Part 15

9.2K 685 185
                                    

KALEIDOSCOPE

Mery

2008

Sore ini aku menghabiskan waktuku di kamar menonton salah satu film kesukaanku, August Rush. Tadi aku pulang lebih cepat dari sekolah, karena para guru mengadakan rapat. Aku tidak punya ekstrakulikuler maupun les apapun, karena aku masih kelas 5 SD dan aku juga terlalu malas untuk mengikuti hal-hal seperti itu. Papa selalu memintaku untuk setidaknya mengiyakan tawaran papa untuk memanggil guru privat ke rumah, tapi aku tidak pernah mengiyakan. Kalau tanpa les aku sudah masuk tiga besar, sepertinya les tidak akan terlalu mempengaruhi kemajuan pendidikanku.

Aku mendengar seseorang mengetuk pintu kamarku. "Ga dikunci kok." Sahutku dari dalam.

Pintu kamarku terbuka, dan mama masuk ke dalam. Aku segera berdiri tegak dan mengecilkan suara TV. Entah kenapa, sejak pindah ke Jakarta aku selalu merasa takut pada mama. Dulu mama adalah orang yang sangat baik, perhatian, lucu, dan penyayang, tapi sejak kami pindah dari Bekasi, mama jadi lebih sering marah-marah dan diam. Mama juga jadi jarang ada di rumah. Mama memang baru merintis usaha butik yang baru papa dirikan untuk mama atas permintaan mama, tapi sejak saat itu kadang mama bahkan pulang jauh lebih larut dari papa yang juga sering pulang hampir tengah malam. Aku tidak tahu mama pergi kemana, dan aku terlalu takut menanyakannya.

"Mery, mama panggilin dari tadi, kamu kok ga dengar?" Tanya mama sambil berkacak pinggang.

"Mery lagi nonton ma..." Jawabku pelan.

"Mama pusing deh lihat kamu. Dari semua anak mama, kamu tuh yang paling malas. Lihat kakak sama abang kamu, mereka sibuk les dan organisasi. Kamu. Sore-sore udah malas-malasan." Mama mulai memarahiku

Aku menunduk, tidak berani menatap mama. Aku benci kalau mama mulai membandingkanku dengan Kak Sita dan Bang Ello. Mama selalu membuatku merasa seolah-olah aku yang paling bodoh di keluarga ini. Iya, memang dari mereka, aku yang tidak pernah bisa mendapat peringkat tertiggi di kelas, dan satu-satunya piala yang kusumbangkan ke lemari kaca di ruang tamu hanya piala juara kebersihan kelas (waktu itu aku menjabat sebagai ketua kelas, dan menyelundupkan piala tersebut untuk kubawa pulang). Jangan salahkan aku yang memang tidak suka kompetisi atau perlombaan apapun. Waste of my spare time...

"Mulai minggu depan kamu ikut les piano. Mama sudah panggil guru les untuk dateng ke rumah setiap sore."

"Iya ma...."

Mama mengangguk lalu berbalik dan meninggalkan kamarku. Aku menghembuskan nafas yang sepertinya dari tadi aku tahan saat berhadapan dengan mama. Aku kehilangan mood untuk melanjutkan film yang kutonton, dan menghempaskan diriku ke atas tempat tidurku. Siapapun yang akan mengajariku, kuharap dia orang yang baik.

----------

Aku duduk diatas piano bench dengan gugup. Tadi saat aku pulang sekolah, aku menemukan piano hitam ini sudah bertengger manis di ruang keluarga. Les pianoku dimulai hari ini. Sejak di sekolah tadi aku sudah merasa deg-degan karena untuk pertama kalinya ikut les piano. Tidak ada orang di rumah selain aku dan asisten rumah tangga kami. Kak Sita dan Bang Ello baru akan pulang dari kesibukannya masing-masing sore nanti.

Tidak berapa lama kemudian, aku mendengar suara langkah kaki dari arah ruang tamu. Aku segera menegakkan tubuhku dan tanpa sadar menahan nafasku.

kenapa aku harus segugup ini? pikirku.

Mama muncul bersama dengan seorang pria disebelahnya.

"Mery, ini om Raffi. Raffi ini putri saya Mery." Kata mama tanpa mengalihkan pandangannya sedetikpun dari om Raffi.

Om Raffi tersenyum kecil kearahku. Senyumnya membuatku bergidik ngeri.

"Oh iya Raffi, Mery ini anaknya pemales banget, jadi saya serahkan semua sama kamu terserah mau gimana cara ajarin dia. Saya ga tahan ngelihat dia tiap hari di rumah tanpa kegiatan apapun sedangkan abang kakaknya sibuk dengan aktivitas mereka." Kata mama, kali ini mama berbicara sambil menatapku dengan kesal. Lagi-lagi yang bisa kulakukan hanya menunduk.

She Likes Girl ✓Where stories live. Discover now