#15

1.4K 28 0
                                    


Adi mengedarkan pandangan ke berbagai penjuru taman.

Hampir semua pengunjung sedang bersama pasangannya masing-masing. Ada yang bercengkrama di bangku-bangku taman, ada juga yang duduk merapat di sudut-sudut taman yang hanya diterangi oleh lampu taman yang temaram.

Adi tertunduk sedih. Hatinya sakit sekali. Harapannya yang sempat melambung tinggi, kini terhempas dan hancur. Ia sama sekali tak menyangka Linn akan mempermainkannya sebegini sadisnya. Tapi kemudian Adi sadar ini salahnya sendiri. Kenapa nekat mendekati ABG. Padahal ia tahu kebanyakan ABG masih labil. Kayak Linn ini, seenaknya bikin janji, seenaknya pula mengingkari. Dengan kejadian ini, Adi semakin alergi dengan cewek-cewek ABG!

"Adiii..."

Seseorang memanggilnya.
Adi mendongak. "Nivi?"

"Sendirian aja?" tanya Nivi.

Adi memandang sekeliling. "Bukannya banyak orang?" Jawab Adi.

"Maksudnya kamu. Kok sebelahnya masih kosong?"

Adi melirik pilu bangku di sampingnya. Kosong! Satu jam yang lalu ia begitu yakin Linn akan duduk manis di sana.

"Nggak cuma bangku, Vi. Hati aku juga kosong..." ratap Adi dengan tatapan kosong.

Nivi menahan tawa. "Biasanya bareng Jabon?"

"Oh dia bentar lagi datang kok. Tungguin aja."

"Jabon kok masih hidup aja ya?" kata Nivi sambil tertawa. "Tadi dia ke rumahku. Cuma karena aku lagi banyak keperluan, aku tinggalin dia di rumah berdua sama nenek."

"Hehehe. Pantesan tadi dia terdengar galau banget."

Nivi mendaratkan pantatnya di sebelah Adi. "Oh, iya, Adi, besok pagi ada waktu nggak? Jalan yuk."

Adi melongo. "Nggak salah ngajak aku? Kalau Jabon tau bisa cemburu. Dia tuh naksirnya ke kamu itu udah tingkat banget-banget."

"Biarin aja. Toh baru naksir, belum ada janur kuning melengkung."

"Iya juga sih," Adi tersenyum. Kehadiran Nivi, lumayan meringankan penderitaannya.

"Jadi gimana? Ada waktu nggak?"

"Waktu sih sudah pasti ada, duit yang enggak ada."

"Haha nggak usah kuatir soal itu. Kamu siap-siap aja, ntar aku jemput."

"Eh tapi jalan ke mana?"

"Adalah pokoknya. Tempatnya seru. Dijamin nggak garing!"

"Oke. Aku Mau, aku mau!"

"Yaudah kalau gitu aku pergi dulu. Jangan lupa besok pagi ya, Di?"

"Lah? Kok buru-buru sih, Vi? Ntar kalau cantiknya ketinggalan gimana? Eh, maksudnya nggak nungguin Jabon dulu?" ada nada tidak rela dalam kalimat Adi. Baru saja ia terhibur oleh kehadiran Nivi, sekarang mau ditinggal lagi.

"Masih ada keperluan lain. Besok aja kita ngobrol sepuasnya," janji manis Nivi. Setelah itu pergi dan hilang di kegelapan malam kek jin.

Sepeninggalan Nivi, Adi kembali dilanda sedih. Hingga saat ini, ia masih belum bisa melupakan sakit hatinya dibohongi Linn.

Dilihatnya jam di tangan, sudah jam 21.42. Sebentar lagi derby Manchester segera kick off, tapi Jabon yang katanya mau menyusul ke taman, belum juga kelihatan batang hidung peseknya.

--~=00=~--

"Katanya mau nyusul ke taman? Kok bohong?" protes Adi. Justru akhirnya ia yang menyusul Jabon ke Valanta Kafe.

"Emang kamu enggak?! Kamu bilang di taman sendirian, kok ada Nivi?!" balas Jabon ketus.

Adi salah tingkah. "Tadi ketemunya nggak sengaja kok."

Jabon menyedot kuat-kuat rokoknya yang hampir habis. Kemudian menghujamkannya ke dasar asbak hingga mati. "Tapi kalian terlihat bahagia, ketawa-ketiwi , aku takut ganggu. Makanya lebih baik aku nggak jadi nemuin kamu."

"Padahal dia nanyain kamu juga tadi."

"Nanya apaan?" Jabon melirik Adi penasaran.

"Dia nanya: 'Eh Jabon kok masih hidup aja ya?' Gitu. Beneran. Sumpah."

"Ini bola kapan sih mainnya?! Remote mana remote? Sinetronnya mau aku cepetin!"

"Sabar kenapa sih?"

"Sabar mukamu lumer! Ini udah jam sepuluh tapi belum main-main. Huh! Kenapa malam ini semuanya serba ngeselin?!"

"Kalau kamu marah gara-gara tadi aku barengan sama Nivi, sumpah, Bon, itu nggak seperti yang kamu pikirkan. Dia yang datengin aku."

"Udah kubilang kan tadi di telepon, aku nggak mau mikirin dia lagi! Jadi ngapain marah? Aku bukan siapa-siapanya. Kalau dia milih kamu, itu artinya dia nggak milih aku."

"Serius kamu nggak marah?"

"No!" tegas Jabon menggunakan bahasa asing.

"Soalnya besok pagi dia ngajak aku jalan."

Jabon memandang Adi tak percaya, bertanya pelan. "Ke mana?"

"Dia nggak bilang sih. Rahasia gitu."

Jabon tak berkata lagi. Ia memilih kembali menyalakan rokok.

"Perasaan udah lama kamu nggak ngerokok. Kok sekarang kumat lagi. Nggak kuatir janin kamu rusak?"

"Aku lagi stress!" kata Jabon sambil berdiri dari duduknya. "Aku pulang."

"Eh, kok gitu?"

"Lagian hasilnya udah ketebak. Kalau nggak seri, pasti MU yang menang asalkan Manchester City kalah," kata Jabon, kemudian bergegas keluar kafe.

Adi bengong dan bingung.

--~=00=~--

Cerpen romantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang