#16

1.4K 21 0
                                    

Pagi minggu yang berbeda bagi Adi. Jika biasanya beliau bebas mau mandi jam berapa saja, minggu pagi kali ini biarpun baru jam 7 ia sudah terlihat sangat rapi.

"Gantengnya," sanjung Yonah.

"Thanks,," sahut Adi dingin tak mempan pujian.

"Mau ke mana, kak?"

"Jalan."

"Jalan sama Linn?"

"Gak!"

"Jutek banget," sungut Yonah. "Ditolak ya sama dia tadi malam?"

"Ya."

Yonah memandang wajah bete Adi, ingin tertawa tapi tak tega.

"Trus ini mau jalan sama siapa?"

"Nivi."

"Kak Nivi?! Kak Nivi yang rumahnya dekat gang itu?"

"Yups."

"Jalan ke mana?"

"Ke depan."

"Huh! Singkat-singkat banget sih? Kalau marah karena ditolak Linn, keselnya jangan dilampiaskan ke aku gini!" Yonah merengut protes.

Sesaat Adi memandang Yonah tanpa ekspresi. Yonah balas dengan meletin lidah.

"Tapi bukannya Kak Nivi gebetannya Bang Jabon?" Yonah kembali bertanya.

Adi menghirup napas panjang. "Mau gimana lagi, suka nggak suka ya beginilah resikonya menjadi mahluk cakep. Habis Linn terbitlah Nivi. Baru aja Linn nolak, Nivi udah datang ngajak jalan. Iya memang Jabon naksir Nivi udah dari jamannya Andika masih jadi penyanyinya Kangen Band, tapi kalau sekarang Nivi naksirnya ke aku dia bisa apa? Mau nggak mau Jabon memang harus merelakan. Bener nggak? Udah bener aja kalau pengen selamet! Ada hikmahnya juga Linn nolak aku. Aku jadi bisa dekat sama Nivi. Dia jauh lebih baik. Yang kayak Nivi gini idamanku banget. Dewasa, anggun, udah gitu cantiknya udah nggak ada obat, mapan pula. Dia sekarang udah jadi PNS! Kamu tau nggak PNS itu apa? Pegawai Negeri Sipil. Iya, itu. Dan sampai saat ini, PNS masih menjadi pekerjaan dambaan bagi banyak orang dari Sabang sampai entah kapan. Padahal kalau dipikir-pikir lebih bagus jadi pengusaha, biarpun cuma pengusaha kecil-kecilan. Jadi pengusaha itu bisa membuka lapangan kerja, sehingga mengurangi orang nganggur yang makin hari jumlahnya bukan makin berkurang, malah kian banyak. Kadang aku kasihan ngeliat pengangguran kayak Woko gitu, tiap hari kluntang klantung gak jelas. Kemarin ngelamar kerja jadi satpam toilet juga nggak keterima. Udah gitu beberapa kali ikut bisnis MLM juga bangkrut. Lagian Woko juga aneh, gampang banget percaya sama iming-iming penghasilan ratusan juta, hadiah mobil mewah, kapal pesiar, tank pribadi... Buktinya sekarang mana? Mana? Boro-boro kapal pesiar, rakit bambu aja nggak dapat-dapat. Coba kamu pikir deh, Yonah? Jaman sekarang ini, kalau...

"Sudah, kak. Cukup! Cukup! Hentikan!" potong Yonah menutup telinga.

"Maunya apa sih? Tadi kamu bilang jangan jawab singkat-singkat. Giliran aku udah berusaha jawab yang nggak singkat kamu malah tutup telinga. Aku tuh nggak bisa diginiin, Yonah. Jangan egois buat aku serba salah gitulah. Satu hal yang harus kamu tau ya, presiden Zimbabwe periode...

Yonah tidak tahan lagi. Ia bangkit dan berlari sprint masuk rumah!

"Dasar adik yang aneh," kata Adi geleng-geleng kepala. Di saat yang bersamaan HP-nya berdering, terpaksa Adi menghentikan geleng-geleng kepalanya. Nama Jabon muncul di layar.

"Semua personil Gebrak nanti ngumpul di tempatku pangkas rambut."

"Dade juga?"

"Semuanya. Ini kan hari minggu, jadi Dade kerjanya libur. Woko yang pengangguran juga nganggurnya lagi libur. Aku juga meliburkan salon. Kamu juga harus datang."

