Harry memasuki alam bawah sadarku.

[Double updates because why not?:9]

Repent [h.s.]Where stories live. Discover now