Beberapa saat Adi terdiam dalam kebimbangan. "Gimana, ya? Tadi malam aku udah bilang kan hari ini mau jalan sama Nivi?"

"Dibatalin kan bisa?! Emangnya kamu mau lebih mentingin cewek, daripada sahabat-sahabat kamu sendiri?!" tanya Jabon menyudutkan.

Belum sempat Adi menjawab, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Mobil itu membunyikan klakson dua kali. Lalu ketika kacanya terbuka, nongol wajah Nivi memberikan senyuman ramah. "Yuk berangkat."

Adi berdiri dengan raut muka terpana. Dia memang sedang menunggu Nivi, tapi sedikit pun tidak terpikir olehnya Nivi akan menjemput via mobil mewah.

"Sori, Bon. Nivi udah datang jemput. Ntar deh, pulangnya aku langsung ke sana," Adi buru-buru menutup telepon, kemudian melangkah mendatangi Nivi.

"Kita naik mobil?" tanya Adi.

"Iya. Biar nggak kena razia helm," jawab Nivi sambil membukakan pintu mobil.

"Hahaha... Padahal lebih romantis naik elang."

Adi masuk dan duduk di sebelah Nivi. "Kita mau ke mana sih?"

"Ntar juga tau kok."

"Eh foto-foto dulu yuk," Adi mengaktifkan kamera ponselnya.

Iya
"Buat apa?"

"Ntar aku upload di Facebook, biar orang-orang mengira aku lagi weekend di syurga, soalnya fotonya bareng bidadari, hehe..."

Nivi tersenyum setuju. Padahal tujuan utama Adi ingin memposting foto berdua dengan Nivi adalah demi membela harga dirinya. Adi berharap nanti Linn stalking Facebook-nya, dan melihat bahwa ia mampu menggaet cewek cantik lain hanya dalam waktu singkat. Adi ingin Linn menyesal sampai jelek karena telah berani menolaknya!

Kemudian berfoto-foto lah mereka di dalam mobil. Berbagai pose dari yang alay sampai yang paling alay banget. Dari ribuan kali jepret hanya satu yang hasilnya tidak malu-maluin, dan itu yang langsung Adi unggah ke Facebook.

Sedang Adi mengurusi Facebook-nya, mobil tiba tiba berhenti. Ada seseorang Ibu naik dan duduk di kursi depan. Kemudian mobil melaju lagi.

Ibu itu berbasi-basi sebentar dengan Nivi. Adi tak begitu memperdulikan. Barangkali itu Ibunya si sopir.

Mobil memasuki jalan-jalan kecil di komplek perumahan, yang Adi sendiri selama tinggal di kota Bertuah ini rasa-rasanya belum pernah menjajakinya. Kemudian tembus ke Jalan Harapan Raya. Adi yakin pengarang nama jalan itu pasti sedang bahagia, kalau sedang galau kayak dirinya, pasti nama yang tercetus adalah Jalan Harapan Palsu!

Tak beberapa lama mobil berhenti lagi. Kali ini ada dua pemuda masuk dan menempati kursi paling belakang.

Ketidakpedulian Adi mulai terusik dengan hadirnya penumpang-penumpang asing itu.

"Mereka siapa?" tanya Adi lirih.

"Temen-temen aku," jawab Nivi sama lirihnya.

Jawaban yang tidak memuaskan Adi penasaran. Dia melirik sekilas ke arah dua penumpang di belakang. Muka-muka lugu dan hitam akibat panas matahari. Mungkin pekerja bangunan atau mungkin keseringan main layangan, pikir Adi.

Mobil berbelok ke gedung yang di halamannya terparkir puluhan mobil mewah lain. Adi melihat sudah banyak orang di sana. Beberapa orang memakai jas dan berdasi dengan wajah cerah bersemangat. Tapi yang paling banyak hanya berpakaian biasa, dengan wajah bingung, heran, bertanya-tanya, ada juga yang wajahnya tidak kelihatan karena berdirinya membelakangi Adi.

Tak berapa lama, semua orang digiring memasuki sebuah ruangan besar. Lalu terdengar teriakan yel-yel dari orang-orang berjas dan berdasi.

"Dahsyat! Hora umum! Hora umum!"

--~=00=~--

Cerpen romantis Where stories live. Discover now